GAME 3

165 23 4
                                    

GAME III

*

! HAPPY READING !

*

Jika dia boleh minta satu permintaan, mungkin dia akan minta untuk tidak pernah dilahirkan...

Karena kehadirannya hanya membuat semua orang menderita, dan yang paling menderita diantara semuanya adalah dia sendiri yang kehadirannya tidak pernah diharapkan, bahkan oleh ibunya.

Semua kebencian menggunung itu diarahkan padanya setelah kejadian mengerikan yang menimpa ayahnya belasan tahun lalu.

Seandanya dulu ayahnya tidak datang menjemputnya, mungkin...

Petang hari itu belasan tahun yang lalu, sekuat tenaga Xiao Zhan kecil berlari meninggalkan kebisingan suara histeris menyakitkan yang dilontarkan oleh ibunya, setelah bertengkar hebat degan ayahnya karena dia meninggalkan Yang-yang pulang sendirian, semetara dia pergi bermain dengan teman-temannya.

Bocah itu sama sekali tidak peduli dengan butir-butir hujan deras yang jatuh menusuk permukaan kulitnya, begitu juga dengan rasa dingin akibat hujan itu.

Dia mengabaikan kakinya yang mulai terasa nyeri karena dipaksa berlari, dia pun tak peduli dengan paru-parunya yang meraung memintanya berhenti berlari agar dia bisa mengisi maksimal setiap sudut bronkus-nya yang kembang-kempis. Dia hanya ingin berlari sejauh-jauhnya.

Langkahnya terhenti ketika satu tangan besar menghentikannya, menarik pergelangan tangannya cukup keras. Tak ada kesempatan baginya untuk memberontak saat tahu siapa yang menghentikannya. Pria di bawah naungan payung biru transparan itu adalah ayahnya. Napas pria tiga puluh tahun-an itu naik turun karena ikut berlari mengejarnya.

Xiao Zhan yang saat itu masih berusia sepuluh tahun hampir menangis saat mendongak melihat wajah ayahnya—satu-satunya orang yang peduli padanya. Tanpa sadar, dia langsung memeluk erat kedua kaki ayahnya dan menangis.

"Baba..." isak tangisnya tenggelam ketika ayahnya berlutut dan memeluknya, menepuk-nepuk punggungnya pelan penuh sayang "Maafkan Zhan-zhan."

"Sssh," pria berwajah lembut itu berbisik menenangkan putranya.

"Maaf karena aku bukan anak yang baik. Selalu membuat kalian bertengkar, dan juga membuat Yang-yang jatuh sakit. Maaf..."

Pria itu mendekap erat tubuh putranya, melepaskan pegangannya pada payung yang menaunginya, membiarkan hujan membasahi tubuh mereka yang memang sudah terlanjur basah. Dia sama sekali tidak bersuara, membiarkan putra pertamanya itu melepaskan semua rasa sesaknya dan menangis sepuasnya. Tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu lalang menatap aneh kepadanya.

Entah berapa lama mereka diam di bawah guyuran hujan itu sampai akhirnya Xiao Zhan berhenti menangis. Saat bocah itu berhenti menangis, hujan sudah mulai reda dan hanya tersisa rintik-rintik ringan yang terbawa angin.

"Ba, boleh aku menginap dirumah A-Cheng hari ini?" bocah itu berbisik.

Pertanyaan itu membuat sang ayah melepaskan pelukannya, melihat wajah sembab itu lekat. Tak lama satu anggukan terealisasi darinya. Ya, ini bukan pertama kalinya anak itu meminta untuk diizinkan menginap di rumah sepupunya dan tentu saja dia tidak mungkin melarangnya disaat seperti ini.

"Ayah akan antar kau ke rumah A-Cheng, ok."

Xiao Zhan kecil mengangguk dengan segera menghapus jejak-jejak air mata yang membekas di kedua pipinya, lalu mengenggam tangan ayahnya untuk segera berjalan. Rona wajah anak itu berubah menjadi lebih cerah dari sebelum. Selalu seperti itu. Rumah sepupunya Wang Zhoucheng adalah tempat paling aman baginya, dan disana ada keluarga yang menyayanginya dengan cara yang sama seperti ayahnya menyayanginya.

The Family GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang