59. Serendipity

2.6K 647 134
                                    

Kedua mata itu perlahan terbuka. Sejenak, hanya pikiran kosong dan langit-langit berwarna putih yang bisa ia lihat. Dahi itu mengerut, berusaha menjelajahi ingatan yang seharusnya tak ia lupa.

Sampai setetes air mata jatuh ketika ia mulai mengingat semua yang terjadi tadi malam. Dimana adiknya collapse dan dia menyusul ke rumah sakit dengan rasa sakit luar biasa pada perasaannya. Hingga berakhir ia yang kambuh di dekapan sang ayah.

Ini sudah pukul 8 pagi. Itu artinya Jisoo sudah melewatkan begitu banyak hal. Bagaimana kondisi adiknya selarang? Apakah ada kabar baik, atau sebaliknya?

Jisoo mulai resah. Ia berusaha bangkit dan melepas nasal canula serta infusnya secara kasar. Berusaha menuruni ranjang itu dengan sekuat tenaga.

Disana tidak ada orang selain dirinya. Mereka semua pasti sedang menemani Lisa. Jikalau kondisi Jisoo tidak menurun pun dia akan melakukannya juga sepanjang malam.

Dalam langkahnya menuju kamar VVIP lain itu, Jisoo berusaha mengatur napasnya yang terasa sesak. Bukan hanya tentang asmanya yang kambuh, namun air matanya tidak mampu untuk berhenti.

Rasa takut itu masih ada. Kali ini bahkan Jisoo merasa jauh lebih besar. Salahnya yang sudah melewatkan banyak waktu di sisi adiknya tadi malam. Ia sungguh takut ada sesuatu tentang adiknya yang Jisoo lewatkan.

Menyentuh knop pintu itu, Jisoo mengatur napasnya terlebih dahulu. Ada apa dengan pikiran Jisoo? Ia benar-benar takut jika Lisa sudah tidak ada di dalam ruangan ini.

Menggeser pintu itu secara perlahan, Jisoo akhirnya bisa bernapas sedikit lega karena Lisa masih ada disana. Walau dalam keadaan yang jauh dari kata baik.

Ah, perasaan apa ini? Kenapa rasanya sangat buruk? Seumur hidup, Jisoo belum pernah merasakannya. Karena ini lebih buruk dibandingkan saat ibu angkatnya meninggal, atau ketika dia mengetahui penyakit Lisa.

"Unnie, kenapa kau ada disini?" Jennie yang ketika itu sendirian menjaga Lisa terkejut dengan kedatangan Jisoo.

Ia tahu jika kakaknya itu semalam kambuh dan membutuhkan perawatan. Jennie juga tahu jika seharusnya sang kakak tidak sendirian karena ada Chaeyoung yang menjaganya. Tapi kenapa Jisoo bisa melewati Chaeyoung begitu saja?

"Aku ingin melihat adikku. Apa salahnya?" Suara itu sangat dingin, membuat Jennie merinding mendengarnya.

"Bukan begitu. Hanya saja---" Suara Jennie tertahan ketika pintu ruangan kembali terbuka. Kali ini menampakkan Chaeyoung dengan napas tersengal. Apakah gadis itu baru saja berlari?

"Ya! Kenapa kau membiarkannya kemari?" Jennie melotot ke arah Chaeyoung. Mengatakan hal itu tanpa suara.

"Aku sedang sembelit. Tidak tahu jika dia keluar." Chaeyoung pun membalas hanya dengan gerakan bibir. Takut sekali menyinggung Jisoo di dekat mereka.

Jennie pun hanya bisa menghela napas. Membiarkan Jisoo berada di samping Lisa. Karena Jika dia melarangnya pun itu akan membuat kakaknya semakin marah.

"Pasti rasanya sangat sakit." Jisoo perlahan menyentuh bagian perut Lisa yang terbuka. Disana, terdapat bekas jahitan yang tercipta 1 tahun lalu.

Apakah perasaan keluarganya seperti ini saat Jisoo berada di ambang kematian beberapa bulan lalu. Perasaan yang sangat menyiksa hingga Jisoo seperti dicekik dengan kuat.

"Lisa-ya, kenapa harus seperti ini?" Suara Jisoo bergetar hebat. Jennie dan Chaeyoung salung berpandangan. Tidak tahu harus berbuat apa karena menenangkan pun rasanya akan percuma.

"Apakah permintaanku sangat berat? Aku hanya..." Jisoo menggigit bibir bawahnya ketika rasa sesaknya semkain menjadi.

"Keinginanku hanya ingin merayakan natal, tahun baru, dan ulang tahun bersama. Apakah sangat sulit untukmu, hm?"

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang