🍁7

61 4 0
                                    

"Bukankah mereka terlihat sangat harmonis untuk dikatakan sebagai pasangan yang sudah bercerai?"

"Untuk memastikan, lebih baik kau samperin saja, lalu tanyakan sendiri"

Saat ini Hasa dan Jinan masih berada di dalam mobil yang terparkir di tepi jalan depan Different Cafe.

Menurut informasi yang mereka dapat dari Anastasya, Vara bekerja di Different Cafe. Mengapa Hasa tidak tahu sementara dia hampir setiap malam mampir ke cafe itu?

Namun sayang, mungkin mereka datang diwaktu yang kurang tepat. Dari sini terlihat Vara yang masih mengenakan clemeknya, tengah berbincang dengan seorang pria yang Hasa ketahui pria itu adalah suami Vara.

"Nah nah, mumpung cowok itu sudah mau pergi tuh. Buruan, sekarang giliran kau beraksi" kata Jinan seraya menabok pundak Hasa beberapa kali ketika melihat pria yang bersama Vara mulai beranjak dari duduknya.

"Harus sekarang nih?"

"Iya lah, sekalian tanyain ke Vara... beneran mau rujuk lagi atau enggak? Ehehe"

Hasa menghembuskan napas pelan, mengeratkan genggaman pada kotak hitam yang selalu ia bawa kemana pun, berharap jika suatu hari bertemu dengan Vara, Hasa bisa langsung memberikannya pada wanita itu. Dan mungkin hari ini adalah waktunya. Meski kurang tepat dan tanpa persiapan, Hasa tetap akan melakukannya.

"Good luck, brody" Jinan menepuk pundak Hasa seakan memberikan semangat untuk pria itu.

Hasa mengangguk sekali, lalu membuka pintu mobilnya. Meski dengan jantung berdebar, Hasa sudah bertekad dan tidak akan melarikan diri lagi.

Sementara itu...

"Baiklah, tapi jika kau perlu sesuatu jangan ragu untuk segera menghubungiku, mengerti?"

Vara hanya mengangguk saja. Meski dalam hatinya ia tidak akan pernah melakukannya.

"Baiklah, jaga dirimu"

Vara tak bisa menghindar saat tangan Mark menepuk pelan puncak kepalanya. Yang terpenting urusan dengan pria itu kini telah berakhir.

Baru saja Mark berbalik, hendak pergi namum ia malah mendapati seorang pria bertubuh tegap berdiri menghadap ke arahnya, lebih tepatnya ke arah Vara.

"Hai, Vara" sapa pria itu tersenyum sampai kedua matanya melengkung seperti bulan sabit.

"H-hai... " balas Vara dengan terbata. Ia gugup, jantungnya berdegup kencang, tubuhnya terasa lemas ketika melihat pria yang selama ini ia lihat dari kejauhan kini berdiri tepat di hadapannya. Jujur saja, Vara belum siap bertemu Hasa.

Mark ikut menoleh ke arah Vara dan mendapati wajah wanita itu terkejut. Lalu beralih memandang pria tadi kemudian mengamatinya.

Ah, jangan-jangan dia...

"Saya Hasa, teman Vara. Maaf sebelumnya karena saya mengganggu, tapi bolehkan saya meminta sedikit waktu istri Anda? Hanya sebentar"

Jadi benar, dia pria itu.

"Ah, baiklah... kebetulan saya juga akan pergi" kata Mark, lalu menoleh ke Vara. "Sayang aku pergi dulu, ya..." ucap Mark seraya melemparkan senyum manisnya sebelum pergi.

Vara tahu kalau Mark melakukan itu sekadar untuk membantunya. Tapi entah mengapa hal itu justru membuat Vara malah semakin merasa bersalah pada Hasa.

"Boleh aku duduk?" Tanya Hasa karena melihat Vara diam saja.

"Ah ya, silakan"

Hasa yang mendapati Vara yang bertingkah canggung seperti itu membuat hati kecilnya sedih. Mengapa mereka jadi sejauh ini? Padahal dulu mereka begitu dekat.

Setia[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang