Setelah mandi dan mengompres kening dengan air dingin, aku duduk di depan televisi bersama Mia. Kukira keningku akan baik-baik saja dan segera sembuh, tapi ternyata tidak. Jam weker kecil itu justru meninggalkan bekas biru dan agak bengkak kecil. Nyeri. Hantu itu benar-benar keterlaluan. Awas saja kalau bertemu nanti!
“Kak Mona?”
Aku menoleh. Mia memindai penampilanku dan berhenti lama di wajah seolah sedang menilai serius. “Kakak bikin poni?”
Hum, ya. Aku juga membuat sedikit poni. Bukan. Bukan poni seperti Dora, hanya sedikit poni tipis yang kubuat untuk menutupi memar di kening.
Padahal aku tidak pernah membuat rambutku berponi, karena aku tidak suka. Kalau sampai Kak Auston tahu, entah bagaimana jadinya nanti.
“Ooh..., ini Cuma biar fresh aja. Ganti suasana gitu.”
“Mending gak usah, Kak. Fresh enggak, aneh iya.”
Asyem. Hanya gumaman acuh yang terlontar dari bibirku. Terlalu malas menganggapi Mia. Bukannya pujian yang kudapat malah hinaan macam begitu.
Saat aku sedang fokus menonton televisi dan mengunyah keripik, Kak Auston muncul dan tiba-tiba mematikan televisi. Aku dan Mia memekik serempak. Hei! Padahal sedang seru-serunya.
“Ngapain sih, Kak?!” Kukira Kak Auston hanya sedang iseng seperti biasa dan akan tertawa jahil setelahnya. Tapi yang kudapat justru tatapan tajam.
“Kenapa di matiin, Kak?”
Bahkan Mia yang bertanya saja diacuhkan. Lelaki itu sepertinya memang sedang ada masalah. Mungkin di acara kondangan tadi, bisa saja, kan?
Aku melirik Mia lewat ekor mataku seolah bertanya kenapa tuh? dan Mia hanya mengedik acuh.
“Teman kamu jadi ke sini?”
Sepertinya pertanyaan itu untukku. “Iya, tapi udah selesai kok tugasnya.” Ya benar, tugas maksudku itu ya benar-benar 'tugas' dalam tanda kutip.
Lalu dia diam sejenak. Tapi tatapan tajamnya tak lepas dariku. Tentu saja itu membuatku mendadak berdebar. Takut kalau kakakku itu ternyata, tahu apa yang kulakukan tadi.
Astaga! Pokoknya jangan sampai dia tahu. Mia saja menunduk sambil mengunyah pelan keripiknya. Padahal biasanya dia paling berisik kalau urusan kunyah-mengunyah. Dia sepertinya tidak berani membuat suara karena takut membuat Kak Auston tiba-tiba menyembur.
Bocah itu melirikku takut-takut seolah mengatakan lewat ekor matanya, kak Auston kenapa serem gitu ya? dan kujawab dengan menipiskan bibir seraya menggeleng samar.
“Sejak kapan rambut kamu diponi begitu?”
Aku mengerjap kikuk. “Em..., tadi siang. Temenku bilang biar fresh aja gitu.” Jawabku sambil terkekeh pelan.
Tapi Kak Auston tetap diam dan itu membuatku semakin takut kebohonganku akan terbongkar.
“Bukannya kamu gak suka rambutmu di poni? Katanya kayak anak kecil. Terus kenapa malah nurut kata temenmu?”
Haish! “Ung..., sekali-sekali ganti gaya, Kak.” Aku berusaha untuk percaya diri dengan jawabanku. Kalau gugup, aku yakin dia akan tahu kalau aku hanya membual saja.
Kemudian, ucapan dari bibirnya membuat jantungku seakan berhenti berdetak. “Buka ponimu.”
Aku mematung. “Kenapa, Kak?”
“Kakak bilang buka ponimu. Dijepit aja.”
Haduh. “Em..., aku mau pake poni, mosok gak boleh?”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friendly Ghost
ParanormalAku tidak pernah menyangka jika rumah peninggalan orang tuaku, ternyata sudah lebih dulu berpenghuni sebelum kami datang. Aku bukan seorang indigo. Apalagi memiliki kemampuan sixth sense. Tapi entah kenapa, aku justru bisa melihat dia, Hantu seorang...