17

1K 104 37
                                    

Seminggu lebih. Hampir dua minggu malah, dan Mahen masih betah pejamkan matanya, seolah alam bawah sadarnya lebih menarik ketimbang bangun dan menyapa istri manisnya.

Riky tak pernah absen temani Mahen, ruang rawat Mahen bak rumah kedua baginya, tidur dan makan disana, enggan disuruh untuk pulang ke apartemen.

"Kakak nggak capek ya tidur terus?" Riky genggam tangan Mahen, meletakkannya di atas rambut hitamnya, ia rindu di elus kepalanya oleh Mahen.

Semakin lama Mahen tidur, makin besar juga rasa takutnya. Hanya tinggal hitungan hari anak mereka lahir, dan Mahen masih tertidur.

"Ky, makan dulu, lo dari kemarin makan dikit banget," Jeano yang hari ini dapat giliran menemaninya menjaga Mahen.

"Iya, nanti dulu"

"Ck, dari kemarin bilangnya nanti-nanti. Makan dulu, Kak Mahen nggak bakal seneng kalau lihat lo susah makan kayak gini," omelan Jeano akhirnya berhasil buat Riky beranjak dari kursi samping brankar Mahen.

Jeano tersenyum tipis sekali, menatap Riky dengan sorot sedih yang berusaha disembunyikan, tangannya menepuk pelan puncak kepala Riky.

"Jangan sering nangis, kalau Kak Mahen nanti lihat istri manisnya ini nangis pasti ikut sedih," Jeano berucap dengan nada lembut.

Jeano menggigit pipi dalamnya. Bohong. Sesungguhnya ia yang merasa sedih disini, melihat bagaimana Riky menangis tiap malam hatinya sukses dibuat nyeri.

Sebab, Jeano sungguhan mencintai Riky.

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Ada rasa kecewa dan marah dalam dirinya saat berita tentang insiden Mahen dan Riky sampai ke telinganya, Jeano marah pada Mahen, tapi setelah mendengar langsung cerita aslinya dari Mahen, Jeano sadar ia tak lagi punya hak untuk marah.

Jeano patah hati, jelas. Sebab sejak pertama kali ia lihat Riky saat si manis itu baru masuk kelas sepuluh, Jeano jatuh hati.

Jeano sering perhatikan gerak gerik si manis, terlampau menarik. Hal-hal kecil yang si manis itu lakukan selalu nampak lucu.

Tapi Jeano tak cukup punya keberanian, niatnya untuk mengenal lebih jauh selalu ia tahan, takut nantinya Riky merasa tidak nyaman.

Namun akhirnya, ini yang ia dapat. Fakta bahwa Riky diciptakan bukan untuk Jeano.

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Tengah malam, kondisi rumah sakit tampak sepi, lorong bersih dari eksistensi para pengunjung, perawat maupun pasien yang lalu lalang.

Mahendra berkedip sesuaikan cahaya, kepalanya terasa berat dan berdenyut.

Kernyitan halus hiasi keningnya, merasa asing dengan ruangan yang kini penuhi indera penglihatannya. Tolehkan pandangan ke samping kanan, ia bisa lihat istri manisnya tertidur berbantalkan tangannya, jejak air mata tampak mengering di pipi gembilnya.

Ah, Mahen buat Riky menangis lagi.

Tangan yang lebih tua terangkat, mengelus sayang puncak kepala istrinya. Alihkan pandangan ke sudut lain ruangan, ia bisa lihat ketiga sepupunya yang tidur di lantai beralaskan karpet, tidur tak beraturan.

"Kak Mahen?"

Mahen menoleh, tersenyum pada Riky yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Kakak lama banget tidurnya...," Riky sesenggukan lagi.

"Cantik, maaf Kakak bikin kamu nangis lagi," Mahen merasa bersalah, jemarinya dengan hati-hati menghapus genangan air mata yang meluncur bebas di pipi putih istri manisnya.

"Jangan gini lagi... Aku takut...," Riky genggam erat jemari Mahen, isyaratkan bahwa ia benar-benar merasa takut.





Tbc

Pendek tapi yg penting update :p

Aku nggak tahan sedih"an trus :( dan aku juga bukan penganut sad ending😔

This Story [Heeki]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang