Bagian 3

42 4 0
                                    

Sudah sangat lelah Amora mengotak-ngatik laptop sedari beberapa jam yang lalu. Tumpukan buku serta kotak susu tawar yang sudah kandas menjadi bukti betapa kerja kerasnya dia demi meraih kelulusan lebih awal. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di kursi, menoleh ke arah kiri menatap ponsel yang sedari tadi belum dia sentuh bahkan suara notif dari ponsel itupun dia abaikan.

Merentangkan kedua otot tangan yang terasa kaku, setelah itu menutup laptop dan beranjak untuk keluar kamar mencari cemilan. Menuruni anak tangga dengan santai, mata Amora menyipit saat melihat Aron yang sepertinya tengah mengobrol dengan seseorang.

"Opa ngobrol sama siapa?" tanya-nya dengan diri sendiri ya meski dia-pun tidak tau jawabannya.

Semakin melangkah mendekat karna dia penasaran, setelah tau Amora mendengus dan ingin memutar badan tapi sial-nya malah di panggil oleh Opanya itu.

"Amora!"

"Ya, Opa." mau tidak mau Amora mendekat dan duduk di sofa.

"Dari pulang kuliah siang tadi kamu di kamar terus, apa yang kamu kerjakan?" tanya Aron.

"Tugas kuliah banyak, Opa. Jadi Amora ngebut deh nyelesai-in." jawabnya.

Amora beralih pandang ke Zero, bibir Amora tersenyum saat Zero juga memberi senyum. "Gimana kabar Kayvan?" tanya Amora sekedar basa-basi.

"Baik, dia sudah bisa berjalan sekarang."

"Bagus dong, kan Keyvan udah dua tahun massa iya merangkak terus."

Zero tertawa kecil. "Iya kamu benar."

Aron melonggarkan dasi yang berada di lehernya, lalu menoleh ke Amora seperti ada hal yang ingin dia tanyakan. "Tadi Opa lihat postingan Universitas Nusantara, katanya mau di adain mahasiswa magang. Apa itu benar?"

"Benar, Opa. Bulan depan." jawab Amora.

"Kamu harus ikut daftar Amora. Ini adalah kesempatan kamu mencari pengalaman pertama, apalagi diadainnya hanya untuk jurusan management." jelas Aron, dia hanya ingin cucunya itu lebih cerdas untuk kedepannya.

Amora diam, jemarinya mengetuk ujung sofa yang dia duduki. Raut wajahnya terlihat berfikir begitu fokus membuat kening Zero mengerut.

"Kamu sedang memikirkan apa, Amora?" tanya Zero heran.

"Mikirin mau ikutan apa enggak." jawab Amora.

"Opa sih terserah kamu saja, tapi kalau menurut saran Opa kamu harus ikut." ujar Aron setelah menyeruput secangkir teh hangat.

"Masalahnya, Amora belum tau perusahaan mana aja yang menerima mahasiswa magang. Kepala Dosen belum jelasin apa-apa, makanya Amora ragu." jawab gadis itu.

"Oiya Opa, tadi Amora ketemu sama Papa."

Saat Amora mengatakan itu seketika raut wajah Aron menjadi memerah seakan menahan marah. Apa mungkin Aron belum memaafkan anak-nya itu?

"Kamu menemuinya, hm?" tanya Aron datar, membuat Amora menyengir sedikit takut.

"Enggak kok, gak sengaja ketemu di jalan. Kalau Opa gak percaya tanya aja sama Zian."

"Jangan bicara apapun tentang dia, Amora. Opa masih sangat membenci dia, gara-gara dia kamu banyak menderita."

Mengingat betapa kejam-nya dulu Arman menyiksa Amora. ( Flashback dia penyelamat )

"Iya, Opa. Maaf!" Amora menunduk.

Aron beranjak, sebelum melangkah dia memperbaiki jas-nya. "Opa istirahat dulu." ucapnya.

Setelah Aron pergi, Amora menghela nafas panjang menyandarkan tubuhnya di sofa. Sudah dua tahun berlalu, Amora memaafkan semua kesalahan kedua orangtuanya. Tapi sepertinya Aron masih belum bisa melupakan kekejaman anak kandung dan menantunya itu.

Hello, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang