CHAPTER 19. Gambaran Masa Depan

18 3 0
                                    

✨🌙 : GAMBARAN MASA DEPAN

Karena dari kemarin Silvi terus merengek meminta bintang untuk mengajak dirinya dan juga Bian jalan-jalan. Lagipula Bintang juga sudah berjanji untuk membawa mereka bermain kesebuah taman.

Minggu ini kebetulan pula Bintang dan juga Bulan tidak memiliki aktivitas yang lain, sehingga mereka bisa memiliki waktu untuk mengajak si kembar.

    "IVI JANGAN LARI-LARI GITU NANTI JATUH LOH!". teriak gadis dewasa yang kini berjalan disampingnya Bintang. Siapa lagi kalau bukan Bulan.

Mereka kini berada di taman yang tak jauh dari tempat tinggal Bintang. Disana terdapat area bermain untuk anak-anak, membuat Silvi antusias bermain dengan teman sebayanya yang baru ia temui.

Disaat Silvi begitu asik bermain, Bian justru malah sibuk dengan urusan makanannya. Dari awal mereka sampai, bocah laki-laki itu langsung menarik tangan Bintang menuju sebuah kedai ice cream.

Mereka pun menuruti keinginan bocah itu, apa boleh buat dari pada bocah laki-laki itu menangis guling-guling di taman lebih baik turuti saja kemauannya.

    "Bian gak ikut main juga sama ivi?"  tanya Bulan dengan nada lembutnya. Anak itu menggelengkan kepala dan tetap sibuk dengan ice creamnya.

    "Dia mana mau Lan. Anak itu cuman bisa mikirin isi perutnya doang. Liat aja tuh bocah bobotnya subur banget"   Bintang tertawa renyah sambil mengunyal pipi chubby milik Bian.

Gadis itu ikut terkekeh melihat tingkah laku Bintang. Ditambah si bocah yang hanya terdiam cuek mengabaikan apa yang Bintang lakukan kepadanya.

    "Lan, gue titip anak-anak yah, mau ke toilet bentar. Jagain yang bener biar bisa lolos jadi calon ibu buat anak-anak kita! ".  titah Bintang dengan santainya sebelum melenggang pergi.

Bulan tersipu malu mendengar penuturan Bintang tadi walaupun memang terlihat menyebalkan tapi hal itu membuat dirinya menerbitkan senyuman yang sangat indah.

    "Kaka ulan kenapa mukanya melah gitu? Kepanasan yah? Mau cobain eskim nya Bian?".  Bocah itu menyodorkan ice cream miliknya. Bulan tersenyum tipis sambil mengelus pucuk kepala Bian.

    "Gak usah, Bian abiskan aja yah. Ka ulan nanti beli yang baru". Bian mengangguk dan kembali menyantapnya.

    "ABANGG!!!  BADAN IVI GATAL, PELUT IVI JUGA SAKIT!! Hiks.. hiks..."".  Silvi berteriak sambil memegang perutnya dengan kedua tangan.

Bulan yang merasa panik langsung berlari menghampiri Silvi yang kini tengah berjongkok sambil meringis kesakitan. Gadis itu pun menelepon Bintang yang dari tadi tak kunjung kembali.

Bulan pun memangku Silvi sambil membawa Bian kedalam gandengan tangannya. Mereka mencari keberadaan Bintang. Hingga akhirnya manik mata Bulan berhasil mendapatkan Bintang yang saat itu berjalan kearahnya.

    "BINTANG !!!".  panik Bulan karena Silvi tak henti-hentinya menangis. Bintang berlari menghampiri mereka.

    "Silvi kenapa Lan?". tanya Bintang cemas.

    "Gak tau, dia bilang perutnya sakit. Trus  muncul ruam-ruam kayak gini. Kayaknya dia alergi sesuatu deh Bin. Ayo kita kerumah sakit!".  ajak Bulan sambil mengelus-elus punggung Silvi.

    "Yaudah lo tunggu disini gue mau bawa mobil sekalian ngabarin tante Siska".  titah Bintang. Gadis itu mengangguk paham.

Beberapa menit berselang, mereka tiba di rumah sakit. Lagi-lagi Bintang harus berurusan dengan yang namanya Rumah Sakit, belum cukup kejadian kemarin, kali ini semoga tidak terjadi hal yang serius dengan Silvi.

Mereka membawa Silvi keruang anak dan membiarkan dokter memeriksa keadaanya saat ini.

    "Gimana dok? Gak da hal yang serius kan?".  tanya Bintang sambil mengelus rambut Silvi.

    "Bapak tenang saja, tidak ada hal serius yang terjadi. Dia alergi terhadap kacang, dan efek sampingnya menyebabkan dirinya mengalami sakit perut serta muncul ruam-ruam merah seperti ini. Jadi tolong lebih diperhatikan lagi dengan pola makan anaknya yah Pak, Bu". Dokter itu tersenyum tipis melihat raut wajah mereka yang begitu panik. Dokter itu mengira kalau mereka adalah orang tua yang sedang mencemaskan anaknya.

Bulan dan Bintang saling menatap, laki-laki itu malah menerbitkan senyuman miringnya.

    "Baik dok, terimakasih. Kami akan lebih mengawasi anak kami dengan baik".  cakap Bintang. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.

    "Lo ngapain pake pura-pura segala?".  Bulan menilik horor.

    "Pemanasan Lan, suatu saat kita pasti berada diposisi seperti ini juga kan? Punya anak, trus gimana kalau anak kita sakit? Oh iya nanti kita cetak anak kembar juga yah Lan"  oceh Bintang seraya menampakkan raut wajah emot bulan gosongnya.

Gadis itu malah menepuk jidatnya, tak habis fikir dengan isi kepala laki-laki itu. Tak lama kemudian Siska datang bersama dengan suaminya.

    "Silvi kenapa bisa jadi gini Bin?". 

    "Kata dokter sih. Silvi salah makan, dia konsumsi makanan berbahan dasar kacang hingga membuatnya jadi sakit perut gini. Tapi dokter udah kasih obat buat meredakan rasa sakitnya, makanya Silvi bisa tertidur pulas sekarang". Jelas Bintang panjang lebar.

Mereka berdua mengangguk, ibunya memang tahu kalau Silvi tidak diperbolehkan makan kacang.

    "Yasudah, nanti juga dia baikan kok".  ucap Siska.

    "Tante, Bintang sama Bulan mau pulang duluan, kita ada urusan".  Bintang mengedipkan matanya seolah memberikan sinyal kepada Siska. Wanita itu mengangguk paham akan maksud ponakan satu satunya itu.

Bintang menarik tangan Bulan dan membawanya pergi ke suatu tempat. Mereka kini tengah berada di tepi sebuah danau luas yang sering Bintang kunjungi.
Benar, Bintang mengajak Bulan ke rumah Amma Village.

    "Wahhh. Adem banget....".  cakap Bulan dengan melebarkan kedua tangannya. Bintang memeluk Bulan dari belakang, gadis itu terkejut dengan sedikit berontak.

    "Lo ngapain sih? LEPAS!!!".   pekik Bulan. Namun kekuatan gadis itu tak mampu mengalahkan Bintang yang justru semakin memperkuat pelukannya.

    "Kalo lo makin berontak, gue bakal makin kenceng buat meluk lo".  lirih Bintang seraya berbisik kepada sang gadisnya itu.

Bulan menurut membiarkan Bintang melakukan apa yang ia inginkan.

    "Nah gitu dong, Pinter. Gue lagi butuh pelukan lo Bulan. Rasanya nyaman berada diposisi seperti ini. Gue seperti menemukan kembali tujuan hidup gue".   Gadis itu menepuk-nepuk tangan yang kini melingkar di perutnya. Ia membalikkan badan lalu membawa Bintang ke dalam dekapannya.

    "Gue mau jadi rumah yang sesungguhnya buat lo Bin. Gue juga ingin menjadi tempat dimana lo punya tujuan untuk pulang".  Laki-laki itu memautkan jarak, sedikit menjauh dari posisi sebelumnya.

Bintang menangkup pipi sang gadis yang berada dihadapannya, lalu mendaratkan sebuah ciuman di kening Bulan. Dengan menatap kearah danau, kedua insan itu kini saling berbagi perasaan mereka satu sama lain.



GUYS MARI BERTEMAN JUGA DI INSTAGRAM AKU.
Id, Mirasiti_nurdianti15

DISANA AKU BAKAL UP CERITA AU BINTANG UNTUK BULAN YAH GUY🥰

YUK FEEDBACK JUGA BUAT VOTE DAN KOMEN YAH.

TEGUR AJA KALO AKU KALIAN PUNYA KOREKSIAN BUAT CERITA AKU INI. TAPI TEGUR DENGAN BAIK BAIK YAH BESTIE. HIHI🤭

See you next time.

........................

2 Februari 2024

Salam penulis
✨🌙

Bintang untuk Bulan ✨🌙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang