Sepulang sekolah, Phuwin menjalani kehidupannya seperti biasa. Tapi nampaknya minggu ini agak berbeda, karena kemunculannya di toko buku yang makin sering.
Bunyi gemerincing di pintu menandai kedatangan Phuwin di hari yang sudah gelap ini, membuat dua orang yang sedang bicara di depan meja kasir menoleh padanya.
"Eh, ada Phuwin." Kak Drake menyapanya.
"Hai, kak." Phuwin balas menyapa kak Drake.
Pond menatapnya terus sedari tadi. "Ada apa, Phuwin? Mau beli buku lagi? Biar aku belika-"
"Bu-bukan." Phuwin menghentikan kalimat Pond.
Sedikit banyak Phuwin takut juga karena ternyata Pond serius tentang ingin membelikannya buku lagi. Mentang-mentang punya banyak uang.
"Aku bukan mau membeli buku. Tapi aku bawakan kalian ini. Ibuku yang membuatnya."
Phuwin meletakkan dua porsi makanan di meja kasir, membuat Pond dan Drake bertanya-tanya.
"Apa ini, Phuwin? Baunya seperti kwetiau. Benar, tidak?" Drake menyentuh-nyentuh plastik pembungkus makanannya karena penasaran.
"Benar, kak."
"Nah, kan. Pantas saja baunya tidak asing. Satu untukku, kan?" Mata kak Drake nampak berbinar-binar.
Phuwin mengangguk singkat.
"Yeay. Terima kasih banyak, Phuwin. Kamu memang paling mengerti aku. Tidak seperti bosku ini. Padahal aku belum makan sejak siang, tapi dia tidak memberiku makan sama sekali." Drake mengusap matanya dramatis.
Pond melotot tidak terima. "Enak saja. Aku bukan tidak mau memberimu makan, tahu. Tapi kamu ini sekali beli makan langsung tiga porsi. Rugi di aku."
Drake tertawa-tawa tanpa dosa, sementara Phuwin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat perdebatan antar laki-laki kuliahan di hadapannya yang sangat kekanakkan.
"Eumm, kenapa ibumu tiba-tiba memberi kami makanan, Phuwin?" Pond sudah mengabaikan Drake yang baru saja menyobek plastik pembungkus sumpit dan siap makan.
"Oh, itu karena ibuku tahu kalau kak Pond membelikanku buku. Dia bilang sebagai ucapan terima kasih."
"Kenapa kamu beritahu ibumu?"
Phuwin mengendikkan bahu. "Sudah terlanjur ketahuan. Daripada dimarahi, lebih baik aku bilang sejujurnya."
Pond menatap lekat-lekat Phuwin yang wajahnya selalu nampak lesu. Selain itu, Phuwin juga jarang tersenyum. Sejauh ini mungkin baru Mix saja yang pernah melihat senyum Phuwin. Sementara Pond masih perlu berjuang keras untuk bisa melihatnya.
Phuwin tiba-tiba melangkah menjauhinya, menyentuh pintu toko. Pond yang sadar langsung menahannya.
"Kamu mau ke mana?"
"Pulang. Lagipula di sini tidak ada kak Mix yang bisa kuajak bicara. Aku juga harus mengerjakan tugasku."
Pond belum melepaskan tangannya di lengan Phuwin. "Kan ada aku. Kamu bisa mengajakku bicara."
Phuwin mendongak, namun tidak bisa berkata apa-apa. Apa maksud perkataan Pond barusan?
Pond menggaruk belakang kepalanya untuk sesaat dan mengambil bungkus kwetiau yang tinggal sisa satu di meja.
"Eumm, bagaimana kalau kamu menemaniku makan dulu sebentar?"
Phuwin semakin menatap Pond penuh tanda tanya. Ia lantas menunjuk laki-laki lain di balik meja kasir. "Kan sudah ada kak Drake."
Tatapan mata Pond mengikuti arah telunjuk Phuwin. Ia terdiam sebentar. Ada benarnya juga. Tapi setelah dia lihat-lihat, Drake terlalu larut dalam acara makan malamnya seorang sendiri. Terlalu lahap malah, hingga membuat Pond kehilangan nafsu makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melting • PondPhuwin ✅
Fanfic[COMPLETE] Your dazzling smile melts the cold heart of mine. A Pondphuwin Fanfiction [Note: Hanya cerita random] Storyline©lullabyinthenight, 2021 ⚠️ Republish / edited version ⚠️