Sepasang netra polos itu mengerjap berulang kali saat hatinya terasa tidak suka melihat dua orang tengah bencengkraman di dapur; adiknya memeluk istrinya.
"Mengapa Jehan memeluk Aia?"
Kedua orang yang tadinya berpelukan berbalik menatapnya dengan dua makna tatapan yang berbeda.
"Dama.."
"Mengapa?" Tanya Damava lagi, dirinya mencoba memahami apa yang dilakukan Adiknya dan Istrinya di dapur pagi menjelang siang ini. Dirinya mencoba memahami, mengapa dadanya terasa begitu terbakar saat melihat adegan tadi, mengapa?
Gaia menggeleng, ia melirik JehanoㅡOrang yang memeluknya secara tiba-tiba itu dengan tatapan penuh kekesalan. "Dama, apa yang kamu lihat itu semuanya tidak sesuai kejadiannya." Jelas Gaia melangkah mendekati Damava yang tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri.
Damava mengrenyit, "Lalu.. yang terjadi Aia dan Jehan apa?"
Gugup melanda, Gais mendadak gugup. Bagaimana bisa ia menjelaskan tentang apa yang terjadi pada dirinya dan Jehano yang sebenarnya pada Damava?
"Jelaskan Aia." Pinta Damava dengan nada memaksa seperti anak kecil.
Deheman singkat terdengar dari Jehano yang masih berdiri di dekat meja dapur; Gaia menoleh was-was, takut apabila pria ituㅡ
"Sebenarnya Gaia itu tidak suka Kakak, Kakak merepotkan."
Gaia tertegun dengan kedua mata membelak sempurna saat Jehano menyelesaikan kalimatnya secara lancar tanpa memiliki rasa malu barang sedikitpun, "Jehano!"
"Aia tidak suka Dama?"
"Bukan begitu.. Dama, jangan percaya dengan apa yang dikatakan Jehano." Sanggah Gaia yang mencoba menyakinkan Damava yang nampak ingin menangis; Mata sulung Adipta itu memerah dan berkaca seakan siap meluncurkan bulir bening.
"You are out of your mind, I hate you, really.. Jehano!"
Jehano yang mendapat makian begitu dari mulut manis Gaia hanya membalas dengan senyum tipis yang sama sekali tidak gubris oleh Gaia; Nyatanya wanita itu meninggalkannya sendirian di dapur demi menyusul Damava yang berlari menuju kamar sembari terisak, rupanya pria Autis itu sakit hati.
"Maaf, Kak.. meski Kakak merelakan hak harta pewaris Adipta padaku, aku tidak akan merelakan Gaia pada Kakak."
a p o l o g i z e
Tok.. tok.. tok..
"Dama, aku mau jelasin jadi tolong buka pintu kamarnya."
Damava terduduk di depan pintu kamar dengan memeluk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena tangis, ia bahkan menyeka air matanya asal-asalan tanpa tau bahwa pipinya sampai memerah karena usapan kasarnya.
"Dama.."
"Pergi Aia!" Usir Damava, dia benar-benar dibuat mengerti secara jelas lewat pernyataan singkat dari sang Adik.
"Dama gila, iya, mereka bilang benar kalau Aia cocok lebih dengan Jehan.. bukan Dama gila ini." Cercanya berantakan, dadanya sedikit sesak mengingat memori yang ada didalam kamarnya; Memori dua hari lalu.. di mana Aia mengajarinya sebuah ciuman dan berakhir menjadi adegan hubungan sahㅡDamava masih mengingat itu, mengingat Gaia yang memanggil namanya dengan nafas terengah.. oh, tidak, Damava bisa benar-benar gila jika mengingat adegan itu.
Di balik pintu kamar, Gaia menggigit bibir gelisah karena takut jika Damava akan melakukan hal di luar nalar saat sedang bersedih seperti ini; Sebelumnya Damava tidak pernah sampai mengurung diri di dalam kamar jika Jehano menyatakan hal kasar, tapi, untuk kali ini..
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. APOLOGIZE
FanficSiapakah yang bersalah? Siapakah yang harus meminta maaf? Dan, kepada siapakah harus meminta maaf?