chapter 5

456 45 1
                                    

Di depan gerbang sekolah, terlihat Kevin sedang menunggu jemputan datang, karena motornya sedang berada di bengkel,

Kevin bersandar di tembok sambil memperhatikan ponselnya dengan tatapan nanar, Dia sedang dilema,

Irsyad dan Rasya menghampiri Kevin dari arah belakang, dan tidak sengaja melihat isi ponsel yang sedang Kevin genggam.

"Bukankah itu Lea?" Tanya Rasya memastikan jika penglihatannya memang benar.

"Kau merekam anak ciwi berantem vin?" Sekarang Irsyad yang bertanya sambil merebut ponsel kevin, namun di tahan oleh sang empu.

"Kau ini kenapa? Aku cuma mau liat bangke!" Teriak Irsyad, dan ponsel kevin berhasil di rebut dengan sedikit kekerasan, namun wajahnya meradang setelah melihat rekaman video itu sampai selesai,

"Kamu tidak berniat menyembunyikan ini kan Vin?" Geram Irsyad

"Aku.. aku cuma"

"Kau lebih memilih Lea di banding Gibran Vin?" Rasya yang sudah mengerti maksud Kevin pun ikut memojokkan Kevin

"Wah, sahabat macam apa kamu? masih inget kan Gibran yang sudah bela belain balas dendam buat kamu, Dan ini balasannya? Kamu pikir yang bikin Gibran terancam di keluarin dari sekolah itu salah siapa? Ya karena rencana balas dendammu itu brengsek!!" Geram Irsyad dan pergi meninggalkan dua orang yang menatap punggungnya sendu.

"Pikirkan lagi sob, ini tentang keadilan, jangan bawa perasaan, Lea memang menyukai Gibran, tapi Gibran tidak pernah mengkhianatimu, kau bisa mendapatkan Lea dengan usahamu sendiri, tapi tidak dengan cara menghancurkan teman," ujar Rasya menepuk bahu Kevin dan berlalu setelahnya.

Rasya memang pendiam, tapi cara berpikirnya lebih dewasa dari ketiga temannya.

.
.
.
.
.

Di ruangan yang di dominasi dengan warna biru muda, Adara saling meremat jemarinya,

"Waktunya sudah semakin menipis, tapi aku belum menemukan apapun, aku harus gimana" panik Adara hampir menangis putus asa, tinggal satu hari dari perjanjian nya dengan pak kepsek waktu itu, Adara hanya memiliki bukti tes yang di berikan Gibran, tapi tidak bisa melepas kemungkinan untuk tuduhan Gibran menjadi pengedar,
Jika besok masih tidak mendapatkan bukti, Gibran bakal di keluarkan dari sekolah, dan Adara tidak ingin itu terjadi,

.
.
.
.
.
🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺
.
.
.
.
.

Gibran memasuki kelas yang masih agak sepi, orang yang melihat Gibran berangkat se pagi ini agaknya merasa heran, bahkan Adara yang notabenenya murid teladan belum kelihatan batang hidungnya,

"Ini perlu di abadikan" gumam mereka yang melihat ke anehan Gibran, karena biasanya Gibran selalu datang seperti orang tidak waras,

Adara memasuki kelas dan menoleh ke arah Gibran,

"Selamat pagi mataharikuuu" teriak Gibran setelah melihat Adara sudah duduk di kursinya,

"Pagi juga Gibran, pagi ini kamu terlihat bersemangat," ujar Adara sambil menoleh ke belakang, karena memang bangku Gibran berada tepat di belakang Adara,

Bukan apa apa Adara menanyakan hal itu, hanya saja ia sedikit khawatir tentang ke adaan Gibran, tapi sepertinya bocah itu tetap saja si begundal Gibran yang tidak takut hukuman.

"Dua tahun terakhir aku sudah menyia nyiakan waktuku untuk bermain main dengan guru, untuk kali ini saja aku ingin jadi murid yang di sukai para guru," ujar Gibran sambil menopang dagu memandang pahatan ciptaan tuhan yang sangat sempurna di depannya, Adara yang di pandang intens oleh Gibran jadi merasa gugup

"Yaaa, kau bisa melubangi wajahku jika terus menatapku seperti itu, "
Ujar Adara menahan malu,

"Kau lelah yah?"

"Hah?"

"Kau pasti lelah mengurusku yang Badung dari kelas sepuluh, ku tau kau selalu memarahiku jika aku melakukan kesalahan, dan sebisa mungkin mengawasi ku itu perintah dari guru kan?"

"Gimana kau bisa tau?"

"Hey, jangan panggil aku Gibran jika tak tau apa apa," ujar Gibran sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Apa itu sebabnya, kau selalu tertawa puas saat menerima hukuman?" Adara menaikkan satu alisnya membuat Gibran tertawa.

"karena aku suka saat kau memarahiku, itu seperti kau sedang memperhatikanku,
Aku mendengarnya, waktu itu, di depan pak kepsek kau membelaku habis habisan hanya agar aku tidak di keluarkan dari sekolah, tapi aku tidak tau, karena masalahku kau pun ikut terkena imbasnya, aku selalu merepotkan mu dengan semua kenakalanku, sungguh, aku minta maaf dar"

"Kamu itu kenapa sih? Kesurupan jin pohon beringin depan sekolah yah? Bicaramu tidak seperti biasanya" heran Adara dengan sikap Gibran yang tiba tiba berubah jadi melankolis, biasanya saja Gibran tetap cengengesan walau di jatuhi hukuman berat sekalipun,

"Aku memiliki keluarga lengkap," ujar Gibran membuka suara,

"Tapi mereka sibuk bekerja, berangkat pagi, pulang larut, kau masih ingat saat aku terlibat tawuran saat kelas sebelas?"

Adara mengangguk, dia tidak mungkin lupa dengan kejadian itu, di mana dia baru merasakan apa yang namanya ingin melindungi seseorang selain pada adiknya,

"Waktu itu ayah dan ibu melihat keadaan ku yang babak belur, tapi tidak ada pertanyaan apapun, mereka hanya berlalu begitu saja, sudah tidak ada percakapan di meja makan seperti dulu, tapi di waktu yang sama aku bertemu denganmu yang berani membelaku di depan para guru, untuk meringankan hukumanku, waktu itu aku merasa di perdulikan, sehingga aku terus saja membuat kesalahan hanya agar tetap mendapat perhatian itu, kemarin saja mereka tidak mempercayaiku, malah orang lain yang membelaku, rumah sudah seperti asing bagiku, tapi setelah bertemu denganmu, aku seperti menemukan rumah tempatku pulang..

..adara, maafkan aku, hanya saja, tolong jangan membenciku," ujar Gibran sebelum membenamkan kepala di lipatan lengannya yang berada di atas meja,

Melihat punggung Gibran yang bergetar, dengan cepat Adara melepas jaket yang masih di pakainya guna menutupi kepala Gibran, karena semua anak sudah memasuki kelas, Adara tau, jika Gibran tak akan mau wajahnya terlihat publik saat ini, Adara menepuk kepala Gibran pelan, bersama dengan bell masuk berbunyi,

Dan kelas pun seketika menjadi sunyi, membuat isakkan Gibran terdengar jelas, membuat semua penghuni kelas melihat ke arahnya,

Irsyad memandang adara dan mengucapkan terimakasih tanpa suara, yang di balas senyum tipis oleh Adara,

Hari ini, mereka menjadi saksi, untuk pertama kalinya melihat si begundal Gibran menangis.

.
.
.
.
.

TBC ...

masih di siniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang