2. Adek Sakit

38.8K 3.2K 95
                                    


Di Pagi buta, benar saja rumah tersebut pemiliknya tidak pulang. Mereka cepat-cepat mengemasi barang mereka untuk segera pergi dari sana. Harap-harap cemas pemilik rumah akan kembali.

Mark membawa adiknya kembali menuju alamat yang mereka tuju, Rumah Bik Ina. Suster yang dulu pernah bekerja di Panti Asuhan namun berhenti kerja karena alasan yang Mark dan Jeno tidak tau. Mark dan Jeno dulunya sangat dekat dengan Bik Ina, ketika Bik Ina memutuskan berhenti Jeno lah yang menangis histeris hingga Bik Ina menitipkan alamat jika suatu saat mereka ingin bertemu dengannya.

Dan sekaranglah mereka ingin menemukan Bik Ina, bermodalkan nekat. Mark dan Jeno hanya memikirkan bagaimana bisa mereka menemui Bik Ina tanpa memikirkan resiko diluar sana.

"Duit kita sisa 100ribu, Jeno stop untuk membeli apapun yang kamu lihat." Kata Mark membuat Jeno merengut pelan.

"Ice cream boleh ya?" Tawarnya. Mark mendengus lalu mengangguk ragu ketika melihat mata Jeno yang memohon lucu.

"Hanya satu. Nanti makan siang kita tidak bisa makan jika jajan kamu terlalu banyak, Dek." Kata Mark membuat Jeno mengangguk paham.

Abangnya benar, dan pintar sekali.

Saat ingin makan siang benar saja, uang mereka kurang 10 ribu lagi. Bocah itu kembali memilih makan ditempat yang lumayan mahal, karena mereka tergiur dengan orang-orang yang sedang makan disana. Mark akhirnya mengalah, hanya memesan ayam dan nasi tanpa Ice cream untuk dirinya, cukup untuk adiknya saja.

"Anak bule dari mana dah itu?"

"Mana sih? Oh itu? Anjir nyasar kali ya."

Mark yang mendengar bisik-bisik orang yang sedang membicarakan dia dan adiknya pura-pura tidak mendengar.

"Anak bule gitu kali ya, kecil-kecil udah dewasa pinter nyuapin adik sendiri. Abang gue boro boro yang ada tuh ayam udah di kekep duluan sama dia."

"Hooh, anjirlah gue terharu mana dia belom makan tapi adiknya disuapin dulu."

Kebiasaan Mark, adiknya harus makan terlebih dulu. Baru dirinya sendiri. Mungkin pandangan orang lain ini aneh, namun bagi Mark yang sudah melakukan ini sedari Jeno bayi sudah biasa.

"Satu suap lagi ya, dek." Kata Mark mencoba menawar.

Jeno menggeleng, "Abang adek mual." Kata Jeno dengan pelan. Mark membelak, adiknya memang sedikit pucat sedari tadi. Apakah adiknya demam karena kena hujan kemarin?

"Adek astaga! Adek badannya anget." Kata Mark setelah memeriksa kening Adiknya, hangat. Dan itu membuat Mark sangat gelisah.

"Makan lagi ya dek, biar badannya enak." Kata Mark coba membujuk Jeno, namun adiknya tetap menggeleng lemah.

"Abang adek pengen bobok dikasur. Pu—sing." Lirih Jeno. Mark menatap adiknya dengan sedih, kemana ia akan membawa Jeno setalah ini.

Rumah Bik Ina, sampai sekarang tidak tau dimana. Mark memeriksa sekitar, rumah makan cepat saji itu dipenuhi banyak orang. Matanya menyelusuri setiap sudut tempat dan menemukan satu orang pria yang sedang makan seorang diri ditemani laptop dan Ipad dihadapannya.

Haruskah Mark meminta bantuan?

"Adek disini dulu ya, tidur aja. Biar badannya enakan." Kata Mark.

Jeno menggeleng, "Abang mau kemana?" Tanya Jeno melihat Mark dengan sayu. Kepalanya sangat pusing.

Mark menggaruk tengkuknya bingung, "Abang mau minta bantuan. Kamu disini aja." Kata Mark memberi pengertian.

Jeno menahan tangan Abangnya yang ingin pergi, "Untuk apa? Mau minta bantuan sama siapa?" Tanya Jeno menuntut.

Choose Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang