07

26 11 0
                                    

Melody pernah membaca di sebuah halaman terakhir buku. Katanya, orang jahat itu sebenarnya tidak ada. Tapi orang jahat itu terlahir dari orang baik yang tersakiti. Maka, jika itu benar apa separuh dari orang-orang yang hadir di kehidupan Melody adalah orang-orang yang tersakiti. Lantas, jika mereka merasa tersakiti kenapa kepada Melody mereka melampiaskan rasa sakit itu? Kenapa pada Melody mereka berteriak kesakitan? Melody bahkan hanya anak kecil yang entah berasal dari mana. Anak kecil yang dengan dirinya sendiri saja tidak mengerti.

Melihat Aksa yang kini di sampingnya Melody seakan merasakan sakitnya menjadi Aksa. Tidak, Melody bahwa tidak tahu apa yang terjadi pada Aksa hingga cowok itu terlihat emosi dan mencoba merendamnya.

"Kak Aksa ... " Yang di panggil menolehkan kepalanya. Sorot matanya terasa menusuk dingin. Di remang-remangnya lampu jalanan, Melody masih bisa merasakan emosi yang Aksa pendam, "Kak Aksa gak bisa nangis?"

Aksa yang masih menggenggam tangan gadis itu, kini mulai sadar dengan tangan itu yang berkeringat. Namun, Aksa tidak juga melepaskan setelah menyadari aksinya yang entah apa tujuannya. Hanya saat melihat Melody, Aksa seperti melihat sebuah cahaya yang harus Aksa bawa pergi untuk menerangi perjalanannya. Aksa sungguh tidak punya tujuan membawa Melody pergi.

"Kalau kakak bisa nangis, nangis aja. Siapa tahu dengan nangis kakak jadi lega. Gak ada larangan buat cowok gak boleh nangis kok, kak."

Entah karena apa dan entah kenapa, Melody melihat bahwa Aksa sedang kebingungan untuk melampiaskan emosinya. Aksa kebingungan dengan apa yang sedang ia rasakan. Kegelisahan yang Aksa rasakan seakan menjalar pada Melody hingga Melody bisa ikut merasakan kegelisahan itu.

Melody akhirnya bergerak sedikit untuk menepuk-nepuk pundak Aksa yang tinggi itu. Si pemuda tidak bergerak seinci pun, tapi ia membiarkan Melody menepuk pundaknya. Ya, di sana rasanya memberat sekali.

"Lo bohong, kata mama anak cowok gak boleh nangis. Kalau nangis kelihatan lemah." Melody menghela nafas panjang. Tangannya yang semula menepuk pundak Aksa ia hentikan

"Memang kakak waktu lahir enggak nangis? Manusia itu di ciptakan mempunyai air mata supaya di manfaatkan. Toh nangis itu sudah menjadi bagian hidup manusia," Melody yang semula ada di samping Aksa kini berdiri di depan Aksa masih dengan tautan tangan mereka, "Memang kakak se-kuat itu untuk menanggung semua sendiri? memangnya kakak ini super hiro yang kuat? se-kuat apapun super hiro, pasti ada episode kalahnya tuh. Kak Aksa gak usah gengsi gitu, pakai segala berlindung di balik kata mama. Nangis itu supaya lega bukan karena lemah. Sok kuat banget jadi manusia."

Aksa tidak menyangka bahwa Melody bisa se-cerewet ini. Apalagi membahas tentang sesuatu yang mungkin tidak gadis itu ketahui penyebabnya. Itu lebih baik daripada Aksa harus sendirian dan mendengarkan isi kepalanya yang bahkan lebih berisik dari Melody. Ada manfaatnya juga Aksa membawa Melody pergi.

"Cil, lo cerewet begini memang tahu apa yang buat gue sedih?"

Jelas Melody menggeleng, "Kakak kelihatan galau, ya udah aku suruh nangis aja. Se-tahu ku ya, mulut boleh bohong tapi mata gak mungkin bisa bohong. Dari mata kakak aja udah jelas kalau kakak lagi banyak masalah. Kenapa sih? kalah tawuran sama geng sebelah?"

"Sok tahu lo bocil." Aksa melepas genggaman tangan mereka. Ia menuju pembatas jembatan yang ada di sampingnya

"Eh! Eh! kak Aksa mau ngapain?" Melody reflek menahan lengan Aksa karena takut hal-hal tak di inginkan terjadi, Aksa lompat dari jembatan ini---misalnya

"Lepas, gue gak se-gila itu buat bunuh diri di sini!"

"Oh ... kirain hehe, habisnya kak Aksa kelihatan mumet banget."

Aksa menghela nafas sejenak. Saran Melody sebenarnya tidak salah, bisa saja Aksa menjadi kekanakan hari ini. Menangis kencang dan protes kepada semesta kenapa hidup selalu tidak berpihak kepadanya. Aksa bukan anak yang durhaka, Aksa juga bukan anak yang suka melanggar norma agama, ya Aksa akui terkadang dirinya memang pembangkang tapi itu tetap tidak adil untuknya. Setidaknya jika semesta sudah merenggut orang tersayangnya, jangan lagi merenggut kekuatannya. Di dunia ini Aksa hanya punya Bara dan sekarang akan ada orang lain yang menginginkan Bara juga. Tentu Aksa sudah kalah bahkan jauh sebelum permainan di mulai. Kenyataan Bara lebih banyak menghabiskan waktu di luar daripada bermain bersama Aksa sudah menjadi contoh kekalahan Aksa.

MELODY AKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang