8. Tameng

256 21 3
                                    

Anye hanya bisa menelan ludah susah payah. Kegugupan menyerang sekujur tubuhnya seketika, membuatnya hanya mampu terdiam dan menatap lurus wanita di depannya saat ini. Yang kini balik menatapnya penuh selidik. Sedang wanita yang menyapanya dan menyebut namanya ikut menatap lurus ke arahnya. Sesekali ia menatap bergantian dua orang itu. Sampai sesuatu tiba-tiba memeluk pinggangnya. Membuatnya mendongak.

Hembusan nafas lega hampir saja ia hembuskan begitu mendapati siapa orang yang tiba-tiba memeluknya itu.

"Aku mencarimu ke mana-mana tadi." Ujarnya. Lembut. Wajah itu bahkan sedikit menunduk, berbisik di telinganya. Yang sayangnya malah membuat Anye menelan ludah susah payah. Seulas senyum yang ia paksakan untuk terbit kini menghiasi wajahnya.

"Abhy,"

Wajah itu berpaling, diikuti Anye yang kini juga menatap wanita di depannya itu.

"Kenapa?"

"Aku ingin bicara denganmu. Bisa kita bicara sebentar?"

Anye menggigit bibir bawahnya kuat. Kegugupan itu kian memeluk tubuhnya erat. Membuatnya menggigil hebat. Rekan kerjanya yang menatapnya sedari tadi seakan mengulitinya. Membuatnya merasa gugup luar biasa.

Anye tahu, jika ia tidak memiliki persiapan apa pun malam ini. Kehadirannya yang tiba-tiba juga statusnya yang terlalu mendadak. Pasti membuat banyak orang merasa penasaran.

"Tidak masalah."

Wajah Anye seketika berpaling pada Abhy yang masih memeluk pinggangnya erat.

"Tapi, sebelum itu. Aku rasa kamu harus meminta ijin pada kekasihku dulu, Audy." Wajah itu menoleh, balas menatap Anye hingga kini senyum Anye pun merekah sempurna. Tanpa canggung sedikit pun dia kian merapatkan tubuhnya. Tangannya pun dengan berani melingkari pinggang Abhy. Membalas pelukan pria itu tak kalah posesif.

"Kamu sangat kekanak-kanakan, By."

Abhy hanya terkekeh, sama sekali tidak terpengaruh dengan sindiran itu. Yang jujur saja membuat Anye suka. Dia suka saat Abhy menolak wanita yang ingin dekat dengannya.

"Bagaimana, Sayang?" Ada tekanan di kata 'sayang' yang pria itu ucapkan. Yang saat itu membuat Anye menoleh ke arah wanita di depannya itu. Sekaligus atasanya tempat bekerja. Putri dari pemilik hotel yang kini tempat mereka menyelenggarakan acara malam ini.

Anye bahkan kini mulai berpikir. Kira-kira, apa yang akan wanita itu lakukan jika sampai dia tahu Anye adalah salah satu karyawannya? Anye akan langsung di tendang keluar dari hotel tempatnya bekerja? Atau wanita itu akan memutilasinya tanpa ampun?

Anye meringis. Dalam hati hanya bisa merutuki keadaanya yang 'bagaimana bisa ia terperangkap pada situasi sulit ini, sih?'

"Mm.. aku rasa nggak masalah." Seharusnya jawaban itu tidak akan memancing permusuhan diantara mereka, kan?

Audy segera berbalik mendengar itu. Setelah sebelumnya menatap Abhy agar mengikuti langkahnya.

"Yeah, aku cukup kecewa dengan jawabanmu." Bisik Abhy. Sebelum melepaskan pelukannya dan bergerak menjauh untuk mengikuti Audy.

Saat itulah hanya tinggal Anye dan Sinta. Yang kini saling berhadapan sebelum wanita itu mendekat ke arahnya.

"Anye," Panggilnya. "Ini benar-benar kamu, Nye?"

Anye mengangguk. Sedikit terkekeh saat Sinta bahkan masih menatapnya syok bercampur bingung. "Banyak hal yang mau aku tanyakan padamu, Nye. Tapi aku tahu kalau sekarang bukan waktu yang tepat. Jadi aku tunggu penjelasanmu nanti." Ujarnya sebelum berlalu meninggalkan Anye yang mengangguk tanpa ragu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang