"Ohya, ada yang ingin kubicarakan," ucap Gempa setelah acara makan mereka selesai.Hali menyenderkan tubuhnya. Makan bersama Gempa membuatnya kenyang. Selain karena masakan Gempa terasa enak, Halilintar menyadari betapa nikmatnya menyantap makanan bersama orang yang disayangi.
Biasanya, selama bersama Retakka, Hali tak pernah menghabiskan makannya. Ia selalu tidak berselera makan. Dan kali ini piringnya bahkan sampai bersih. Tidak ada sisa makanan dalam piring itu.
Sudah berapa lama ia tidak merasakan momen seperti ini? Ah, andai saja ada Taufan, pasti akan terasa lebih nikmat menyantap makan bersama.
Hali terdiam. Bayangan Taufan yang ditusuknya dulu kembali hadir.
Kejadian itu selalu terngiang dalam kepalanya. Hali menunduk. Tangannya terkepal erat. Perasaan bersalah membuatnya tak pantas merasakan kebahagiaan kecil seperti ini. Jika Gempa tau kalau ia telah membunuh Taufan, mungkin kah ia akan dibenci?
"Kak? Hei.. Hali?" Gempa menepuk bahunya, menyadarkan Hali dari lamunan masalalu.
"Eh, iya? Kenapa?"
Gempa menatapnya cemas. "Apa kau baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba melamun?"
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Tadi kau mau bicara apa?"
Tatapan Gempa masih terlihat khawatir. "Kau yakin? Kalau sedang tidak enak badan, lebih baik beristirahatlah dalam kamarku."
Hali menggeleng. "Aku tidak apa-apa. Sungguh."
Gempa terdiam, sebelum kemudian menghela napas. "Baiklah. Tapi jika kau lelah, jangan memaksakan diri ya."
"Hm. Sudahlah, katakan saja apa yang tadi mau kau ucapkan?”
"Ohya, ini menyangkut pekerjaanmu sih kak. Sebagai seorang detektif, aku mendapati banyak klien yang merasa terusik dengan beberapa pembunuh. Mungkin kau bisa ceritakan mengenai atasanmu maupun pembunuh lainnya. Aku memerlukan banyak informasi." Gempa hanya mengarang. Sabenarnya ia ingin memancing kakaknya tuk menceritakan tentang Retakka dan pasukkannya.
Gempa merasa gatal ingin melenyapkan Retakka yang telah mengubah kedua kakaknya menjadi seorang pembunuh.
Apalagi setelah melihat Hali yang seperti itu. Gempa juga ingin tahu dimana Taufan berada. Barangkali Hali lupa karena Solar pernah ngomong kalo Retakka menggunakan metode cuci otak tuk melatih bawahannya.
"Oh, kalau kau mau, aku bisa saja melenyapkan orang-orang yang bersamaku, sekaligus dengan pemimpinnya."
Dilain sisi, Hali juga berambisi menghabisi Retakka serta pasukkannya seorang diri. Hali gak mau Gempa ikut."Tapi aku membutuhkan waktu," lanjut Hali mengingat betapa bahayanya melenyapkan Retakka seorang diri.
Gempa pun bilang, "Ceritakan saja mengenai para pembunuh bayaran yang bersamamu."
"Aku berada di salah satu kelompok brotherhood dari Asia." Halilintar menjawab singkat. Tak ingin menceritakan banyak hal tentang Retakka.
"Owh, jadi kelompok semacam mafia yang terbentuk di Asia tidak hanya satu kelompok ya? Apa pendapatan utama mereka? Narkoba? Senjata?"
Halilintar mengangguk. "Iya.. termasuk penjualan manusia. Aku tidak tau detailnya, karena aku tidak langsung terlibat. Tugasku hanya membunuh kelompok brotherhood yang tidak mau bekerjasama."
"Owh, begitu.. " Gempa tampak mikir-mikir. "Menurutmu, apa kak Taufan dulu dibawa ke kelompok brotherhood yang berbeda denganmu? Kau yakin kau tidak bertemu dengannya selama di sana?"
Hali gak bisa jawab. Seharusnya ia tahu, cepat atau lambat Gempa pasti akan menanyakan keberadaan Taufan.
Secara bersamaan, sebuah notifikasi pesan muncul di hape merah milik Hali. Dari Kikita yang menginginkannya datang. Merasa ada kesempatan untuk lari dari pertanyaan Gempa barusan, Hali segera berdiri. "Sepertinya aku harus pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Would-be-murderer
FanfictionTaufan gak mau Hali jadi seorang pembunuh, begitu juga sebaliknya. Dan Gempa pun begitu.. tapi mana tau mereka bertiga malah berakhir jadi pembunuh semua.. .. . TauHaliGem Dark.. brothership, family, Gore, crime . . Boboiboy belong to animonsta stu...