"Aku tidak mendengar apa-apa—"
Ian kini beralih menggunakan tangannya membelai paha Jean dan memasuki dress tersebut.
"Hmmh..." respon Jean dengan sedikit desahan yang terlepas.
Tangan Jean pun terlepas dari mulut Ian beralih memukul kedua tangan nakal Ian yang sudah menyingkap dress pendeknya sehingga kini terekspos paha dan underware yang gadis itu pakai.
"Untuk jadwal besok pagi, aku akan meminta Michelle menemaniku karena biar bagaimanapun ini bukan ranah kau lagi, " Jean masih mengobrol dengan Belle melalu ponsel.
"..."
Jean tengah fokus dengan Belle namun Ian malah melingkarkan kedua lengannya memeluk badan Jean seraya menghirup dalam-dalam aroma Jean di leher gadis itu. Ian menghela napas panjang seraya memejamkan matanya merasakan betapa nyamannya kini, dirinya tak perlu takut tidak memiliki kesempatan bersama Jean lagi karena gadis itu berada dalam pelukannya sekarang. Hari-hari yang selama ini hanya menjadi angannya kini terwujud dan tentu saja Ian sangat senang.
"Baiklah, sampai jumpa besok pagi."
Yasmine Jean pun pada akhirnya menyelesaikan panggilan tersebut. Dirinya merasakan napas teratur Ian menerpa lehernya, "Tidur?"tanyanya.
Hanya gumaman Ian yang terdengar meresponnya.
"Aku harus pulang dan kau harus menyelesaikan pekerjaanmu," ujar Jean.
"Jean?"
"Hm?"
Ian melonggarkan pelukannya sembari membuat jarak agar dapat saling berhadapan, "Jangan tiba-tiba mengacuhkanku kembali."
Jean tertawa kecil lalu tersenyum sambil menangkup wajah Ian,"Saat itu aku benar-benar mabuk sampai tidak mengingat wajahmu."
"Kau melupakan wajah tampan ini?" Ian tak percaya mendengar hal ini dari bibir seorang wanita. Ini adalah pertama kalinya ia mendengarnya.
"Bukankah yang terpenting kau mendapatkanku lagi?" tanya Jean.
Ian tersenyum lebar, "Bagaimana akhirnya kau menyerah padaku?"
Jean memperbaiki penampilan rambut Ian dengan tangannya sementara Ian tak henti hentinya tersenyum memandangi wajah serius Jean menata helaian rambutnya.
"Karena kau begitu tampan dengan kemeja hitam, dua kancing teratas terbuka dan lenganmu tergulung hingga siku serta ekspresimu saat melihatku," jawab Jean dengan jujur.
"Bagaimana menggambarkan ekspresiku?"
Jean membelai pipi Ian seraya menatap sepasang mata lelaki itu, "Kau sudah tergila-gila padaku dan akan mengejarku hingga aku bisa kau taklukan. Jika sudah mendapatkanku perasaan itu akan hilang, jadi aku menebak kau orang yang berambisi kuat."
"Apakah seperti itu?" Ian bertanya ragu. Ada perasaan tak setuju tetapi di sisi lain penggambaran Jean sangat akurat mengenai dirinya.
"Ya, kau."
"Jadi, kau tetap menerimaku dalam hubungan tanpa status ini?"
Jean tertawa kecil, "Selama aku tidak keberatan meladenimu, tidak ada masalah denganku. Jika nanti kita saling meninggalkan, tidak akan menjadi masalah besar kan?"
Ian tampak terdiam sebentar lalu mengangguk pelan menyetujui ucapan Jean.
"Bagaimana dengan sebuah alasan?"
"Jangan meminta penjelasan apapun," tegas Jean.
"Oke setuju,"
Jean mengecup bibir Ian sekilas — itu rencana awalnya namun Ian sudah memegangi tengkuk Jean lalu mendorong dan melumat bibir mungil itu. Ian menyesapnya lalu melumat lagi dan lagi kemudian lidahnya memasuki mulut Jean bermain-main di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Scandal
Lãng mạnKisah seorang pria dan wanita melakukan 'one night stand' hingga menimbulkan skandal besar di pertemuan pertama mereka. Tak seperti skandal-skandal mereka lainnya yang bisa mereka lepas dibantu oleh campur tangan keluarga besar, kini mereka harus me...