Satu

1.4K 101 1
                                    

TauHaliGem

Mafia, kriminal, family
🔞 for Gore..

Ini cerita pernah dipublish pada jaman dahulu kala ketika baru pertama kali nulis fanfic Boboiboy..

Oke, slmt membaca..

.
.










"Hwaaa, mama! Kak Upan mau dibawa kemanaaa!!" Gempa, seorang anak kecil berusia tiga tahun berseru histeris. Air matanya mengalir mengaburkan pandangan melihat salah satu saudaranya dibawa pergi oleh sekelompok orang bertubuh besar dengan senjata api di tangan mereka.

"Hiks, jangan. Jangan bawa pergi kak Upaan!" Tangannya menggapai-gapai berharap bisa menggenggan tangan saudaranya yang diseret paksa memasuki sebuah mobil.

"Tidak apa, sayang. Taufan baik-baik saja." Dari belakang, Ibunya memeluk Gempa erat. Wanita itu tak membiarkan Gempa mengejar saudaranya. Meski sabenarnya wanita itu pun tidak rela melihat salah satu anaknya dibawa pergi.

Halilintar. Saudara tertua mereka hanya diam bersembunyi didalam kamar. Ia mengintip sedikit pintu kamarnya dengan tubuh bergetar. Manik rubinya juga basah, tapi pancaran matanya tajam menatap sekelompok orang yang membawa salah satu adiknya. Halilintar ingin melawan, mengambil kembali Taufan bersama keluarga kecilnya, namun ia tak bisa melakukannya. Nyalinya kecil. Takut menghadapi orang dewasa dengan jumlah banyak itu. Sangat mustahil mengalahkan orang-orang bersenjata dengan tubuh kecilnya.

Dari dalam mobil, Taufan tak memberontak. Ia melirik sekilas Ibu dan Gempa dalam diam, namun matanya berkaca-kaca. Taufan menggigit bibir bawahnya yang bergetar, menahan tangisan. Hanya saja tak berhasil, karena pada akhirnya air mata yang menggenang pun tumpah mengaliri pipi tembemnya dengan deras. 

Ia ingat saat itu dirinya, Gempa dan Halilintar diperintahkan oleh Ibunya untuk bersembunyi di bawah ranjang kamar mereka ketika rumahnya mendadak diserbu sekelompok orang-orang bersenjata.

Awalnya Ibu mereka terlibat perdebatan. Salah satu lelaki bersenjata menanyai Ibunya tentang anak laki-laki. Mereka berniat mengambil anaknya. Ibu mereka bertiga sempat berbohong, mengaku tidak memiliki anak laki-laki. Tapi tak lama kemudian Ibunya diperlakukan kasar oleh salah satu dari orang bersenjata itu, Gempa mendadak menangis dan tanpa pikir panjang langsung keluar dari persembunyian. Berlari kearah Ibunya sambil memeluk berharap bisa melindungi wanita itu dari perlakuan kasar mereka.

Taufan yang khawatir pun ikutan keluar mengejar Gempa. Bocah itu nekat menjadi tameng Ibu serta adiknya. Taufan bahkan sok berani menendang kaki salah satu pria berotot dengan wajah sangar. Aksi beraninya membuat mereka tertarik. 

Pada akhirnya, ia dibawa paksa ikut bersama mereka. 

Taufan menyesal. Harusnya ia tak membiarkan Gempa keluar dari persembunyian.

"Hiks!" Taufan mengelap matanya menggunakan lengan tangan dengan kasar. Lalu memalingkan wajah, tak ingin memerlihatkan air matanya di depan Ibu dan Gempa.

.

 Beberapa tahun kemudian..

"Aku kangen kak Taufan." Gempa memainkan ranting pohon dengan lesu sambil berjongkok dibawah pohon jambu.

Di atasnya, di salah satu ranting besar, Halilintar berdiri sambil berpegangan pada batang pohon. Tadinya ia berniat memetik salah satu buah jambu, tapi tidak jadi begitu mendengar ucapan Gempa barusan.

Halilintar menunduk suram. Kalau mengingat Taufan, memorinya berputar saat kejadian tiga tahun yang lalu. Semenjak Taufan dibawa pergi, Halilintar selalu menyesali sikapnya dulu yang begitu pengecut. Tidak seperti Taufan yang berani melindungi Gempa dan Ibu, ia dulu malah hanya bisa bersembunyi dalam kamar. Kalau saja saat itu Halilintar ikut keluar, mungkin saja Taufan tidak akan dibawa pergi. Jika perlu Halilintar bahkan rela menggantikan posisi Taufan.

Would-be-murdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang