Memasuki ruang khusus staff, Jisoo berjalan terseok menuju loker tempatnya menyimpan berbagai barang. Termasuk baju dan tasnya.
Dengan tangan gemetar dia meraih inhaler dan menggunakannya. Tidak seperti biasa. Jisoo harus meunggu cukup lama inhaler itu bekerja sebagaimana fungsinya.
Jisoo tidak tahu, mengapa akhir-akhir ini dia sering sekali kambuh. Dadanya juga terasa lebih sakit dari biasanya. Apakah penyakit itu semakin parah? Jika iya, Jisoo tidak heran lagi.
Selama ini ketika kambuh dia hanya memgandalkan inhaler. Dia juga tidak pernah mengontrol seberapa parah asmanya ke rumah sakit. Padahal itu sangat penting untuk penderita asma seperti dirinya.
Terlebih, ia juga memiliki begitu banyak beban pikiran. Entah karena ayahnya. Entah karena hubungannya dengan ketiga gadis Lee.
Seharusnya mereka baik-baik saja. Namun Jisoo seakan tidak bisa tenang karena ucapan ayahnya beberapa hari lalu. Ia terus memikirkannya hingga tidak mendapatkan kualitas tidur yang baik.
Tok! Tok!
Mendengar suara pintu diketuk, Jisoo segera memasukkan inhalernya kembali ke dalam tas. Berusaha mengatur napasnya agar terlihat normal. Biar bagaimana pun, dia tak mau memberikan orang celah untuk menatapnya penuh kasihan.
Tanpa diduga, yang muncul adalah Lisa. Setelah mengurung diri selama beberapa jam di ruangannya, pada pukul tiga sore ini Lisa akhirnya keluar.
Setelah mendapatkan beberapa kalimat ceramah dari Jennie, akhirnya Lisa memutuskan untuk menemui Jisoo.
Jennie bilang jika ucapan Lisa sangat keterlaluan pada Jisoo. Bisa saja kalimat itu menyakiti perasaan Jisoo. Setelah waktu yang mereka habiskan bersama akhir-akhir ini, rasanya tidak pantas Lisa mengatakan itu.
"Sudah mau pulang?" Lisa bertanya, dengan sebelah kaki memainkan lantai. Serta pandangan yang tidak berani menatap ke arah Jisoo.
"Hm."
Pada posisi Jisoo, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Jisoo merasa dia tidak pantas marah pada Lisa. Karena menurutnya yang Lisa bilang ada benarnya. Ia memang bukan siapa-siapa untuk Lisa.
"Pulang bersamaku saja." Tidak ada alasan untuk Jisoo menolak ajakan Lisa.
Ia menyetujui itu dan sampailah dia di dalam mobil milik Lisa. Ia pikir, dengan menjauhi atau marah pada Lisa akan membuat hubungan mereka renggang. Maka Jisoo memilih menahan rasa marahnya dan mungkin akan melupakannya segera.
Sedangkan di balik kemudinya, Lisa tampak gelisah. Bagaimana caranya dia meminta maaf sedangkan Jisoo tampak baik-baik saja. Alangkah lebih bagus jika Jisoo memperlihatkan amaranya. Dengan begitu Lisa tahu jika ia memang salah.
Bahkan sampai mobil itu tiba di depan rumah Jisoo, tak ada sama sekali yang Lisa ucapkan. Jika Jennie tahu hal ini, ia pasti akan dimarahi habis-habisan karena tak tahu caranya meminta maaf.
"Tunggu." Ketika Jisoo hendak membuka pintu mobil, Lisa menahannya.
Apakah gadis berponi itu ingin meminta maaf? Ah, kenapa Jisoo memikirkan itu? Apa dia memang sedang menunggu Lisa mengatakan itu? Nyatanya memang iya. Walaupun dia berusaha untuk melupakannya, tapi rasa sakit hati itu masih ada.
Bergerak untuk menatap Lisa, ternyata gadis itu sedang mengeluarkan beberapa lembar uang dengan pecahan 50 ribu Won. Disini, Jisoo sungguh kebingungan.
"Igeo." Tanpa ia duga, Lisa justru memberikan uang itu padanya.
Jisoo tidak langsung meraihnya. Ini bukan tanggal dimana ia harus mendapatkan gaji. Lagipula biasanya Lisa akan menggaji karyawannya melalui rekening. Bukan uang cash seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanfictionDia pergi, sangat jauh hingga sulit untuk digapai. Tapi sejauh apa pun langkah itu membawanya, akan ada rumah yang ia tuju untuk pulang.