35. Ketidaktahuan

44 2 0
                                    

Yiran menunggu Raina selesai kuliah terakhir, di depan mobil ia melambaikan tangan saat melihat pacarnya itu keluar gedung A. Bibirnya tak bisa menahan senyum saat melihat Raina berlari-lari ke arahnya dengan wajah sumringah. Dalam hati berpikir kenapa tidak dari kemarin saja dia kembali menjalin hubungan seperti ini dengan Raina, menyesal sendiri dengan keraguan dan kebodohannya beberapa minggu kemarin.

"Hari ini kerja?" tanya Yiran sambil membelai kepala Raina.

"Em," angguk Raina dengan mata berbinar.

"Yaudah aku anter ke kafe." Yiran langsung bergerak masuk ke dalam mobil.

"Kamu besok ke kampus lagi?" tanya Raina sambil duduk di sebelah Yiran.

Menggeleng sambil memakai safety belt, "Besok aku dah mulai ke kantor." Jelas Yiran sambil menyalakan mesin mobil.

"Ahhhhh, magang.." gumam Raina, seketika merasa malu karena tidak tahu apa-apa tentang kegiatan Yiran. Banyak yang ingin ia tanyakan tapi sepertinya tak akan cukup dengan waktu sesingkat jarak dari kampus ke kafe. Bodohnya ia tak bertanya apa-apa saat makan siang di kantin tadi.

Sambil mengemudi Yiran diam-diam melirik, ia sebenarnya juga masih punya banyak pertanyaan dibenaknya, namun masih menimbang-nimbang kapan dan bagaimana ia harus menanyakan agar membuat Raina nyaman menceritakannya. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing dan tiba-tiba saja kafe sudah ada di depan mata.

"Kamu langsung pulang?" tanya Raina sebelum membuka pintu mobil.

Yiran menggeleng, "Ada pemotretan."

"Ahhh.. pemotretan.." gumam Raina pelan. Lagi-lagi merasa canggung dengan ketidaktahuannya tentang kegiatan Yiran. "Yaudah hati-hati, ya!" ujarnya kemudian dengan wajah ceria yang agak dipaksakan.

"Em! Nanti pulangnya hati-hati, ya! Kabarin kalau udah di kosan." Pesan Yiran dan melambaikan tangannya saat Raina keluar mobil.

Matanya terus menatap Raina yang tengah menyeberang jalan dan masuk ke dalam kafe. Terlihat pacarnya itu menyapa dengan ramah pelanggan yang berpapasan dengannya di dalam kafe lalu tak terlihat lagi karena sepertinya masuk ke dalam dapur. Mata Yiran mengerling, ia teringat sesuatu yang seharusnya ia lakukan dari tadi. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan membuka ruang obrolan chat dengan Ruth. "Thanks dah bantu jelasin ke Raina." Kirimnya sambil tersenyum dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu mengendarai mobil meninggalkan area kafe.

"Duh ileeeeh!!!" ledek Tami saat Raina masuk ke dalam dapur untuk mengambil celemeknya.

"Apaan si lu!" sahut Raina malu-malu, senyam-senyum salah tingkah.

Tami langsung mendekatinya dan melingkarkan tangannya di lengan Raina, "Jadi gimana rasanya go public pertama kali? Udah ketahan tiga tahun tuh!" bisiknya.

Raina mendekatkan bibirnya ke telinga Tami, "Seneng banget!" bisiknya jauh lebih pelan daripada bisikan Tami.

"AAAAAKKKK!!" pekik Tami heboh, keduanya sama-sama tertawa dan menggoyang-goyangkan badan. "Kita harus video call Duna, kasian banget dia gak bisa nyaksiin langsung!" Ia terkikik. Raina mengangguk-angguk setuju, ia juga kangen dengan temannya yang satu itu.

***

Tiga hari berlalu, Raina tak pernah bertemu lagi dengan Yiran sejak hari pertama mereka 'balikan'. Jadwal keduanya selalu bertabrakan dan membuat tak ada waktu yang tepat untuk bertemu dan menanyakan semua yang ingin ditanyakan. Perasaan bahagia bisa bersama lagi perlahan-lahan menyusut, dan dalam tiga hari akhirnya overthinking yang lebih mendominasi.

Raina mulai merasa, mereka hanya kelihatannya kembali dekat padahal sebenarnya masih jauh dan tak benar-benar saling mengenal diri mereka yang sekarang, sama-sama tak tahu cerita dan kegiatan masing-masing, sama-sama sungkan untuk bertanya. Makin berpikir makin membuatnya semakin minder dan minder merasa dirinya bukan pacar yang baik untuk Yiran.

ASLOVEGOESBY - The New Comer and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang