18

3 2 0
                                    

"Selamat sore, Figam!" teriak Diva mengagetkan dua orang yang sibuk mengobrol dihadapan sana.

"Eh, ada maaami!" teriak Diva lagi lalu berlari dan memeluknya.

"Aduaduh, udah kayak gak ketemu setahun aja Diva ini. Jangan teriak-teriak, ini rumah sakit bukan hutan habitatmu!" ujar Kamalia.

Diva melepaskan pelukannya sambil cengar-cengir gak jelas. "Apaan sih, mam!"

Devan meletakkan toteback ke meja yang tersedia. Ruangan ini memang difasilitasi meja, tv, wc, kamar, mandi, yaa sebagaimana fasilitas ruang VIP.

"Oh ya Gam, ini ada pakaian baru, gue siapin duluan buat lo pake pulang dua hari nanti."

Figam meliriknya lalu berdehem patuh. "Terima kasih, ya."

Devan membalasnya dengan dehaman. Pagi tadi juga, setelah papinya keluar dari ruangan Figam, Devan diberitahu oleh papinya tentang keputusan Figam, ia juga tak dapat memaksanya. Devan hargai dan ia akan berusaha semaksimal mungkin agar Figam melupakan traumatisnya akan kenangan buruknya itu dan membuatnya bahagia walau hanya tiga hari.

Diva melihat kondisi Figam dari atas sampai bawah, melihat Figam tak mengenakan selang oksigen dan hanya mengenakan selang infus sekarang membuat Diva sedikit tenang.

Sedikit demi sedikit, Figam bakal kembali seperti biasa.

"Oh iya Diva, sini duduk dulu! Ada yang pengin Mami omongin sama kamu."

Diva diam menurut, setelahnya Kamalia menatap Figam sebentar.

"Papi, Mami, dan Devan, memutuskan untuk membawa Figam ke rumah dan tinggal sementara selama tiga hari sesuai pilihan Figam pada papi." Kamalia mengelus kepala belakang Diva lembut sampai ke ujung rambut. "Kamu gak keberatan, kan?"

Diva sedikit kaget, namun diam-diam ia menyembunyikannya.

Pelan-pelan, Diva melirik Figam yang menatapnya juga.

Diva tentu menerimanya, namun bagaimana dengan perasaannya yang kadang gak sesuai logika akhir-akhir ini?

Sedangkan Figam, ia sedikit kaget mengetahui jika Diva belum diberitahu akan hal ini. Mungkin Diva juga belum mengetahui tentang keinginan mereka bertiga yang ingin menjadikannya sebagai anggota keluarga tetap. Ya, Diva memang tidak mengetahui semuanya entah karna alasan apa. Yang pasti jika dikenali, Diva memang orang yang kadang keras kepala dan semaunya.

"Diva setuju, Ma."

Figam menatap lekat Diva, mencari celah apakah Diva tulus menerimanya tinggal selama tiga hari di rumahnya.

Kamalia tersenyum bangga lalu memeluk Diva sebentar. "Thanks ya, Div!"

"Santai aja kali, Ma, orang cuma tiga hari. Tiga hari nanti juga Diva dan Figam belajarnya di rumah, kan enak bisa sambil nonton, nyemil, santai," ujar Diva membayangkannya saja sudah seenak itu.

Devan menatap aneh adiknya. "Dih, semerdeka lo dah yang penting paham sama pelajarannya."

Diva membanggakan dirinya pada Devan lalu menatap Figam.

"Gimana kondisi lo sekarang?"

"Buta? Lihat pake mata tuh Figam lagi baring di rumah sakit. Yang namanya di rumah sakit, ya sakit lah." Bukan Figam yang menjawab, melainkan Devan.

Diva berdecak pelan sedangkan Kamalia terkekeh.

"Gini nih, Figam. Di rumah kek dimana, ada aja yang diributin. Tapi tenang aja, mereka sama-sama perhatian, kok," ungkap Kamalia lalu diangguki Figam.

"Lo yang gak tahu basa-basi!" lawan Diva tak terima lalu menatap maminya.

"Mami boleh keluar sama Devan beliin apa gitu buat Diva makan atau nyemil. Sekalian ada yang mau Diva omongin pribadi sama Figam," pinta Diva sembari melirik Devan tajam.

Dear FigamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang