a p o l o g i z e
"Udah setengah tahun nikah, kok kamu belum isi, Gai?""Gimana mau ngisi, disentuh aja kayaknya gak mungkin, Damava mana ngerti gituan."
Gaia tercekat, ia hanya tersenyum tipis saat mendengar perkataan kedua tetangganya yang baru saja datang untuk membeli sayuran pada tukang sayur keliling dan kebetulan Gaia sudah datang lebih dulu, tentunya agar tidak lebih lama mendengar pertanyaan yang memojokkan suaminya dari mulut-mulut para tetangganya.
"Kamu kok ya mau sama Damava? Kenapa gak sama Jehano aja? Lebih baik sama Jehano."
Hati Gaia sedikit meringis nyeri mendengar penuturan tetangganya itu. Jehano lebih baik katanya? Apa mereka kenal baik dengan Jehano Pranadipta itu?
"Mm, saya duluan ya." Pamit Gaia setelah menyerahkan uang yang harus ia bayarkan untuk belanjaan pagi ini, tanpa menjawab secara lisan atas pertanyaan yang dilontarkan kedua tetangganya itu.
Dengan langkah cepat Gaia memasuki gerbang rumahnya dan tidak lupa menutupnya sebelum memasuki pintu utama rumahnya, rumah Dipta lebih tepatnya.
Klek
Kedua mata Gaia membulat sempurna bersamaan plastik belanjaannya yang terjatuh saat ia membuka pintu utama lebar-lebar, ia berjalan tergesa-gesa menghampiri dua Dipta yang tengah duduk di depan tv dengan salah satu dari mereka memakan permen.
"Jehan, kamu apa-apaan sih?!"
Jehano juga Damava menoleh saat Gaia berseru bahkan merampas beberapa bungkus permen yang ada di dekat Damava.
"Apa?" Saut Jehano tanpa terlihat memiliki kesalahan padahal dirinya memberi makanan yang tidak seharusnya diberikan pada penyandang autis seperti Damava, Kakaknya.
"You crazy, huh?! Dama gak boleh makan permen!" Seru Gaia yang memaksa Damava membuka dan merogoh permen yang sudah ada di dalam mulut pria Dipta itu, tanpa perasaan jijik tentunya Gaia lakukan demi kesehatan suaminya itu.
"Dia yang memintanya padaku, hei? Kamu menyalahkan aku?"
Gaia menoleh ke arah Jehano, "Are you sane? f you're sane, you know Dama isn't allowed to eat candy."
Jehano mendengus kesal, kenapa Gaia begitu marah? Padahal Damava terlihat fine saja setelah memakan beberapa bungkus permen.
"Aia.." Cicit Damava yang memproses kejadian, pasal kenapa Gaia berseru pada Adiknya, pada Jehano. Ditambah Gaia berseru dengan bahasa asing, bahasa yang tentunya tidak dimengerti Damava dan itu yang membuat Damava bingung. "Aia.. marah?" Tanya Damava saat Gaia menatapnya.
Gaia menggeleng pelan sebelum mengusap wajah Damava yang kebingungan, "Ayo ke kamar." Ajaknya sembari menuntun Damava menuju lantai dua, meninggalkan Jehano yang tanpa ia tau tengah yang menatap kesal ke arahnya, ke arah Damava lebih tepatnya.
"Umurnya tidak akan pendek hanya karena memakan permen, sial."
a p o l o g i z e
"Duduk."
Damava mengerjap polos saat Gaia memintanya duduk dengan nada terkesan ketus. Meski begitu, Damava menuruti perintah Gaia untuk duduk di tepi ranjang sedangkan Gaia berjalan menuju lemari dan kembali ke hadapan Damava dengan menenteng bajunya.
"Kenapa?" Tanya Damava.
"Lepas, Dama, bajumu kotor terkena coklat." Titah Gaia, kali ini dengan nada pelan, amarahnya sedikit mereda meski masih begitu marah pada Jehano yang rupanya tak hanya memberi Dama permen saja tetapi coklat jugaㅡDua makanan yang seharusnya tidak boleh dikonsumsi Damava.
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. APOLOGIZE
FanfictionSiapakah yang bersalah? Siapakah yang harus meminta maaf? Dan, kepada siapakah harus meminta maaf?