02

1.5K 142 7
                                    

Mahendra kerja, serabutan.

Sekolah sudah ia tinggalkan, dan kini kewajibanya bukan lagi sebagai seorang pelajar. Mahendra harus hidupi anak orang yang kini tengah bawa nyawa calon anaknya.

Mahendra usap wajahnya yang dipenuhi keringat dengan punggung tangan, cowok itu mendongak dengan mata sedikit menyipit sebab halau cahaya matahari yang silaukan mata.

Diliriknya tumpukan barang-barang yang masih penuhi setengah truk pengangkut. Bulan ini musim pindahan, banyak orang perlu jasa pemindah barang. Peluang bagus bagi Mahen.

"Panas nak, sini neduh minum dulu," seorang lelaki paruh baya panggil Mahen supaya mendekat dan duduk di kursi sebelahnya, Mahen ucap terimakasih saat menerima uluran air mineral.

"Tinggal setengah, paling nggak sampai sore."

Mahen mengangguk sopan sebagai tanggapan, matanya kini perhatikan jalanan yang dipenuhi lalu lalang kendaraan.

Bagus jika tidak sampai sore, Mahen jadi bisa jemput Riky di cafe tempatnya bekerja. Harusnya Riky berhenti bekerja dan diam dirumah saja, karena kondisinya yang sekarang terlalu rawan untuk cowok manis itu merasa kelelahan.

Mahen mau jadi Suami dan calon Ayah yang baik, dan ini bukan pilihan karena ia memang harus melakukannya meski sebenarnya ia tak sepenuhnya salah. Tapi itu juga calon anaknya 'kan?

༶•┈┈⛧┈♛❃♛┈⛧┈┈•༶

"Mahen, baiknya cowok cantik lo ini suruh dirumah aja."

Mahen panik, khawatir setengah mati karena saat ia datang di cafe tempat Riky bekerja ia malah disuguhi Riky yang terduduk lemas di dalah satu kursi, ditemani rekan kerjanya yang juga adalah salah satu teman sekelasnya— mantan teman sekelas maksudnya.

Mahen mengangguk dengar penuturan Jaya, "besok dan seterusnya gue yang gantiin Riky, nggak masalah 'kan? "

Jaya tersenyum, cowok itu mengangguk, "tadi Riky udah pamit ke Manager dan dibolehin. Jadi mulai besok lo udah bisa gantiin Riky. "

"Makasih Jaya, gue pamit pulang dulu ya," Mahen berpamitan, tangannya menyeka keringat yang berada di pelipis Riky kemudian tanpa bersusah payah cowok itu membopong Riky untuk dibawa pulang.

"Kak Mahen," panggil Riky dengan suara lirih.

"Hmm? Masih keram perutnya? Mau ke rumah sakit dulu? "

Riky menggeleng, cowok manis itu meraih jemari Mahen yang sebelumnya mengelus helaian rambutnya.

"Maaf Riky ngerepotin, " Riky memang benci Mahen, karena cowok itu merusak masa Sekolahnya. Tapi ia juga tak bisa bohong jika terlampau dibuat nyaman dengan afeksi yang Mahen berikan. Mungkin Riky akan dengan segera singkirkan rasa benci pada sosok Mahendra.

"Enggak, Kamu nggak ngerepotin Kakak. Kamu tanggung jawab Kakak sekarang, " Mahen mencuri satu kecupan singkat pada kening Riky, cowok itu total abaikan seisi bus yang yang masih diisi beberapa orang selain mereka.

Mahen mana peduli jika ditatap aneh oleh orang-orang di dalam bus itu, dia tak merasa melakukan sebuah kesalahan.

"Kalau ngantuk tidur aja nggak apa," Mahen elus pipi Riky yang mulai tampak berisi itu dengan lembut.

"Enggak mau, nanti Kak Mahen nggak bangunin Aku dan malah gendong sampai rumah," sebulan bersama Mahen Riky sudah cukup hafal kebiasaan Mahen yang selalu enggan membangunkannya saat sampai di halte dekat bangunan rumah susun yang mereka tinggali, dan berakhir menggendongnya sampai unit rumah peninggalan almarhum Ayahnya.

"Terserah si cantik deh, tapi kalau ngantuk jangan di tahan. Kamu capek, Kakak tahu, " dan Mahen memilih mengalah. Toh pada akhirnya beberapa menit setelah ucapannya berakhir, Rikynya benar-benar tertidur, Mahen gemas sekali dengan cowok cantiknya ini.



Tbc

This Story [Heeki]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang