VOTE YAAA.
a p o l o g i z e
"Gugurin sendiri atau aku yang menggugurkannya?"
Gaia menangis sejadi-jadinya setelah Damava memberikannya obat peluruh dan pergi meninggalkan dirinya menangis sendirian di dalam kamar sampai detik ini juga, ia menatap takut obat peluruh yang ia letakan diatas nakas, ia takut jika setelah meminum dan berhasil meluruhkan dan nanti setelahnya ia tidak akan bisa mengandung lagi, ia juga takut jika kedua mertuanya kecewa.
"Maafkan Ayahmu.."
Cklek
"Sudah?"
Tegang, Gaia mendadak tegang dan enggan menjawab saat mendengar intrupsi dari pintu yang baru saja dibuka bersamaan dengan suara rendah dan datar milik suaminya.
"Aku tanya, sudah?" Ulang sang suami penuh tekanan sembari berjalan mendekati menunju sisi ranjang tempat Gaia berbaring membelakangi pintu kamar mereka.
Gaia mengusap air matanya sebelum merubah posisi menjadi duduk dan menatap Damava yang berhenti di depan sisi ranjang.
"Belum juga?" Tanya Damava spontan saat melihat obat peluruh yang ia berikan masih tersegel di atas nakas.
Damava beralih menatap datar Gaia yang menunduk, "Kamu mau jadi pembangkang seperti tipe idaman Jehano Pranadipta?"
"Kak.."
"Jawab, kenapa belum kamu minum?"
Gaia menggeleng, "Aku gak mau.. aku gak tega, bayiku gak ada salah sama Kakak." Jelasnya.
"Oh, kamu minta aku yang gugurin bayi itu?"
Gaia menatap bingung Damava yang berjalan menuju lemari; membuka laci dan mengeluarkan bius yang langsung membuat kedua mata Gaia membulat sempurna, ia beranjak menuju pintu, berniat membuka pintu kamarnya yang rupanya dikunci oleh Damava dan kuncinya berada di dalam saku celana pria itu.
"Kak!" Seru Gaia keras, berusaha memohon pada Gaia yang berjalan menghampirinya bahkan menyeretnya kasar menuju ranjang.
Gaia menggeleng pelan, kembali menangis saat tubuhnya dihempas kasar di atas ranjang, Damava bahkan mengikat erat kedua kaki dan tangannya dengan tali yang ia simpan di bawah ranjang.
"Diam di tempat atau Jehano tiada, Gaia." Ancam Damava tegas saat sudah selesai mengikat erat kedua tangan serta kaki Gaia pada sisi ranjang.
Gaia semakin menangis saat Damava mempersiapkan biusnya, "Kakak jahat!"
"Lebih jahat mana dengan orang yang bermain di belakang orang Autis?"
a p o l o g i z e
Jemian meremas kuat surainya, ia frustasi sendiri saat melihat pintu ICU masih tertutup rapat tanpa adanya suster atau Dokter yang tak kunjung keluar dari ruangan intensif itu sejak tiga jam lalu.
"Tenang, Je."
"Tenang gimana?! Jehano sekarat di dalam!" Seru Jemian tidak kuat menahan tangisnya ketika ingatan tentang Jehano selama beberapa hari ini terputar. Sudah terhitung sebulan lebih Jehano di rawat inap sejak pria Pranadipta itu divonis sudah mencapai tahap stadium empat. Miris, "Gue udah feeling Jehano bakal masuk ICU karena akhir-akhir ini dia banyak diem dan gak banyak tanya tentang keadaan Gaia sama Damava."
"Bukannya dia emang diem aja? He never complains about his illness to us, right?" Balas Hassan dengan dengusan kesal diakhir kalimatnya, "Dia bahkan masih sempet-sempetnya ngurus kantor sampe lupa obatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. APOLOGIZE
FanficSiapakah yang bersalah? Siapakah yang harus meminta maaf? Dan, kepada siapakah harus meminta maaf?