06.Firasat buruk

128 50 13
                                    

Bukan aku yang berubah, tapi caraku menikmati hidup yang berubah

.
.
.
.
.

Rima berjalan melewati koridor sekolah dengan rasa malas serta khawatir. Entah kenapa, fikiran nya selalu mengatakan bahwa hari ini akan ada kejadian buruk untuk dirinya.

Namun Rima masih berusaha melupakan fikiran itu. Oh ayolah, itu hanyalah sebuah firasat. Rima yakin pada dirinya tidak akan terjadi apa - apa hari ini.

Langkah demi langkah ia lewati dengan tenang sampai seseorang merangkul nya dari belakang membuat Rima sempat ingin jatuh kesungkur.

"Pagi Rima!" suara cempreng itu membuat Rima memejamkan matanya.

Rima tahu ini suara siapa, Rima sangat mengenal pemilik suara cempreng ini. Bahkan mungkin setiap hari ia mendengar suara tersebut.

Rima malas menoleh ke arah seseorang yang berada di sampingnya. Namun, Rima juga tidak boleh mengabaikannya mengingat dia adalah orang yang juga sangat berharga dalam hidupnya.

Rima menoleh ke samping kanan, kini wajahnya berpapasan dengan wajah cantik yang sedang memasang cengiran seperti biasanya. "Juga, Laura." balas Rima sambil memasang senyum terpaksa.

Laura melebarkan senyumnya ketika sahabatnya itu membalas sapaannya. "Lu tau nggak? Kemarin gua nggak bisa tidur!" ujar Laura dengan semangat empat lima.

Rima sebenarnya tak minat bertanya, namun demi kesenangan sahabatnya ini apapun akan Rima lakukan. "Kenapa?"

"Kemarin loh! Gua seneng banget bisa makan bareng sama Kak Varel!" setelah kata kata itu, terdengar teriakan kencang dari mulut Laura.

Rima segera membekap mulut sahabatnya tersebut dengan tangannya. "Iya gua tau lu seneng tapi nggak usah teriak - teriak juga kali!"

Laura menyingkirkan tangan Rima dari mulut nya. "Gimana gua nggak teriak? Kak Varel itu romantis banget soalnya! Fiks, ini bentar lagi kayaknya gua bakal jadi kakak ipar lu deh." ujar Laura dengan pede nya.

"Iya deh iya gua do'ain." Rima pasrah dengan sikap sahabatnya yang mudah berubah - ubah ini. Contohnya, tadi malam saat bersama Varel, sikap Laura menjadi sangat ramah dan sopan. Lalu sekarang? Seperti ayam bertelur.

"Nah gitu dong, calon adek ipar!" ujar Laura sambil mencubit pipi sebelah kiri Rima gemas.

Rima berdecak lalu menyingkirkan jari Laura yang berada di pipinya. "Gua do'ain lu jodoh sama Kory maksudnya."

"Apaan - apaan? Yakali gua jodoh sama si curut, ogah!"

Guru di kelas Rima belum datang, semua murid gembira karena tidak ada pelajaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Guru di kelas Rima belum datang, semua murid gembira karena tidak ada pelajaran. Berbeda dengan Rima, ia bosan karena tidak bisa menikmati enaknya pelajaran.

Hari ini, Rima dan kekasihnya sama sekali belum saling berbicara, padahal mereka satu kelas. Entah dimana, Rima sendiri tidak melihat batang hidung kekasihnya tersebut.

Penyesalan[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang