"Si Adek di titipin ke Bang Yuta aja kali ya, Mih. Takut anaknya ngomong sembarangan, Daddy bisa beneran Pinsan denger omongan Adek."Setelah pertemuan tanpa sengaja di Mall tadi, mau tidak mau Jaehyun menuruti perintah Ayahnya untuk datang ke rumah membawa Taeyong dan anak-anaknya.
Kini mereka berempat sudah berada di dalam mobil, Abang dan Adek sudah duduk anteng dikursi penumpang. Keduanya duduk diam sambil menatap cemas kearah depan sedari tadi.
"Nggak mau! Adek nggak suka Om Yuta." Tolak Jeno yang mendengar omongan orangtuanya. Dia yang awalnya hanya duduk diam dibelakang mendadak sedikit berteriak karena Papihnya.
Taeyong membalikkan badan dengan memasang muka yang sangat datar, "Nggak sopan teriak begitu sama orangtua, Dek. Kamu dan Abang masih ada hutang penjelasan sama Mamih." Ujar Taeyong menatap anaknya satu persatu.
Jeno langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Benar saja, Mamihnya pasti mempertanyakan mainan yang ia beli tadi. Kaki bocah itu udah menggigil ketakutan kala Taeyong menyinggung mainan yang ia beli.
"Tau nih, Adek. Bisa-bisanya Mih, Adek beli mainan sebanyak itu." Jaehyun ikut menyaut.
Kedua bocah itu hanya menunduk takut, Mark melirik dari sudut matanya untuk melihat Jeno. Sang Adek lah yang paling ketakutan, terbukti kebiasaan Jeno saat takut yaitu memainkan jari dan kakinya yang dia rapatkan.
Dengan pelan Mark menautkan jemarinya dengan Jeno. Biarpun Adiknya itu banyak tingkah dan mau, Mark juga ikut andil saat membeli mainan tadi.
"Kebanyakan, Dek. Kan Mamih udah bilang belinya jangan banyak-banyak. Itu mah kamu beli satu toko, Dek." Tanya Taeyong pada anaknya.
Jeno masih saja menunduk takut, Mark tidak bisa membantu. Melihat muka Mamih yang sepertinya memang sangat kesal, Mark sudah menciut duluan. Dia hanya bisa membantu dengan menggenggam erat jemari satu sama lain untuk saling menguatkan.
"Iya, Mih. Mana pakai acara ngilang mereka, Papih udah muter satu Mall nyariin mereka." Saut Jaehyun lagi.
Mulai kompor meleduk si Papih.
"Adek? Abang? Sabar, Mamih sama Papih kan udah janji berarti pasti di beliin. Nggak perlu meleng dikit kalian berdua pergi. Mamih udah berapa kali ingetin, tapi kayaknya Mamih ngomong nggak pernah di dengar sama Abang Adek, ya?"
Mark dan Jeno menggeleng cepat, mereka berdua memang salah. Tapi mereka nggak tau kenapa kalau ngelihat Mall itu bawaannya pengen langsung ke toko mainan. Itu semua dilakukan tanpa sadar, disini baru sadar sekarang. Kan Adek bingung ya.
"Jangan geleng aja, ngomong Dek, Bang. Biasanya pinter kalau ngomong, sampai jantungan Mamih Papih dengernya." Saut Jaehyun sambil menyetir.
Taeyong sama Jaehyun saling melirik, kedua anaknya masih menunduk takut. Namun ada yang aneh, bahu anak bontotnya udah mulai bergetar dan tetesan air udah mulai netes jatuh ke kursi. Tapi karena kedua menunduk Taeyong dan Jaehyun nggak tau ternyata anaknya udah pada nangis dalam diam.
"Jangan nangis dulu, Dek. Kamu mah apa-apa nangis mulu." Kata Jaehyun saat mengetahui jika Jeno udah menangis.
Pinter juga anaknya nahan suara tangis. Biasanya teriak sampe satu apartemen denger.
"Papih jangan marahin, Adek. Abang yang salah, Pih." Ujar Mark dengan suara bergetar, Akhirnya Mark bersuara, biarpun matanya sudah memerah mau nangis juga seperti Jeno.
"Kenapa salah Abang?" Tanya Taeyong mencoba tetap terlihat tegas. Keduanya harus diberi peringatan seperti ini, kalau tidak bisa-bisa satu Mall mereka beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose Family
FanfictionMark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua mengambil langkah untuk meninggalkan panti agar tidak dipisahkan satu-sama lain. "Adek cepat pilih ya...