08

1.2K 100 5
                                    

Rumah ramai saat menjelang waktu sore, saudara-saudara Ayah Mahen datang satu persatu.

Mama sibuk di dapur dengan Bi Sri— ART keluarga Mahen— juga Riky yang ikut membantu sedikit karena Mama melarangnya melakukan banyak pekerjaan, namun lambat laun Riky akhirnya benar-benar tak lagi menyentuh pekerjaan apapun karena Tante dan Bibi Mahen yang sudah datang langsung menggantikannya, mereka semua tampaknya sepakat menyuruh Riky untuk diam dan duduk manis, tak melakukan banyak pekerjaan.

Riky yang lama-lama sedikit merasa bosan itu beranjak ke taman belakang rumah, amati bunga-bunga cantik milik Mama. Ingat jika bunga-bunga itu belum disiram dan Mama tampak sibuk, jadilah Riky ambil selang untuk menyirami bunga-bunga itu. Itung-itung menyingkirkan kebosanan karena tak melakukan apa-apa, Mahen juga tampaknya sibuk menyambut para sepupunya.

Si manis bernyanyi kecil selagi menyirami satu persatu tanaman di taman, ia biarkan angin sore menerbangkan helaian rambutnya.

"Aduh, den biar Bibi aja, " Bi Sri muncul tiba-tiba, buat Riky menoleh.

"Enggak apa—"

"Biarin bi, biar dia nggak diem terus kayak orang nggak tau kesibukan, " suara sinis Nenek Mahen memotong jawaban yang Riky lontarkan pada Bi Sri.

Riky mengerjap, berusaha mengulas senyum meski tak dibalas dengan benar.

"Hah..., harusnya cucuku dapat jodoh yang lebih baik, " Nenek pasang wajah menyesal, ucapannya seolah sengaja untuk ejek Riky.

Bi Sri menahan nafas, wanita itu terkejut dengan ucapan Nenek.

Riky tahu Nenek Mahen masih menganggap jika kesalahan yang dirinya dan Mahen perbuat adalah murni kesalahan Riky yang menggoda Mahen. Padahal Riky murni korban, dan bahkan kesalahan itu juga tidak murni kesalahan Mahen.

Riky gigit bibir bawahnya pelan, telapak tangannya usap perutnya yang mulai tampak menonjol, diam-diam ia meminta maaf pada calon anaknya karena harus mendengar kalimat menyakitkan itu.

"Bu," suara teguran Ayah terdengar, entah sejak kapan pria paruh baya itu berdiri di dekat Nenek.

"Kenapa? Karin jauh lebih baik untuk cucu Ibu, kalau anak itu nggak menggoda cucu Ibu—"

"Bu, udah, " Ayah berdecak, Ibunya ini sangat keterlaluan.

"Riky, udah mulai gelap dan angin malam nggak bagus. Masuk, Kamu dicari Mahen, " Ayah berucap pada Riky yang segera membalas dengan anggukan kecil, jujur si manis memang ingin cepat-cepat menjauh dari Nenek Mahen.

༶•┈┈⛧┈♛❃♛┈⛧┈┈•༶

"Cantik, dari mana aja?" Mahen tarik si manis untuk duduk di sebelahnya, sepupu-sepupunya tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing dan tak menyadari kehadiran Riky.

"Liat bunga, " Riky menjawab, tak menceritakan situasi yang dihadapinya tadi.

"Kamu belum minum susu? "

Riky menggeleng, Mahen mengacak gemas rambut Riky yang tadi sudah berantakan karena angin di luar.

"Kakak bikinin, " Mahen mulai berdiri, namun cekalan di tangannya membuat cowok itu menahan langkahnya.

"Nanti aja, selesai makan malam, " si manis mendongak untuk menatap wajah suaminya.

"Itu diminum tiga kali cantik, tadi siang Kamu belum minum, " jelas Mahen dengan sabar, ia tahu akhir-akhir ini Riky menolak minum susunya karena mual katanya, tapi itu harus diminum.

This Story [Heeki]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang