Bagian 4

33 3 0
                                    

Jika memang mencintai maka harus ada sedikit atau banyak perjuangan. Contohnya, Lona wanita jurusan Sastra yang sekarang ingin mendekati Zian meski dia tau kalau Zian sudah memiliki pacar.

Wanita itu berdiri di parkiran kampus, lebih tepatnya di samping mobil berwarna hitam entah milik siapa. Merapikan rambut-nya yang di terpa angin semilir, lalu menyungging senyum paling sempurna saat melihat Zian datang menggunakan skateboard.

"Hallo Zian!" sapa Lona.

Zian menenteng skateboard, berhenti tepat di hadapan Lona dengan wajah datar. Tidak ada lengkungan senyum di bibirnya karna memang Zian tidak ingin tersenyum kepada wanita itu.

"Gue baru inget kalau kelas Amora pukul sepuluh, pantes aja lo sendirian." ujar Lona.

"Eh tunggu dong!" Lona menghalangi langkah Zian saat laki-laki itu ingin pergi dari sana.

"Arah kelas kita kan sama, boleh kali barengan." Lona memainkan sebelah alisnya naik turun.

Zian berdecak, menatap Lona dengan tajam. "Lo gak bosen apa ngerecokin gue setiap hari, Hah? Gue aja bosen."

"Ya gimana mau bosen kalau gue suka sama lo." jawab Lona.

"Gue udah punya Amora, sampai kapanpun gak ada yang bisa menggantikan posisi Amora. Lo ingat baik-baik!" tekan Zian lalu melangkah meninggalkan Lona yang sekarang berdecak kesal.

Jika bukan karna cinta Lona juga tidak mau seperti ini. Menjadi wanita seolah tidak laku di kalangan pria, mengejar keperdulian Zian meski tau Zian tidak akan pernah memperdulikannya.

"Woy, Bro!"

Zian menghentikan langkah menoleh ke seorang laki-laki yang sekelas dengannya, tapi dia belum cukup mengenal laki-laki itu.

"Lo jurusan Dokter kan?" tanya laki-laki tadi.

Zian mengangguk. "Iya, kenapa?"

"Ya gak pa-pa, berarti kita sekelas dong. Boleh kali barengan, gue gak punya temen soalnya."

"Em, boleh."

Mereka melangkah bersama menuju lantai dua dimana kelas kedokteran berada di sana.

"Btw, nama lo siapa?"

Zian menoleh singkat sebelum menjawab. "Zian." jawabnya.

"Gue Aldo."

"Em gue baru inget, lo yang baru masuk kelas kemarin kan? Anaknya Bu Zama?"

Aldo tersenyum lalu mengangguk. "Iya, gue kecelakaan beberapa bulan lalu. Dan kemarin gue baru bisa masuk kuliah."

"Tapi sebelum itu gue gak pernah liat lo?"

"Dulu gue mengambil jurusan Sastra, tapi entah kenapa setelah kecelakaan gue pengen jadi dokter. Makanya gue pindah jurusan." jelas Aldo.

"Mentang-mentang anak dosen enak banget pindah jurusan." batin Zian.

✴✴✴

Setelah selesai bersiap, Amora keluar kamar sembari menenteng tas berisi laptop dan Tote bag berisi beberapa buku. Wanita itu menatap sekitar ruang tengah, tidak ada siapa-siapa mungkin Aron sedang di kamar atau keluar karna ada urusan.

Tidak ingin berlama, Amora mengambil kunci mobil yang terletak di dalam laci. Karna bawaan Amora yang cukup ribet jadi dia memutuskan untuk mengendarai mobil agar tidak merepotkan.

Sebelum menyalakan mobil, Amora mengecek pesan dari Zian yang belum sempat dia baca.

Zian ❤
Gue udah berangkat, lo hati-hati di jalan.

Amora tersenyum lalu meletakkan ponsel di kursi penumpang sebelahnya.

Di perjalanan Amora memutar instrumen santai untuk membantu merileks kan otaknya yang akhir-akhir ini terus saja dia paksa untuk bekerja.

Tidak membutuhkan waktu lama, Amora memarkirkan mobilnya dengan rapi. Sebelum keluar wanita itu mengikat rendah rambut yang tadi terurai.

"Kayaknya masih sempat gue ke perpus." ucapnya lalu keluar dari mobil.

Anya yang kebetulan juga baru saja datang langsung menghampiri temannya itu. Dengan senyum khasnya Anya menyapa Amora seperti biasa.

"Tumben lo bawa mobil, skateboard lo rusak emang?"

"Enggak. gue lagi banyak bawa barang, makanya gue pakai mobil."

Mereka melangkah bersama menelusuri koridor kampus.

"Gue mau ke perpustakaan dulu, lo ikut gak?"

Anya menggeleng. "Enggak, otak gue suka buntu kalau masuk perpus." tolaknya.

"Dih, lebai lo." cibir Amora lalu berbelok ke arah perpustakaan.

Di dalam sana Amora menyerahkan buku yang dia pinjam ke penjaga perpus. Lalu dia melangkah menelusuri rak buku mencari beberapa buku lagi untuk dia pelajari dan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugasnya.

Tangannya mengambil buku bersampul coklat, dia sepertinya tertarik untuk membaca buku itu. Tapi sayangnya bukan itu yang dia cari.

"Mana ada waktu gue baca novel." batin Amora lalu meletakkan kembali buku tersebut.

Lagi dan lagi, entah apa yang membuat mereka selalu mengambil benda yang sama. Laki-laki di supermarket tadi kembali bertemu dengan Amora bahkan dengan cara yang sama.

"Lo lagi lo lagi, kayaknya lo suka banget merebut hak milik orang lain." ujar laki-laki berhoodie putih.

Amora tersenyum miring. "Bukannya elo, ya?"

Aldo menarik kasar buku yang Amora pegang. "Gue duluan yang minjam buku ini, kalau lo mau lo tunggu gue selesai baca."

"Ogah, mending gue cari buku lain."

"Al, lo ngomong sama siapa?" Zian muncul dari arah belakang Aldo.

"Eh, Ra. Udah nyampe lo."

"Baru aja."

Zian mendekati Amora. "Lo kenal sama Aldo?" tanyanya.

"Enggak, dia nya aja yang sok kenal sok akrab." jawab Amora menatap sinis Aldo.

"Dasar, cewe egois gak mau ngalah." cibir Aldo.

"Eit jangan gitu dong, Dia pacar gue." sahut Zian.

Aldo tertawa singkat mendengar ucapan Zian barusan. "Yang modelan begini lo jadikan pacar? Come on Bro!" Aldo menepuk bahu Zian. "Masih banyak cewe cantik di kampus ini."

Amora menginjak kaki Aldo sehingga laki-laki itu meringis. "Apaan sih lo? Kasar banget jadi cewe."

"Lo jangan mencuci otak pacar gue dong." kesal Amora.

"Lah emang bener kan? Lo itu upik abu, mana pantes pacaran sama Zian yang__" Aldo menatap Zian dari atas sampai bawah. "Ya lebih oke lah."

"Udah udah." Zian menengahi mereka.

"Al, Amora ini pacar gue. Sampai kapanpun gue gak akan berpaling dari Amora, entah itu ada yang lebih cantik, atau yang lebih baik. Menurut gue, Amora segalanya dan Amora sempurna." jelas Zian seraya menggenggam tangan Amora.

"Makasih sayang." ucap Amora menyandarkan kapalanya di pundak Zian.

Aldo memutar bola matanya malas. "Hadeh, bucin."











Hello, nikah yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang