2. Hinaan Tiada Arti

450 63 1
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian memalukan itu, dan Anye sudah putus asa dengan apa yang pernah ia pikirkan. Namun pagi ini begitu ia membuka pintu rumahnya, ia di kejutkan dengan seseorang yang berdiri di depannya dengan wajah yang terlihat begitu tenang.

Kedua matanya bahkan sudah melebar tak percaya. Berusaha memastikan jika apa yang ia lihat ini benar-benar bukan hanya halusinasinya semata. Anye mengerjabkan matanya berkali-kali. Berharap jika ia hanya berhalusinasi maka bayangan atau apa pun tentang pria itu yang saat ini ia lihat akan hilang. Namun sudah berkali-kali Anye mengerjab, pria di depannya itu tak kunjung menghilang. Kini Anye malah melihat pria itu semakin jelas.

Apa selama seminggu memikirkan semua tentang pria di depannya membuat Anye mulai gila seperti sekarang?

"Untuk ukuran orang yang mengajak menikah di pertemuan pertama. Sepertinya nyalimu cukup besar, Nona."

Anye mundur satu langkah. Wajahnya kian syok dan tak percaya. Bukan hanya melihat, kini Anye bisa mendengar suara pria itu dengan jelas.

Apa dia sedang tidak berhalusinasi? Tapi.. bagaimana mungkin?

"Kenapa? Kamu tidak ingin mempersilahkan saya masuk?"

Seakan tersadar dengan tingkahnya, Anye kembali melangkah maju. Membuka pintu rumahnya lebih lebar. "Emm.. S-silahkan masuk, Tuan."

Saat Abhy melewatinya, masuk ke dalam rumah diikuti oleh pria berjas di belakangnya. Yang sempat menjadi sasaran kekerasan Anye. Anye hanya bisa meremas gagang pintu rumahnya. Dia bahkan masih berdiri di samping pintu. Tampak kebingungan dan juga cemas.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana?"

Anye segera berbalik, menyusul dua orang yang sudah berada di dalam rumahnya. Berdiri canggung di depan seorang pria yang sedari tadi bahkan menatapnya dengan terang-terangan. Memperhatikannya dari atas hingga bawah. Mendadak Anye kembali mengingat apa yang ibunya katakan, tentang dia yang harus menjauhi keluarga pria di depannya sejauh mungkin jika dia ingin hidup tenang dan ibunya selamat.

Awalnya Anye hanya ingin menganggap jika apa yang ibunya katakan itu sangatlah berlebihan. Tapi saat menemukan seseorang berdiri di depannya, menatapnya..

"Siapa namamu?" Tanya Abhy, yang sebenarnya dia sudah tahu tentang semua hal wanita di depannya. Hanya saja dia ingin mengetes sesuatu saat ini. Maka dia memilih membuka obrolan. Lagi pula untuk ukuran seorang wanita yang tiba-tiba mengajaknya menikah di pertemuan pertama mereka, wanita di depannya ini bahkan terlihat tak segigih saat pertama kali mereka bertemu.

"Anye."

"Anyelir.." Ujar Abhy menambahkan.

Bahkan tahu namanya, mendadak Anye merasakan mulas luar biasa. Kakinya bahkan terasa lemas tak bertenaga. Namun mati-matian ia memasang tampang tenang dan tampak tak terpengaruh. Meski sebenarnya-kini otak di kepalanya mulai menyuruhnya untuk waspada terhadap dua orang di depannya.

Dia tidak akan berakhir seperti ibunya atau orang yang mati seperti di rumah pria itu, kan?

"Kamu putri Bu Ningsih?"

Remasan di tangannya yang sudah mulai terasa basah karna keringat kian mengerat. Meski begitu Anye tetap mengangguk tegas. Wajahnya sama sekali terlihat tak terpengaruh meski sebenarnya dia sedang sangat takut saat ini. Dia adalah satu-satunya harapan ibunya, dan jika terjadi sesuatu terhadapnya, maka apa yang akan terjadi padanya?

The WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang