6

4 2 0
                                    

Sesampainya di perpustakaan, Figam mengajak Diva untuk duduk di bagian paling ujung pojok belakang perpus, tempat kesukaan Figam membaca. Juga jika berbicara panjang lebar, pengawas tak dapat mendengarnya karena luas dan banyak barang selain buku yang berjejer.

Di sana Figam sudah duduk terlebih dahulu dengan membawa sebuah buku filosofi, disusul dengan Diva yang membawa sebuah komik bergenre thriller.

Diva duduk berhadapan dengan Figam.

"Ini pertama kalinya gue ke sini bukan karena tugas kelas." Diva membuka lembaran pertama komik tersebut yang menampilkan perkenalan tokoh utama.

"Gam, lihat deh. Tokoh utamanya mirip kayak lo!" Dengan antusias Diva memperlihatkan komik tersebut pada Figam.

Figam melihatnya sekilas, lalu kembali membaca buku filosofinya.

"Mending lo baca buku non-fiksi, Va."

Diva mengernyit heran mencerna ucapan Figam barusan.

"Lo tau sendiri kan kalo gue gak suka baca non-fiksi, apalagi buku ilmiah."

"Makanya lo gak pintar-pintar."

Kesal, Diva tak bisa menahan emosinya. Udah berani lo ya! "Heh, lo harus tau, walau gue gak pintar masalah pelajaran, gue pintar dalam bela diri, olahraga, masak, juga pintar bersosial!"

Figam melepaskan topi yang sedari tadi menutup ekspresinya. Figam menatap Diva dalam, "Jadi lo pengen gue puji?"

Diva tersenyum miring. "Lo juga?"

Figam menarik sebelah alisnya.

"Boleh gue komentarin lo, Figam?"

Tanpa menunggu persetujuan Figam, Diva lekas berkata, "Dear Figam, lo itu ganteng. Rambut, dahi, rahang, alis, mata, bulu mata, hidung, bibir, sangat sempurna. Lo juga pintar, sayangnya ketutup sama postur tubuh, penampilan, dan sikap lo. Coba deh diubah, pasti semua cowok di sekolah kita kalah ngelawan lo."

"Gue hidup nggak butuh pujian, tapi makasih atas komentarnya."

Ada perasaan sakit di dada Diva usai mendengar ucapan Figam, Diva jadi merasa bersalah. "Maaf atas ucapan gue barusan."

"Dengan senang hati, lagian hal itu udah sering gue dengar selain lo."

Diva menatap sendu Figam, dihadapannya kini Figam sedang menikmati bukunya.

"Maaf ganggu waktu baca lo, tapi boleh gue tau lebih dalam soal lo?" jujur Diva.

Figam menutup buku bacaannya, kini beralih menatap Diva datar.

"Kenalin, gue Aideen Afigam Alvareza."

Diva mengernyit heran. Bukannya kita udah kenalan dulu dan kemarin? Kenalan macam apalagi ini?

"Kalo pengen lebih dekat, kita kenalan lagi dengan versi yang beda," ujar Figam.

Diva mendengus pelan. "Aneh lo, lagian lo pasti dah tau nama panjang gue," gerutunya pelan, namun dapat didengar Figam selagi volumenya bukan sekecil semut.

Tak ada sahutan dari Figam, membuat Diva lekas menghilangkan aura canggungnya.

Diva membalas jabatan tangan Figam. "Siapa sih yang gak kenal gue. Kenalin, Diva Aliya. Senang berkenalan tiga kali sama lo."

Usai perkenalan tersebut, Figam maupun Diva kembali membaca buku dengan tenang hingga kembali ke kelas usai bel masuk kelas berbunyi.

•°•°•°•

Di sela jam pelajaran berlangsung, Diva sama sekali tak memperhatikan pembahasan guru tersebut.

Diva memijit keningnya, beberapa menit lagi bel pulang sekolah akan berbunyi.

Dear FigamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang