#4 - Kontak Masa Lalu

46 8 3
                                    

"Argh..." terbangun Aric dan mengulet langsung berkontak mata dengan Dea yang spontan membuat Dea melempar wajah ke arah lain.

"...udah bangun?" ucap Aric dengan suara serak bangun tidurnya yang malah terdengar maskulin.

Tidak, Dea tidak boleh berpikir demikian. Bagaimana pun juga, status dirinya dan Aric hanyalah sementara.

"Arghhh—" kedok Dea dengan ikut-ikutan menggeliat seperti ular kepanasan, hingga spontan menutup mulut karena merasakan bau jigongnya kemana-mana, "Baru aja, kenapa lo ikutan baru bangun juga?"

"Saya capek banget. Badan saya rasanya sakit semua," jawab Aric terduduk memegangi pundak.

"Ohhh..." tak ada empati Dea, "...gak kesiangan? Hari ini lo ngajar kan?"

"Belum, kan saya masih ambil cuti."

"Hah? Ambil cuti kenapa lo?"

"Ambil cuti karena... abis nikah sama kamu, kan?"

"Hah? Emang berapa hari?"

"Satu minggu."

"Emang bisa?"

"Iyaa bisa aja."

"Terus selama satu minggu ini lo seharian di rumah gitu?"

"Ya kalo kamu minta saya pergi juga gapapa. Nanti biar saya—"

"Ehhhh bukan itu maksud gueh. Soalnya gue gak bisa cuti lama-lama, jadi... gue berangkat kerja hari ini."

"Jadi petinggi bank gak boleh cuti lama-lama ya?"

"Iya lah, kan sekarang juga mau akhir tahun. Plis deh, mana gue juga masih jadi RCEO. Kalo ditinggal cuti lama-lama, entar yang ada kerjaan gue gak beres-beres lagi," kuncir rambut Dea.

"Ya udah saya anter kamu sampe kantor, ya?"

"Hah?" kaget Dea kala Aric beranjak dan mengambil satu handuk tak jauh, "Lo bilang apa tadi?"

"Saya anter kamu sampai kantor."

"Eh gak usah, kan gue udah punya supir—"

"Kan saya suami kamu sekarang. Udah jadi tanggung jawab saya buat anterin kamu kerja, dan pastiin kalo kamu sampe kantor dengan selamat."

"Lah, gak usah kali. Kan kita nikah bukan karena kemauan kita berdua juga."

"Iya, walaupun kita nikah secara paksa dan anggap ini semua pura-pura, tapi tetap aja saya ucap janji akad saya dihadapan Tuhan dan kedua orang tua kita. Walaupun kamu juga mungkin udah terbiasa berangkat sendiri sama supir kamu, tapi saya minta ijin buat bisa anterin kamu tiap hari kalo saya ada waktu. Yah?"

Dea terpaku di tempat mendengar bagaimana Aric mengucapkan semua itu. 

Perasaan, beberapa hari yang lalu laki-laki itu tak sebegininya, masih dengan perasaan yang sama dengan menganggap status mereka hanya sementara.

Mengapa semuanya jadi berbeda dengan laki-laki itu yang malah sok perhatian dengannya?

"Biar kamu gak kesiangan, saya mandi di kamar mandi bawah aja. Kamu bisa pake kamar mandi sini. Buat semua peralatan mandi kamu udah ada di dalam semua ya. Nanti bilang aja kalo butuh apa-apa lagi."

Bukannya Dea tak ingin menjawab, dirinya terdiam tak tahu harus mengucapkan apa. Tapi begitu sialannya, mengapa ada satu rasa tenteram menelungsup kala mendengar semua ucapan dari Aric tadi?

"Kalo gue belum selesai jangan masuk sini!" teriak Dea entah Aric mendengarkannya atau tidak, dirinya berlari menuju kamar mandi dan membelalakkan mata melihati keadaan diri di pagi hari.

CEO vs DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang