28. Perasaan Abu-Abu

55 2 0
                                    

Yiran menyesali keputusannya untuk masuk dewan senat mahasiswa. Seharusnya ia tak mengiyakan ajakan Greg dan Evan waktu itu. Sekarang waktunya terbuang untuk membantu kegiatan orientasi padahal bisa digunakan untuk fokus mempersiapkan magangnya. Karena hal ini juga dalam sehari ia harus melihat Raina selama berjam-jam. Fisiknya kelelahan tak bisa tidur selama beberapa hari, batinnya kelelahan harus bersikeras mengacuhkan Raina.

Ia belum terbiasa menghadapi perasaan ini, emosinya yang tak stabil dengan kemarahan yang datang dan pergi setiap kali ia melihat Raina, perasaan yang campur aduk terlebih saat di matanya gadis itu terlihat baik-baik saja setelah meninggalkannya dan menjadikannya seperti orang gila.

Wajah Yiran bahkan makin pucat setelah tadi ia tak sengaja berpapasan dengan Raina di tangga kampus. Raina sedang berjalan berdua dengan mahasiswa baru lainnya, Anton. Perasaan kesal yang familiar timbul tiba-tiba setelah sekian lama tak pernah ia rasakan, memperkeruh pikiran, menambah membebankan hatinya.

Memori kebersamaan mereka dulu terus menerus muncul di otaknya. Kenangan yang selama tiga tahun ini sudah susah payah dia lupakan dan berusaha ia anggap remeh, kini menyebar dalam dirinya. Menjebak hatinya merasakan kembali betapa perihnya hari-hari yang ia yang telah lewati. Membuat terbayang kembali salah satu hari terberat dalam hidupnya, hari ketika memutuskan untuk melepaskan perasaannya pada Raina, dan berhenti untuk mencarinya.

"Ran," panggil Greg, memecah lamunan. "Kita butuh bantuan anak baru buat rapihin aula ini ntar. Enaknya nyuruh siapa ya?"

Entah doroangan darimana Yiran menggedikkan dagunya ke arah Raina dan teman-teman barunya di seberang.

Kedua alis Greg terangkat, "Cewek juga?"

Yiran bangkit dari kursinya, "Cewek kan juga punya tenaga!" sahutnya dingin lalu berjalan pergi.

"Eh lu mau kemana?" pekik Greg.

"Toilet," sahut Yiran sambil lalu.

Raina mendengar suara Greg dan langsung menengok, melihat Yiran berjalan keluar ruangan, ia pun menghela nafas lega. Untuk pertama kalinya sejak sejam terakhir ia akhirnya bisa duduk bersandar dan merasa lebih rileks. Sejak tadi ia terus menyibukkan dirinya untuk ikut mengobrol dengan teman-teman barunya ini meskipun tak terlalu nyambung dengan pembicaraan mereka. Semua di lakukan semata-mata agar dirinya tak memperhatikan Yiran.

Anton, Dina, Moran dan Angel. Teman-teman yang umurnya tiga tahun dibawahnya ini sebenarnya ramah dan menyenangkan. Sayangnya pikiran Raina memang sedang tak bisa fokus untuk mengobrol dan mengakrabkan diri dengan mereka. Ia kewalahan berada seruangan dengan Yiran, ia resah, gelisah dan penuh rasa bersalah.

Greg menyambangi mereka berlima, "Guys!" panggilnya langsung mendapat perhatian. "Boleh minta tolong abis ini, buat rapihin kursi-kursi sama perlengkapan lainnya?"

"Boleh, Kak!" sahut Anton antusias. Disambut anggukan dari tiga orang lainnya selain Raina, yang langsung teringat harusnya ia pulang tepat waktu karena sudah janji membantu isi sif kosong di kafe karena May cuti dadakan.

Saat Greg kembali ke bangkunya, Raina langsung mengambil ponsel di atas meja dan berjalan keluar aula. Suasana di dalam aula terlalu berisik untuk melakukan panggilan telepon. Raina memilih berdiri di samping pintu dan melakukan panggilan. Sambil menunggu teleponnya di angkat, ia melihat ke dalam aula dan berpikir kenapa dari sekian banyak orang yang ada di aula, harus dia dan teman-teman di sampingnya yang diminta bantuan.

"Halo?" suara orang yang di teleponnya terdengar.

"Kak Rian!" panggil Raina, "Kayaknya aku bakal telat. Gimana ya?" tanyanya tak enak hati. Khawatir Rian kewalahan hanya berdua dengan Vino di kafe.

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang