Bab 23

259 21 21
                                    

Bismillah

HAPPY READING💙🖤🤎.
.
.
.

lama ga jumpa hehe…
gimana kabar kalian?
bab ini bab spesial sebagai permintaan maaf karena berbulan-bulan menghilang..
bacanya pelan-pelan jangan lupa vote dan komen, okay??

Selamat membaca......

Di sebuah kamar tidur yang temaram, hanya diterangi dengan cahaya sinar rembulan yang menyelinap melalui celah-celah tirai. Sepasang pengantin baru tengah berbaring di ranjang kamar milik keduanya. Sudah tiga bulan sejak mereka menikah, sebuah pernikahan yang dipaksa oleh keadaan, sebuah kecelakaan yang mengubah arah hidup mereka.

Perempuan itu, dengan perut yang mulai membuncit perlahan duduk di tepi ranjang. Dengan tatapan kosong pikirannya melayang jauh. Bayang-bayang masa lalu masih kerap menghantui pikirannya.

Arzhel yang terlelap merasa terganggu oleh pergerakan lembut di sebelahnya. Matanya perlahan terbuka melihat istrinya masih terjaga.

"Kenapa belum bobo?" tanya Arzhel dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.

Gaendhis tersentak sedikit lalu menoleh, tersenyum tipis berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Ga mikirin apa-apa kok, bobo aja ga usah mengkhawatirkan aku, mas."

Arzhel bangkit dari posisi tidurnya, duduk di samping istrinya. Mengusap lembut punggung Gendhis, mencoba memberikan rasa tenang. "Aku ga suka di bohongin ya. Mikirin apa? Ayo cerita kita obrolin berdua biar kamu nya ngerasa lebih baik," tegasnya pada Gendhis.

Gendhis menundukkan kepalanya, ia tatap mata Arzhel dengan mata berkaca-kaca. "Aku cuman ngerasa sedikit cemas tentang masa depan kita. Gimana ya nanti kita ngelewatin semua ini sama-sama," ujarnya.

"Kita udah ngelaluin banyak hal dalam tiga bulan terakhir, yang namanya rintangan itu pasti selalu ada sebisa mungkin kita hadapin bersama ya. Ga ada juga yang perlu kamu khawatirkan, because I will always be here with you," ucapnya sembari tersenyum menenangkan.

Arzhel menggeser posisi tubuhnya, mendekat sedikit tanpa terlalu memaksa. Tangannya terulur menyentuh perut buncit milik istrinya. "I'm here for you and this baby, don't worry too much," imbuhnya dengan suara lembut.

Setelah mendengar ucapan Arzhel, Gendhis menatap suaminya itu dengan penuh rasa bersalah dan takut. "Aku merasa sangat canggung dan takut," ungkapnya dengan suara bergetar.

"Bayi ini…dia bukan anakmu."

Arzhel hanya tersenyum, menyembunyikan rasa sakitnya.

"Aku tau, semua ini bukan salah kamu sepenuhnya. Aku mencintaimu dan aku menerima segala bagian dari dirimu, termasuk bayi ini," jawabnya menggelengkan kepalanya, tangannya menyeka air mata di pipi Gendhis.

"Aku cuman merasa bersalah, mas. Ga seharusnya kamu menerima semua ini, aku ga mau membebani kamu."

Arzhel memeluk Gendhis dengan erat, memberikan rasa aman dan kenyamanan yang begitu dibutuhkan istrinya.

"Sst udah, ga usah merasa bersalah. Seperti yang aku jelasin di awal tadi kita udah mutusin buat selalu bersama dan ngelewatin semua ini bersama juga. Aku tegasin lagi aku cinta sama kamu, pastinya juga aku mencintai anak ini. Ayo sama-sama belajar mencintai bersama, ga ada yang perlu kamu takuti juga aku ga bisa janji tapi pasti aku usahain buat jadi keluarga penuh cinta dan kuat," tutur Arzhel seraya membelai rambut panjang milik Gendhis.

Gendhis yang mendengar pun merasa lebih baik, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Arzhel. Hati kecilnya merasa tersentuh oleh ketulusan suaminya.

NEPENTHE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang