18. Terbang ke Langit ke Tujuh

58 4 0
                                    

Dua minggu kemudian...

Raina berdiri di depan gang rumahnya, mengenakan rok jumpsuit denim dan kaos ungu muda. Ia mengetuk-ngetukkan ujung kakinya yang mengenakan sepatu kets putih di pinggir trotoar. Ponsel di dalam sling bag hitamnya bergetar, namun ia melihat Yiran sudah sampai dan melambai ke arahnya dari seberang jalan, Raina yang hendak mengecek ponselnya langsung mengurungkan niatnya.

Yiran mengenakan celana jeans hitam dan t-shirt biru langit, dilengkapi dengan sunglass hitam, penampilan simple-nya terlihat mewah. Mungkin bukan karena baju atau sunglass-nya, mungkin memang karena Yiran yang mengenakannya. Apa pun yang ia pakai terlihat begitu cocok dan bagus di badannya.

Yiran menyeberang jalan dengan kaki panjangnya, lesung pipinya terlihat jelas, ia tersenyum bersemangat. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu sejak tiga bulan terakhir. Karena ujian akhir sudah selesai dilaksanakan. Meskipun hanya Yiran yang langsung lulus di ujian universitas sementara Raina tidak. Namun Yiran bersyukur Raina tak terlihat sedih sama sekali. Ia terus meyakinkan akan menemaninya ujian yang selanjutnya di minggu depan, kalau gagal lagi pun, akan menemaninya ujian mandiri, kalau gagal lagi pun Yiran bilang akan terus membantu sampai Raina bisa masuk kampus yang sama. Ternyata itu yang membuat Raina bahagia meskipun belum tahu akan lulus atau tidak.

Hari ini mereka akan menepati janji untuk pergi ke taman bermain. Sejak semalam Raina sudah sibuk memilih-milih baju yang mau dikenakan, ia ingin terlihat berbeda sekaligus cantik, tapi juga tak ingin terlihat terlalu berusaha untuk kencan pertama mereka ini.

"Jadi mau naik apa aja ntar?" tanya Raina sambil menggandeng tangan Yiran terlebih dulu.

Ini pertama kalinya Raina menggenggam tangannya duluan, Yiran tertegun dan berjalan lebih lambat, memandangi gandengan tangan mereka, wajahnya tersipu, ia tersenyum simpul, "Apa aja! Aku juga udah cek makanan apa yang nanti kita bisa cobain di sana!"

Kini Raina yang terpana, langkahnya langsung terhenti. Baru saja Yiran bilang 'Aku' bukan 'Gue' seperti biasanya. Seketika ia tersipu malu, tak bisa menahan dirinya untuk tersenyum, ia melepaskan gandengan tangannya di tangan Yiran dan tiba-tiba berlari. Melihat Raina kabur malu-malu Yiran pun tertawa sambil langsung mengejar Raina dan menggandeng tangannya lagi.

"Nggak apa-apa, kan? Bilang aku?" tanya Yiran sambil menggoyang-goyangkan gandengan tangan mereka. Mereka sedang berjalan menuju halte transjakarta, sesuai permintaan Yiran, hari ini mereka akan benar-benar hanya berdua, tidak ada Pak Anto yang mengantar dengan mobil. Raina mengangguk-angguk malu, wajahnya merah merona dan kata 'Aku' yang Yiran ucapkan masih terngiang-ngiang ditelinganya.

Bus datang tepat ketika mereka sampai di halte. Raina langsung menarik Yiran naik ke bus yang ternyata cukup padat penumpang ini. Keduanya bahkan harus berdiri karena tak ada tempat duduk yang kosong.

Yiran langsung merapatkan tubuhnya ke Raina saat beberapa penumpang laki-laki lewat di belakang mereka. Mendapati gelagat Yiran, Raina melirik dan kembali tersenyum. Ia teringat kejadian yang kira-kira sekitar sebulan lalu, saat Yiran terlihat benar-benar cemberut dan tidak menyembunyikan kekesalannya saat melihat Raina ngobrol dengan Kavi, yang padahal mereka cuma sekitar satu dua menit karena membahas ujian bahasa inggris.

Yiran bahkan benar-benar bersungut sambil bilang ke Raina agar jangan ngobrol dengan Kavi lagi. Hal menggemaskan itu berhasil membuat Raina senyam-senyum berhari-hari tiap kali mengingatnya. Dari situ Raina tahu kalau ternyata Yiran memang tipe pasangan yang cukup posesif dan protektif. Meski pada saat itu mereka sebenarnya belum resmi pacaran, mungkin hari ini akan menjadi hari resmi hubungan mereka berdua. Raina berusaha untuk terlihat tetap tenang meski sebenarnya ia deg-degan maksimal.

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang