46. Restu

54 2 0
                                    

Pandangan Yiran menyisiri kerumunan keluarga dan kerabat para wisudawan yang berkumpul di depan gedung. Ia terburu-buru karena sudah gilirannya untuk foto wisuda, tapi Raina masih belum menjawab teleponnya. Dengan gusar ia menyapukan sekali lagi pandangannya, memastikan tak ada tempat yang terlewat. Akhirnya menghela nafas, Raina terlihat berdiri di bawah pohon dan sedang berpelukan dengan Tami. Yiran pun buru-buru menuruni tangga dan berlari membelah kerumunan, tanpa memanggil ia langsung meraih tangan Raina. "Ayo!" tariknya..

Raina melotot kaget, tubuhnya diseret meninggalkan Tami. "Nanti ngobrol lagi!" seru Raina.

Tami mengangguk-angguk dan menyunggingkan senyum. Sedikit iri dengan kemesraan Yiran dan Raina, di tengah keadaannya yang sedang tak baik dengan Kavi. Namun benar-benar hanya sedikit, karena bagaimana pun Raina dan Yiran sudah melewati begitu banyak tantangan dalam hubungan mereka, dan ia turut bahagia melihat keadaan mereka saat ini.

Sesampainya di area foto Raina membelalak, orang tua Yiran sudah siap menunggu di depan backdrop dan melihat ke arah mereka. Raina buru-buru melepas genggaman tangan Yiran dan melangkah mundur.

"Ayo!" tengok Yiran, kembali menarik tangan Raina.

"Nggak usah, nggak usah!" tolak Raina terus-terusan berusaha melepas tangan Yiran. Tatapan dari orang tua Yiran membuatnya gugup setengah mati.

"Gak apa-apa Raina!" seru Lidia, "Sini, ayok!" panggilnya.

Mengerjap canggung, Raina tak punya pilihan lain selain menyambangi kedua orang tua Yiran dan menyalaminya. Ekspresi wajah Alex, Papa Yiran benar-benar datar. Ia hanya terdiam saat Yiran menempatkan Raina disampingnya sementara Yiran di sebelah Mamanya. Selama beberapa menit tak ada ucapan yang terlontar sama sekali dari mulut mereka, keempatnya fokus pada foto wisuda Yiran.

Dan disaat pengambilan foto sudah selesai, Raina mengkeret gugup di belakang lengan Yiran, menghindari kontak mata langsung dengan kedua orang tua Yiran tapi tetap berusaha sopan dengan tidak terlalu menunduk atau membuang pandangan ke arah lain.

"Kamu nggak mau kenalin?" tanya Alex ke Yiran yang langsung menggeser tubuhnya ke samping dan menarik Raina keluar dari persembunyiannya.

"Kenalin pacar aku, Raina." Ucap Yiran santai.

Berbanding terbalik dengan Raina yang wajahnya tegang sampai giginya hampir bergemeretak panik. "Raina, Om." Ia menjabat tangan Alex.

"Gak usah sok galak sama calon mantu gue!" ucap Lidia ke Alex tiba-tiba. Membuat Raina membelalak kaget dan langsung menatap Yiran yang ternyata sedang cengar-cengir.

Alex mengangguk paham sambil tertawa tanpa suara.

"Udah kalian pergi aja ya semisal ada acara lagi," sambung Lidia. "Mama pulang ya, Ran! Jangan pulang malem-malem!" Usapnya ke lengan Yiran. "Tante pamit ya, Raina!" Peluknya ke bahu Raina yang mengangguk-angguk gugup. "Gue duluan ya! Salam sama Sinta dan istri lu!" Pamitan ke Alex, lalu pergi sambil melambaikan tangan ke Raina dan Yiran.

"Papa juga pulang dulu ya, sekali lagi selamat atas kelulusannya, lancar-lancar dengan usahanya!" Alex menjabat tangan Yiran dan menepuk bahunya dua kali. "Om duluan!" ujarnya ke Raina sambil mengangkat tangannya ke udara, lalu berbalik badan dan hilang di balik kerumunan.

Raina masih terdiam mematung, masih terheran-heran dengan apa yang barusan terjadi di depan matanya. Yiran memiringkan kepalanya, menilik ke wajah Raina lalu tertawa. Dirangkulnya bahu Raina dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya melepas topi toga. "Gita udah bilang belum?" tanya Yiran lembut.

Raina langsung mengangkat wajahnya, lagi-lagi membelalak. "Bilang apa?" tanyanya kaget.

"Mau makan bareng ngerayain wisuda aku sama Tami." Jelas Yiran sambil membelai-belai rambut Raina yang di tata ikal dengan pita hitam besar.

"Ha?" Raina melongo tak habis pikir, bagaimana bisa Yiran tahu akan hal ini tapi Tami dan Gita tidak bilang sama sekali, terlebih ia tahunya Gita ada di Bandung hari ini. "Gita ada di sini?" tanyanya kemudian.

"Em," Angguk Yiran. "Ayok! Gita sama Tami udah ke tempatnya duluan." Ajaknya, menggandeng tangan Raina dan membawanya ke parkiran.

Begitu masuk di dalam mobil, Yiran tak langsung menyalakan mesin. Ia terdiam sambil memandang Raina yang masih belum bisa menghilangkan kepanikan karena mendadak bertemu kedua calon mertua dari ekspresi wajahnya. Yiran pun mendekat tubuhnya dan mengecup bibir Raina singkat.

"Makasih ya sayang!" ucap Yiran membuat seketika pipi Raina merona merah dan senyum tertahan melengkung di bibirnya. "Makasih udah ngasih undangan kamu buat Papa."

Raina tersenyum simpul, mengangguk-angguk lega. Tak sia-sia khawatir selama tiga jam penuh tadi. "Eh!" Ia mengerling mata. "Tapi aku beneran kaget loh Mama kamu sekeren itu!" ungkapnya.

Menyalakan mesin dan mengendarai mobil keluar parkiran, Yiran tertawa. "Aku pun sejujurnya kaget lihat cara mereka berdua ngobrol. Aku nggak pernah ngira kalau hubungan mereka sesantai itu. Bahkan ternyata Papa sama Mama aku itu sampai sekarang ada bisnis yang atas nama mereka berdua dan masih dikelola sama-sama!" terang Yiran sumringah. "Selama ini ternyata kayaknya aku yang terlalu berpikir negatif sama hubungan mereka, cuma karena gak pernah liat langsung mereka komunikasi, aku pikir mereka musuhan atau saling benci. Surprise banget ternyata mereka temenan dan saling dukung, aku bener-bener gak duga sih! Terus entah kenapa Papa juga kelihatan beda, mungkin karena aku dan Sinta udah gak tinggal di rumah, dia baru ngerasa kehilangan dan merasa bersalah mungkin dulu gak ngurus kita dengan baik. Oh iya, dia juga ajak aku nengokin anak Sinta barengan nanti kalau udah lahir, katanya mungkin dua bulan lagi."

Raina menatap Yiran yang terus bercerita dengan penuh semangat, ia hampir tak pernah melihat Yiran berbicara tanpa henti seperti ini. Matanya berbinar penuh kebahagiaan dan wajahnya berseri penuh kelegaan. Raina terus memandanginya dan tersenyum. Bersyukur ia telah melakukan salah satu hal terbaik dalam hidupnya, meringankan beban masa lalu yang ada dibenak Yiran, membuat hatinya lebih ringan terhadap kedua orang tuanya, dan setidaknya jelas Raina tahu, kalau hubungannya dan Yiran mendapat restu dari kedua calon mertuanya.

***

Tami memasuki restoran dan tertegun saat melihat Kavi duduk di sebelah Gita. Ia menarik nafas dalam-dalam, membawa langkah beratnya memasuki ruangan restoran yang sudah di pesan sebelumnya oleh Gita.

"Hai, Tam!" Panggil Gita.

"Hai!" balas Tami lalu menyambangi dan duduk di samping Gita. "Hai, Kav!" sapanya canggung, ke Kavi yang melirik singkat ke arahnya sambil mengangguk sekali.

Diampit oleh sepasang kekasih yang sedang renggang hubungannya, bola mata Gita bergerak ke kanan dan kekiri. "Ehem!" dehemnya. "Jadi kalian tau kan sebenernya kenapa kalian aku undang kesini?" ucap Gita pelan. "Oh iya sebelumnya hampir lupa! Congraduation Tami!" peluknya.

Kavi terdiam kaku, ia tahu harusnya ia mengucapkan hal yang sama ke Tami, tapi tubuhnya membeku. Ia tak tahu apa tindakan benar salah dalam keadaan hubungannya dan Tami yang seperti ini. Sejujurnya ia pun berat untuk datang ke acara ini, tapi ia sudah terlanjur berjanji pada Yiran dan Gita sebulan lalu. Tak ingin menjadi pengecut, ia yang sebenarnya sedang sepakat menjaga jarak dengan Tami untuk berpikir, mau tak mau harus bertemu di hari ini.

"Hai guys!" Duna masuk ke ruangan, kulitnya yang lebih coklat dan rambut bondolnya yang teramat pendek membuat pangling seisi ruangan.

"Akkkkk! Miss you!" Tami menghampiri dan memeluknya erat.

Duna yang kurang peka dengan keadaan malah duduk di samping kiri Gita, hingga tersisa bangku-bangku kosong hanya di samping kiri dan kanan Kavi. Dengan canggung Tami pun duduk di antara Gita dan Kavi, berusaha terus mengobrol dengan Duna di seberangnya tanpa menengok ke Kavi sedetikpun.

"Dunaaaaaa!" pekik Raina yang baru datang, meninggalkan Yiran di ambang pintu, langsung menabrak dan memeluk Duna erat-erat.  

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang