Lagi-lagi batuk mengganggu tidur Elias. Usapan lembut yang ia rasakan membuatnya membuka mata. Ternyata mbak Nina telah berada di hadapannya, jika ditebak, hari sudah berganti pagi.
"Duduk dulu, mas. Mbak ambilin minum."
Elias tersedak saat acara minumnya. Rasa haus yang melanda membuatnya terburu meminum segelas air mineral pemberian Nina.
"Pelan-pelan, mas. Masih anget badannya. Pusing ngga?" Elias menggeleng seraya tersenyum, hatinya menghangat menerima pertanyaan dari Nina.
"Makasih, mbak." Suara seraknya terdengar.
"Ngapain aja kemaren, mas? Mbak tanya mas Rino ngga jawab apa-apa katanya ngga tau."
Elias mengulas senyumnya lagi, "Ngga ngapa-ngapain. Emang dasar El yang gampangan kena angin dikit langsung meriang."
"Lain kali bawa jaket tebel. Makan dulu ya, mas. Abis itu minum obat."
"Makasih, mbak. El makan sendiri aja." Suapan dari Nina ia tolak.
"Ya udah mbak Nina turun dulu."
Terbiasa dengan kesendirian membuat Elias biasa menghadapi dan mengatasi rasa sakitnya sendirian tanpa bantuan orang lain. Dulunya Elias hanya akan meminta bantuan Rani ketika sudah tak mampu mengatasinya sendiri. Ia sudah sangat akrab dengan hal-hal seperti ini sejak kecil. Terlahir dengan tubuh yang ringkih memang bukan keinginannya, namun Elias tak bisa mengelak, ia hanya berharap tak merepotkan banyak orang dengan kondisinya.
Usai menghabiskan sepiring nasi di hadapannya Elias membawa langkah ke kamar mandi sebelum turun ke lantai bawah. Pantulan raut semu pucat masih kentara di wajahnya, sebetulnya ia tengah membohongi Nina karena kepalanya masih terasa pusing. Tentang Rino kemarin, ia sama sekali tak marah ataupun kecewa. Mungkin saja Rino punya urusan lain yang lebih darurat sore itu.
Bayangan hidup di tengah keluarga tak lantas membuatnya merasa senang, bertemu kembali dengan sosok ayah yang pernah ia pertanyakan keberadaannya dan tinggal bersama keluarganya hanya membuat Elias semakin merasa asing. Ia tak benar-benar memiliki seseorang di sini.
"Lo lahir sendirian, El. Harusnya ngga perlu takut kalo harus hidup sendirian." Elias terkekeh usai menyelesaikan monolognya. Dibukanya kran wastafel saat batuk kembali menyerang. Ia menetralkan napas setelah berhasil mengeluarkan dahak yang mengganjal, dan lagi, bercak darah ikut keluar dari mulutnya.
🍃
Dengan langkah pelan Elias menuruni setiap anak tangga rumah ini. Ia memang suka menyendiri, namun tidak dengan kekosongan rumahnya. Karenanya Elias telah berganti setelan seragam untuk menuju ke sekolah.
"Istirahat dulu, El." Sania menghela napasnya saat menemukan Elias tengah memakai sepatu di ruang tamu. Pasalnya semalam saat ia mengecek kedua putranya di kamar masing-masing, Sania menemukan Elias yang terserang demam dengan seragam yang masih menempel di badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pirau || Hwang Hyunjin ✔️
Fanfiction[End, Belum direvisi] Blurb: Semua sudah abu-abu sedari awal. Harusnya ia tak pernah takut untuk memijaki kehidupan ini sendiri karena sejak dilahirkan pun ia sendiri. . . . Ide cerita murni dari pemikiran sendiri. Apabila ada kesamaan penokohan, al...