chapter 15

276 45 0
                                    

...

Adara berlari di koridor sekolah dan memasuki kelas dengan nafas tersengal.

Netra se bening kaca itu mengedarkan pandangannya menyapu ke seluruh ruangan.

Bahunya turun dengan wajah yang suram ketika tidak mendapati Gibran berada di tempat duduknya.

Dengan pelan Adara berjalan ke arah tempat duduknya dan mendudukan dirinya di sana.

Satu tangannya merogoh saku seragamnya untuk mengambil ponsel, berharap Gibran menghubunginya kali ini, karena semenjak Gibran memutuskan telfonnya kemarin, dia sama sekali tidak menelfonnya kembali, bahkan pesan yang Adara kirim sama sekali tidak di baca.

Adara membuang nafasnya sebelum merebahkan kepalanya di meja memandang tempat duduk Gibran yang masih tetap kosong, bahkan sampai guru masuk ke kelas pun, Adara masih setia dengan posisinya.

Namun telinganya masih berfungsi dengan baik ketika sang guru mengucapkan kalimat yang begitu menohok di hatinya.

"Teman kita gibran telah pindah sekolah"

SE penggal kalimat sang guru yang mampu meruntuhkan pertahanan Adara untuk menahan tangisnya, seolah sesak di dadanya semakin menumpuk, belum selesai dengan masalahnya kemarin dengan Gibran, sekarang muncul lagi masalah yang membuat bulir bening nya tak mampu ia bendung.

Brakk!!

Semua orang menoleh ke arah Adara yang tiba tiba berdiri dari tempat duduknya dan berlari ke luar kelas, menghiraukan panggilan sang guru yang bertanya hendak kemana, dan tatapan sendu teman temannya.

Adara berlari seraya mengusap pipinya dengan kasar, tujuannya satu, rumah Gibran.

Dengan berbekal nekad dan kaki yang kuat, Adara sampai di rumah Gibran.

Peluh sudah membanjiri wajahnya, nafasnya pun telah tersengal, Adara telah memecahkan rekor berlari paling jauh sepanjang hidupnya.

Dia tidak pernah merasakan hukuman berlari sebelumnya, dan kini, berkat Gibran, dia merasakan betapa tersiksanya berlari dengan jarak yang begitu jauh, kedua kakinya bahkan sampai gemetaran ketika telah sampai di depan gerbang gibran yang sedikit terbuka.

Setelah menormalkan nafasnya, Adara perlahan masuk ke dalam halaman rumah Gibran, terasa sepi seperti biasanya.

Tok!
Tok!
Tok!

"Assalamualaikum gib.. ini gue, Adara" salam Adara berharap di balik pintu yang tertutup itu menampilkan atensi sang kekasih ketika terbuka.

Adara terus mengetuk pintu sekitar 10 menitan sampai pintu itu benar benar terbuka.

Tetapi sayang, itu bukan Gibran, melainkan ayah Gibran dengan seorang wanita yang Adara yakini bukan ibu sang kekasih.

"Om..."

"Siapa kamu?"

"Sa-saya Adara om, teman Gibran,"

"Ada perlu apa kamu kesini?"

Adara merasa gugup merasa di intimidasi oleh pria di depannya,

"Saya mau bertemu Gibran om"

Ayah Gibran mengerutkan dahinya.

"Gibran sudah tidak ada di sini"

Adara kaget dengan ekspresi yang tidak bisa ia sembunyikan.

"M-maksud om?"

"Mereka sudah saya usir dari rumah saya, jadi jangan berani berani cari mereka di sini, silahkan kmu pergi dari rumah saya"

Brakk!!

masih di siniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang