39. Dua Wanita

40 4 0
                                    

Matahari ada di posisi cukup tinggi ketika Raina dan Yiran pamit balik ke Jakarta. Di depan rumah, Wiwid dan Heru memberikan beberapa bekal makanan yang langsung dimasukkan ke dalam mobil oleh Yiran.

"Nggak usah pulang sering-sering! Yang penting terus ngabarin aja, di telpon juga nggak apa-apa!" tegur Wiwid ke Raina. "Nanti Yiran nyariin lagi tuh!" candanya.

Yiran tersenyum malu sambil menutup bagasi mobil.

"Iya gampang, Tante!" sahut Raina, memeluk Wiwid lalu beralih menyalami Heru.

"Baik-baik disana ya, jaga kesehatan jangan capek-capek!" Heru memegang bahu Raina, tiba-tiba suaranya berubah menjadi bisikan, "Jangan sampe lepas, Yiran nya, dia anak baik!" katanya di samping telinga Raina.

Tertawa sungkan, Raina mengangguk-angguk lalu undur diri. Yiran bergantian menyalami Wiwid dan Heru lalu masuk ke dalam mobil. Raina melambaikan tangan ke om dan tantenya seraya mobil menjauhi rumah, kemudian menutup jendela mobil dan menyandarkan punggungnya. Menengok ke Yiran yang menyetir sambil diam seperti biasa, "Mmmm... " gumamnya, "Tadi pagi, ngobrolin apa sama Om Heru?" ia tak bisa lagi menahan rasa penasaran yang mengganggu sejak selama beberapa jam lalu.

Mata Yiran berkelebat, "Yang mana?" tanyanya pura-pura tidak tahu, belagak fokus menyetir.

Raina memiringkan tubuhnya menghadap Yiran, "Yang tadi pagi-pagi sebelum sarapan!" sahutnya spesifik.

"Mmmmm.." gumam Yiran tak mau menjawab.

Dahi Raina langsung berkerut, belum sempat Raina bertanya lagi, notifikasi panggilan masuk dari Ruth tampil di layar mobil Yiran. Langsung diangkat dengan mode pengeras suara.

"Ran! Temen gue ada nawarin jadi model buat brand bajunya dia, lu mau gak?" Tanya Ruth.

"Nggak!" sahut Yiran singkat.

"Kenapa?" Ruth terdengar heran.

"Dah males!" Jawab Yiran.

"Lu lagi nyetir ya?" tebak Ruth.

"Em." Yiran memutar gagang kemudi. "Sama Raina." tambahnya, mata Raina melebar tak paham kenapa Yiran harus menyebut namanya dan membuatnya canggung.

"Oh, hai, Raina!" sapa Ruth. "Sorry ganggu ya!"

Raina tertawa kaku, "Hai, nggak kok gapapa!"

"Yaudah nanti kita obrolin lagi deh, Ran!" ujar Ruth. "Hati-hati di jalan, guys!" katanya lalu sambung telepon pun terputus.

Raina mengerutkan dahi menatap Yiran. "Kenapa nggak mau?" telisiknya.

Yiran hanya menggeleng.

"Kan lumayan." Raina masih mengorek.

"Repot, mendingan waktunya dipake buat sama kamu or skripsi." Terang Yiran.

Sesungguhnya Raina masih tak paham, tapi dia memilih untuk diam karena tak mau mencampuri urusan Yiran atau mengintervensi hal yang sudah ia putuskan. Walau sebenarnya ucapan Yiran barusan yang menyebut lebih baik menghabiskan waktu dengannya membuatnya merasa tak enak hati, takut keputusan Yiran itu diambil karena dirinya. Yiran sadar gelagat sungkan dari Raina, saat melihat lampu merah ia pun perlahan memberhentikan mobil dan menengok.

"Aku dulu terima tawaran model cuma ngisi waktu, ngumpulin uang, karena niatnya mau kos sendiri aja, nggak mau tinggal sama mama lama-lama." Terang Yiran. "Tapi sekarang aku juga udah magang, dapet gaji, aku udah ngerti main saham, jadi aku udah males ikut pemotretan-pemotretan gitu lagi. Lagian kerjanya seharian, dibayarnya gak seberapa." Jelasnya pelan-pelan.

"Ohhhh.." gumam Raina akhirnya paham, malu sendiri berpikir yang macam-macam, ia pun menyunggingkan senyum manja dan masuk lagi ke pembicaraan sebelumnya. "Kalau gitu, sekarang bilang tadi ngobrol apa sama Om Heru?"

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang