5

3 2 0
                                    

Sebuah jaket tebal berwarna hitam baru saja kembali pada sang pemilik.

Tanpa berharap agar cowok itu menatapnya, ia berucap, "Sekali lagi makasih. Jaketnya udah dicuci juga."

Ada yang berbeda hari ini, ah, ini memang Figam yang dikenal semua orang. Cowok dengan topi usangnya.

"Untung gak di pakein kacamata, kalo iya, maka cupunya next level," gumam Diva pelan sekali.

Melihat cowok itu yang masih diam dengan menundukkan kepala, Diva menghela napas panjang.

"Btw, di mana beli jaketnya?"

"Nggak beli, jaket itu pemberian paman gue."

Diva mengangguk paham, kedua tangannya bersidekap di bawah dada, menatap orang-orang yang mulai berdatangan setelah ia masuk, karena kelas masih sedikit sepi dan Diva merasa bosan di dalam, ia pun memutuskan untuk keluar. Mungkin saja di koridor ia akan bertemu dengan teman-temannya.

Baru saja menjauh dari kelasnya, ketiga cowok menyebalkan itu kembali datang dan mengganggunya.

"Ahik-ahik-ahik! Cewek cantik nggak boleh sendiri!" seru ketiga cowok itu sambil mengelilingi Diva, tak lupa mengucapkan kalimat tadi berulang kali.

Diva berdecak sebal. Tak peduli seberapa banyak yang memperhatikannya, ia lekas menarik salah satu kerah baju cowok itu.

"Mau apa lagi, asu!" geram Diva lalu mendorong cowok itu dengan kesal.

Cowok berbadan gemuk itu sontak terduduk di lantai akibat dorongan Diva.

"Ahik-ahik-ahik, cewek galak nggak boleh cantik!" ucap Rino sambil melepaskan ikat rambut Diva yang terkuncir kuda.

"Apasi, anjing, nggak jelas!" kesal Diva dan cowok itu malah makin menjadi mengoloknya.

Diva mendesis sambil merebut ikat rambutnya, tetapi Rino malah melemparnya pada Bima si cowok mesum.

"Balikin punya gue!" geram Diva sambil menghentakkan kakinya kesal.

Bima diam menatapnya datar sambil memasukkan ikat rambutnya ke dalam saku celana.

Sangat menyebalkan!

"Kalian mau apa, sih? Kemarin kan udah gue beliin CD kudasai kimochi favorit kalian!" desak Diva dengan kedua tangan yang berkacak pinggang.

Riko si cowok yang sama mesumnya dengan Bima menyeringai. "Beliin itu nggak cukup, Div. Gue itu pengen dibeliin orang yang sama persis kayak lo biar bisa anuan," ujarnya diakhiri alis yang naik turun.

"Najis, amit-amit, jangkrik!" maki Diva lalu melangkah pergi. "Pagi-pagi udah bikin emosi," geramnya pelan.

"Diva nggak sepolos yang kalian pikirin, kawan!" Ucapan itu sontak membuat Diva berhenti melangkah.

"Diva itu bagian dari kami. Itu artinya Diva juga bisa ngelakuin apa yang kami lakuin. Kekurangannya cuma satu, pacaran," ujar Mona diakhiri kekehan.

Dhea tertawa. "Kasian, nggak bisa pacaran."

"Apa sih, jangkrik lo semua!" sarkas Diva mengalihkan pandangannya.

Ketiga cowok usil itu entah sejak kapan sudah hilang ditempat.

"Sabar Div, walau lo nggak dibolehin pacaran sebelum SMA, lo hebat bisa nahan diri. Nggak kayak mereka yang udah bolong, ups, canda janda," ujar Alin sambil melingkarkan tangannya ke pundak Diva.

"Heh, bolong apaan? Gue masih suci, anjir!" lawan Mona diikuti Dhea yang mengangguk-angguk.

Alin menatap Mona dan Dhea dengan ekspresi imut, seolah merasa paling tak ada dosa diantaranya. Sejujurnya, dia hanya bercanda.

Dear FigamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang