1

8 2 0
                                    

"Lo masih SMP, masih bocil! Kenapa lo nonton ginian, Diva?"

Cowok yang berusia 17 tahun kini sedang merampas handphone milik Diva, yang tak lain adalah adiknya.

Diva turun dari tempat tidurnya, menghampiri cowok itu untuk mengambil balik ponselnya.

"Bang, siniin hp Diva ... Diva panggil mami papi nih!"

Melihat adiknya yang meloncat-loncat untuk mengambil handphone, ia mendengus kasar. "Jawab pertanyaan Abang dulu, siapa yang ajarin lo nonton ginian?!"

Devan menghela napas frustrasi kala sang adik tak mengeluarkan sepatah katapun, malah nampak merebut handphone.

Tak kalah berontak, handphone adiknya ia masukkan ke dalam kantong seragam putih sekolahnya yang ia pakai saat ini.

Haruskah Devan melaporkan masalah ini pada orang tuanya? Mana mungkin ia membiarkan adiknya ini menonton film porno, adiknya masih berusia 14 tahun sedangkan film itu hanya untuk orang yang berusia 21+.

"Ahh, pasti ajaran dari ketiga teman lo itu! Iya, kan? Miris-miris, setelah lulus SMP nanti lo nggak bakal Abang biarkan bisa kumpul sekolah sama mereka!"

Diva berdesis pelan. "Iya deh, Diva ketahuan," ucapnya nampak pasrah. Namun beberapa saat kemudian ia lekas menggenggam kedua tangan Devan. "Abang janji ya, janji jangan beritahu mami papi!" mohonnya dengan menatap cowok itu penuh harap.

"Enak aja janji sama Abang. Lo harus nurutin syarat Abang dulu!"

Diva berdecak sebal sambil melepaskan genggaman tangannya pada Devan. "Apa?"

"Pertama, jangan nonton ginian lagi. Kedua, lulus SMP nanti dan mau masuk SMA, biar Abang yang cari tempat sekolahnya. Lo nggak akan Abang biarkan bisa kumpul sekolah sama mereka. Aneh aja masih bocil udah tau gituan."

"Oke apapun syaratnya Diva terima, yang penting mami papi nggak tau. Dan Abang bilang apa tadi? Diva bocil? Oh, halo! Abang harus banyak-banyak terima kenyataan deh kalo adik lo ini udah nggak bocil lagi! Diva udah gede, udah puber, payudara udah besar nggak kayak dulu lagi. Dan Abang bilang Diva bocil?" Diva menggelengkan kepalanya dengan angkuh. "Benar kata orang, di mata keluarga kalo anak bungsu jika remaja, dewasa, tetap aja dianggap masih bocil. Perlu Diva jadi kecebong biar nggak jadi bocil?"

Diva memutar badannya sedikit, dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada, ia berdecak kesal. "Udahlah, Diva udah lama nunggu Abang siap. Sekarang ayo antarkan Diva ke sekolah!" ketusnya.

Devan melirik sinis adiknya. "Dih, labil."

•°•°•°•

"Masih kuingat selalu ... saat kau berjanji padaku ... takkan pernah ada ... cinta yang lainnya ... terasa begitu indah ...."

"Tapi semua berbeda ... saat kau kenali dirinya ... sadarkah dirimu ... diriku terluka ... saat kau sebut namanya ...."

Lagu Manusia Biasa pencipta Yovie and Nuno kini dinyanyikan oleh keempat cewek SMP yang menginjak kelas IX.

Sadar ada banyak yang memperhatikan, keempat cewek itu merasa bodo amat saja.

Di koridor menuju kelasnya, keempat cewek itu terus saja bernyanyi hingga menimbulkan gema di sepanjang koridor. Mereka terus berjalan dengan saling merangkul.

Sadar salah satu dari keempat cewek itu ada yang menangis, ketiga cewek lainnya meninggikan nada nyanyiannya.

Cewek yang menangis ini bernama Mona Agrista. Diantara keempat cewek itu yang lebih menonjol adalah Mona, rambutnya yang pendek di bawah telinga dan berponi, ditambah bibirnya yang merah menyala. Dia adalah ketua dari geng Girlmitid, di mana anggotanya adalah mereka berempat.

Dear FigamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang