"Jadi siapa orang yang akan menemui kita?” tanya Gempa jadi penasaran banget. Ditangannya, Gempa memilih senjata pistol, karena Gempa memang ahli kalo memegang benda tersebut.
Solar pada akhirnya menjelaskan. “Hari ini Retakka mau menjual senjatanya pada kakekmu, Gem. Dan itu dilakukan di L-02.”
Kedua mata Gempa membola. “Maksudmu tok Aba?!”
“Iya.. dia kan mantan sniper.”
“Tapi kakekku sudah pensiun. Untuk apa dia beli senjata lagi sedangkan di rumahnya saja tok Aba punya banyak koleksi senjata-senjata begituan?!”
Hali berdehem. Dari tadi ia gak ngerti apa yang sedang dibicarakan mereka. Tepatnya siapa itu Tok Aba? Kalau dia itu kakeknya Gempa, berarti kakeknya Hali juga dong? Namun Hali merasa gak kenal..
“Gem, memangnya kita punya Kakek?” tanyanya kemudian.
“Oh iya, kau gak tau ya kak. Iya jadi kita itu punya seorang kakek.. dan lebih mengejutkan lagi Kakek kita adalah mantan seorang sniper sekaligus mafia.”
“Hah, yang benar?!” Hali gak nyangka.
“Iya begitulah. Aku saja baru ngerti setelah ibu membawaku padanya waktu itu. Sejujurnya aku dilatih menembak juga sama tok Aba,” jelas Gempa memilih tuk menceritakan saja hal itu pada Hali.
Hali masih dalam keterkejutannya. “Itu artinya kau pintar nembak dong?”
Gempa mengangguk sebagai jawaban.
Dan Solar menambahi. “Bukan hanya pintar menembak. Jika kau sering mendengar rumor mengenai pembunuhnya pembunuh, maka jawabannya adalah Gempa."
"Hah.. Gempa. Maksudmu dia …" Halilintar sampai kehilangan kata-kata. Ini berita yang mengejutkan untuknya. Bagaimana mungkin Gempa bisa menjadi seorang pembunuh? Tepatnya pembunuhnya pembunuh?! Jadi apa yang dikatakan kikita itu benar?!!
"Apa kau juga sempat masuk mes pelatihannya Retakka?" tanya Hali setelah menemukan suaranya kembali.
Gempa menggeleng. "Sudah kubilang, tok Aba yang mengajariku. Namun, soal menjadi pembunuhnya pembunuh adalah rencanaku dan Solar."
Pandangan Gempa kembali tertuju pada Solar. “Aku masih gak ngerti kenapa tok Aba ingin bertemu dengan aku dan Hali disaat ia mau membeli senjatanya Retakka.”
Solar mengedikkan bahunya. “Mungkin dia ingin kalian membantu membunuh Retakka. Kupikir tok Aba juga gak akan diam saja melihat cucu-cucunya berhadapan dengan Retakka.”
“Tapi kakekku sudah sangat tua.” Gempa menghela napas. Merasa kalau rencana tok Aba terlalu mendadak dan ini pasti akan merepotkan untuknya, juga mereka.
“Ya, dan akan sangat merepotkan kalau Retakka dikawal oleh Taufan,” kata Solar lagi-lagi membuat Hali terkejut mendengar nama itu disebut.
"Apa maksudmu, Solar?! Tidak mungkin kita bertemu dengannya. Taufan sudah mati!" ucap Hali pada akhirnya.
"Apa?! mati?" Gempa menoleh cepat ke arah Hali.
Sejenak atmosfire di sekitar mereka terasa beku dalam ketegangan atau mungkin hanya Hali yang merasakannya. Hali menunduk. Kedua tangannya mengepal erat. Mungkin ini saatnya untuk ia berkata jujur pada Gempa.
"Sabenarnya—" Hali menggigit bibir bawahnya.
"Sabenarnya aku telah membunuhnya waktu di tempat pelatihan dulu," bisiknya dengan suara bergetar.Disaat bersamaan sebuah motor menyelip mobil mereka. Motor tersebut memutar dan menghadang mobil Solar.
Mau gak mau Solar pun mengerem mobilnya dan menatap waspada pada seseorang yang menghadang mereka.
“Siapkan senjata kalian,” ucap Solar memperingati.
Mengesampingkan suasana muram tadi, Gempa dan Hali mengeratkan senjata mereka masing-masing.
“Itu sepertinya seorang pembunuh yang ngejar-ngejar kalian berdua,” gumam Solar.
“Tentu saja. Itu sudah jelas. Aku dan Hali akan keluar. Kau tetap di dalam.” Gempa keluar dari mobil lebih dulu sambil menodongkan pistolnya. Hali menyusul di belakang.
“Rasanya sudah sangat lama ya.. Gempa, Hali,” ucap si pengguna motor membuka helm, sekaligus masker yang dikenakannya. Sepasang mata biru itu berkilat, memberikan senyuman miring kepada kedua saudaranya tersebut.
“Gak mungkin… Taufan?!” Hali yang pertama kali menyadarinya. Rasanya hari ini adalah hari yang penuh kejutan untuk Hali seorang. Yang ini lebih mengejutkan lagi dari fakta tentang Gempa yang seorang pembunuhnya pembunuh maupun kakeknya yang mantan sniper plus mafia itu.
Taufan hidup.. tentu saja Hali sangat terkejut.
Gempa loading bentar. Menatap Hali, lalu beralih kepada si pemilik mata biru yang barusan disebut sebagai Taufan oleh Hali. Senjata pistolnya diturunkan. Gempa menatap Taufan lama. Karena memang sudah sangat lama gak ketemu dibandingkan dengan Hali. Jadi Gempa merasa pangling.
“Taufan… itu beneran kau?!” Kata Gempa tak tahan tuk mengulas senyum penuh rindunya.
Taufan mengangguk. Senyuman miringnya berubah jadi senyuman lebar. Taufan merentangkan kedua tangannya seolah minta dipeluk.
Gempa tanpa pikir panjang menerjang saudaranya tersebut dengan sebuah pelukan erat.
Sedangkan Hali terdiam mematung. Memorinya berputar kembali ke kejadian waktu ujian terakhirnya dengan Taufan di jeruji besi yang melingkar. Tentang Taufan yang menusuk perutnya, lalu berniat membunuhnya tapi malah Hali yang berakhir ngebunuh Taufan.
Sungguh waktu itu adalah ingatan Hali yang sangat membekas dan membuatnya trauma. Sekarang, entah keajaiban dari mana.. Taufan muncul tiba-tiba di depannya. Dia gak mati. Tersenyum lebar seolah kejadian waktu itu tidak pernah terjadi.
Hali gak ngerti lagi mau bereaksi seperti apa.
“Hali, apa kau tidak kangen juga denganku?” Kata Taufan setelah acara peluk-pelukannya dengan Gempa selesai.
Hali menatap Taufan dengan datar, lalu bilang, “Kamu siapa?”
Gempa dan Taufan saling pandang.
Setelah itu Hali melangkah cepat, menerjang Taufan juga. Namun bukan untuk memberikan pelukan seperti yang dilakukan Gempa.
Justru sebaliknya, Hali malah memberikan sebuah tinjuan.
..
..
..
.A/n:
Bab berikutnya adalah ending.. entah jadinya sadend atau happyend.. ya sejadinya ajalah 😁Votkomnya jangan lupa eaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Would-be-murderer
FanficTaufan gak mau Hali jadi seorang pembunuh, begitu juga sebaliknya. Dan Gempa pun begitu.. tapi mana tau mereka bertiga malah berakhir jadi pembunuh semua.. .. . TauHaliGem Dark.. brothership, family, Gore, crime . . Boboiboy belong to animonsta stu...