32. Untuk Pecinta yang Meragu

51 3 0
                                    

Pagi cerah, cuaca bersahabat tapi bukannya berangkat kuliah Raina malah berguling-guling di kasur. Hari kedua datang bulan memang menjadi hari yang selalu menyiksanya. Kemarin ia sudah izin tidak datang ke kafe, hari ini dia harus izin lagi karena kuliah saja ia tak sanggup berangkat, apalagi harus berangkat kerja. Ia meraih ponselnya di kasur dan membuka grup obrolan KAVFE. "Guys, sorry gue gak bisa masuk lagi hari ini, gak enak badan banget."

Rian langsung menyahut, "Santai, Na. Aman ada May sama Vino nih."

Kavi yang jarang online juga tiba-tiba nimbrung, "Istirahat aja, Ina!"

Tersenyum bahagia ada di circle orang-orang yang penuh perhatian dan pengertian, Raina pun membalas, "Thanks ya guys!" Lalu kembali menarik selimutnya dan memejamkan matanya sambil meringis merasakan perutnya yang kram.

Di sisi lain, Tami yang sedang di dalam kelas membaca pesan di grup lalu melihat ke arah Yiran yang tengah melakukan presentasi di depan kelas. Otaknya dengan cepat membaca situasi dan merencanakan sesuatu. Ia menyeringai licik, menggerakkan kakinya penuh semangat.

Setelah kuliah usai dan dosen keluar kelas, Tami buru-buru melangkah keluar sebelum yang lain. Dia diam sebentar di depan pintu sambil pura-pura main ponsel, tapi sebenarnya menunggu Yiran. Saat melihat Yiran berjalan ke arahnya ia langsung berjalan lagi dengan langkah lambat, memastikan dirinya tak berjarak terlalu jauh dengan Yiran.

Pandangannya lalu berkeliaran ke mahasiswa baru yang sekelas dengan Raina, mereka sedang berdiri di pinggir-pinggir lorong menunggu giliran masuk ke kelas berikutnya.

"Hai!" sapa Tami ke Angel, yang ia tahu gadis ini sering duduk di sebelah Raina.

"Eh halo, Kak!" sahut Angel, sedikit bingung melihat Tami yang berdiri di depannya tapi celingak-celinguk entah memandang kemana.

Memastikan Yiran sudah semakin dekat ke arahnya, Tami menyunggingkan senyum dan memulai aktingnya. "Raina dimana, ya?" tanyanya dengan suara terlalu kencang untuk bicara dengan Angel yang ada di hadapannya.

"Oh, gak tau, Kak, dia gak masuk hari ini," jawab Angel polos, ditambahkan anggukan dari Dina.

"Aduh," gumam Tami, masih dengan suara yang terlalu kencang untuk sekedar gumaman. Yiran sedang berjalan tepat dibelakang badannya, dan ia siap melakukan tahapan selanjutnya. "Kemana ya dia, dari kemarin gak bisa dihubungi, gue khawatir deh!"

Anton yang mendengar obrolan Tami dan Angel berjalan menghampiri, "Kak Tami, kayaknya Rai...." ucapannya terhenti karena Tami buru-buru menekap mulutnya.

"Sssst!" perintah Tami. Kembali celingukan memastikan Yiran sudah berjalan cukup jauh sebelum akhirnya menurunkan telapak tangannya dari mulut Anton. "Guys!" ucapnya kini berbisik, kontras dengan volume suaranya yang ia keluarkan sebelumnya. "Kalau ada yang nanyain Raina ke kalian, bilang nggak tau. Siapapun yang nanya bilang gak tau!" pesannya sambil melotot.

Meski tak sepenuhnya paham tujuan Tami, Anton, Dina dan Angel mengiyakan karena takut dengan ekspresi wajahnya yang saat ini tersenyum lebar seperti joker. Senyuman yang dilihat oleh anak-anak ini tak kalah menyeramkan dibandingkan matanya yang melotot tadi.

"Bye!" ucap Tami lalu pergi sambil bersenandung. Meninggalkan Anton, Dina dan Angel yang saling tatap karena bingung.

***

Mengenakan hoodie abu-abu yang menutupi kepala dan celana pendek hitam. Tangan kiri Raina menenteng plastik kresek berisi obat pereda nyeri haid yang baru ia beli dari apotek. Sementara tangan kanannya, sibuk memegang es krim yang ia santap sambil jalan. Rambutnya dijepit asal, poninya berantakan ke kedua sisi, mukanya kusut karena belum mandi dari pagi, setiap datang bulan Raina berubah jadi seperti kucing yang takut air. Dia mudah kedinginan dan menggigil, bahkan untuk hanya sekedar cuci tangan atau kaki ia pun tak sanggup.

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang