Seluruh tubuhnya lemas bukan main. Kakinya gemetaran. Namun lelaki itu dengan sekuat tenaga membawa tubuh anak bungsunya untuk keluar dari kamar.
Ada apa dengan Minki? Lelaki itu bahkan bisa menggendong Lisa mengelilingi halaman belakang rumah mereka yang luas. Namun kenapa malam ini ia merasa tidak sanggup hanya untuk membawa Lisa menuju mobil?
Belum selesai dengan ketakutannya akan kondisi Lisa, Minki harus dihadapkan dengan tatapan ketiga anaknya di depan kamar Lisa. Pria itu tergagu, sulit sekali untuk bicara sekarang.
Lelaki itu memilih melewati ketiga anaknya. Membiarkan mereka berperang dengan prasangka buruk masing-masing. Karena Minki pun tidak bisa untuk mendapatkan pikiran positif sekarang.
"Ini salju." Minki bergumam dalam hati ketika ia berhasil membawa Lisa keluar dari rumah.
Memposisikan tubuh Lisa pada dekapan sang istri yang sudah terlebih dahulu memasuki mobil, Minki beralih pada bangku samping kemudi. Membiarkan sopir pribadi mereka membawa mobil itu membelah salju pertama Seoul yang turun cukup lebat.
"Lisa masih bisa mendengar Eomma?" Suara lirih istrinya itu membuat Minki tak mampu menahan air matanya lagi.
"Lihat. Salju pertama sudah turun. Seharusnya... Kita menyambutnya dengan meminum teh hangat di halaman belakang seperti tahun-tahun sebelumnya."
Minki membekap mulutnya sendiri. Kenapa malam yang seharusnya indah harus berakhir seperti ini?
Lisa sangat menyukai salju, walaupun dia tak tahan dengan udara dingin. Anak bungsunya itu sungguh menggilai snowman. Dan tak pernah terlewatkan untuk mereka menyambut salju pertama dengan suasa hangat di halaman belakang rumah.
"Seharusnya ini kali pertama kita menyambut salju datang bersama Jisoo. Seharusnya..." Hyunjin berusaha menenangkan dirinya sendiri agar tidak tenggelam dalam tangis.
Ia mulai mengusap wajah Lisa yang pucat nan dingin, lalu mengecup bibir Lisa yang memerah karena darah.
"Maafkan Eomma yang tidak tahu diri ini terus memaksa Lisa. Pasti lima tahun ini tidak mudah untuk Lisa kan?" Hyunjin tidak peduli, jika seandainya Lisa tak mampu mendengar ucapannya.
"Hanya saja, Lisa ingat kan? Lisa masih memiliki banyak janji, terlebih kepada Jisoo Unnie."
"Pergi ke Sokcho, pergi ke Jeju, dan pergi ke Toronto bersama. Kita juga... Belum memiliki foto keluarga yang lengkap bersama Jisoo. Lisa harus tetap disini, hm? Kita harus mewujudkan semua itu untuk Jisoo." Jika seandainya ini memang sebuah akhir, Hyunjin tak akan pernah rela.
Di bawah guyuran salju pertama di bulan Desember itu, Hyunjin bersumpah akan membenci takdir jika Lisa dibawa pergi dari dekapannya.
Kekuatan seperti apa lagi yang harus Hyunjin punya sekarang? Ia sudah benar-benar tak memilikinya. Bahkan untuk mengikuti tubuh Lisa yang dibawa menuju ruang emergency, langkah itu harus terseok.
"Panggil Dokter Shin! Nona Lisa adalah pasiennya!"
Tengah malam itu, ruang emergency itu tampak sibuk dari malam-malam sebelumnya hanya karena kedatangan satu pasien.
Dari tempatnya berdiri, Hyunjin bisa melihat mereka merobek baju anaknya. Menyuntikkan banyak obat. Serta menusuk kulit Lisa dengan berbagai selang.
Kepala itu menunduk. Inginnya tak melihat bagaimana tersiksanya sang anak, namun hal lain justru membuat dadanya semakin sesak.
Hyunjin dengan gemetar mengangkat kedua tangannya yang masih dipenuhi oleh darah Lisa. Wanita itu kembali menangis mengingat bagaimana kesakitannya sang anak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanfictionDia pergi, sangat jauh hingga sulit untuk digapai. Tapi sejauh apa pun langkah itu membawanya, akan ada rumah yang ia tuju untuk pulang.