#1 - Perjodohan

165 16 0
                                    

Dea yang mengerjapkan mata terbangun dari tidur, berusaha menarik kesadaran dengan sedikit terkejut menyadari bagaimana tampilan kamarnya berubah.

Tak ada lagi pernak-pernik indah nan lucu atau foto-foto polaroid akan dirinya dan semua teman-temannya yang terpajang, namun sepanjang mata memandang hanya tembok putih polos dengan beberapa aksen warna pastel dari furniture yang ada.

Ah benar juga, sejak menikah dua hari lalu, Dea sudah tak lagi menempati kamar di rumahnya sendiri. Dengan dirinya menyandang gelar sebagai seorang istri kini.

Dan benar saja, sosok Aric Vranada Mahendra masih menepati kata-katanya untuk tak ikut berbaring satu ranjang bersama dirinya. Dengan mata terlelap dan nafas konstan, laki-laki itu masih pulas dalam tidurnya di atas sofa.

Tidak, Dea tidak merasa kasihan sedikit pun pada laki-laki yang menyandang status sebagai suaminya tersebut. Bahkan kalau Aric mau untuk tidur di luar sekalipun, Dea malah merasa lebih senang.

Tapi Dea cukup sadar diri bahwa ini rumah milik Aric, dengan dirinya yang hanya menumpang untuk beberapa waktu saja. Yah, seperti yang dirinya janjikan pada diri sendiri. Semua ini akan berlalu.

Lagipula, apa yang bisa diharapkan dari sebuah rumah tangga yang dibangun atas nama perjodohan paksa?

Setidaknya itu yang Dea rasakan, dengan masih tak habis pikir pada cara kedua orang tuanya dan kedua orang tua Aric, tiba-tiba menikahkan paksa dirinya dengan laki-laki itu bahkan belum ada dua puluh empat jam dirinya dan Aric saling mengenal.

Bahkan untuk mengingatnya saja Dea masih kesal sendiri. Memang apa salahnya belum menikah meski usia Dea sudah menginjak dua puluh sembilan tahun?

Dirinya perempuan mandiri, bekerja sebagai seorang pimpinan RCEO perusahaan bank bumn ternama, dan bisa melakukan serta membeli apa saja sesuai kehendaknya.

Ya pernikahan memang pernah terbersit di kepala Dea, namun untuk menikah dengan sosok sepert Aric yang notabene seorang dosen di salah satu kampus ternama di Jakarta, tak pernah sedikit pun terlintas di kepala.

Meskipun mereka hanya terpaut satu tahun saja, namun entah mengapa ketika Dea bersama Aric, dirinya merasa jika mereka berdua amat sangatlah berbeda dalam hal apapun. Meski tak dipungkiri pula jika dalam tidurnya seperti sekarang pun, laki-laki itu masih terlihat ganteng dan lucu.

Tak heran mengapa banyak dari mahasiswi kampus tempat laki-laki itu mengajar, banyak yang diam-diam bahkan blak-blakan menyatakan jika mereka menyukai diri Aric.

"Argh..." terbangun Aric dan mengulet langsung berkontak mata dengan Dea yang tak sadar sedari tadi melihati, spontan membuat Dea melempar wajahnya ke arah lain.

"...udah bangun?" ucap Aric dengan suara serak bangun tidurnya yang malah terdengar sangat maskulin.

Tidak, Dea tidak boleh berpikir demikian. Bagaimana pun juga, dirinya dan Aric bukanlah siapa-siapa.

Status suami-istri hanya kedok agar kasus dan skandal yang menimpa dirinya lekas selesai, promosi naik jabatan yang dirinya dapatkan bisa diselamatkan, serta perjodohan dan rencana kedua orang tua dirinya dan Aric yang sudah saling bersahabat tidak runtuh begitu saja.

"Arghhh, baru aja..." kedok Dea dengan ikut-ikutan menggeliat seperti ular kepanasan tak ingin Aric tahu bahwa dirinya baru saja tak sadar mengamatinya.

"...kenapa lo baru bangun juga?"

"Iya, saya capek banget. Badan saya rasanya sakit semua," jawab Aric terduduk memegangi pundak.

"Ohhh..." tak ada empati Dea, "...gak kesiangan? Hari ini lo ngajar kan?"

"Belum, kan saya masih ambil cuti."

CEO vs DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang