🍁19

43 4 0
                                    

Setelah menjalani rangkaian pemeriksaan, juga menjalani berbagai persiapan, tibalah saatnya bagi Vara untuk dioperasi, pengangkatan myxoma.

"Mau sampai kapan kamu meluk aku kayak gini?" Tanya Vara karena Meera belum juga mau melepas pelukannya.

"Operasi akan berjalan lancar. Kamu harus cepat sembuh. Aku bakal nungguin kamu di sini. Jadi, kamu harus kembali dengan keadaan sehat. Oke?"

Vara mengangguk dalam pelukan Meera. "Aku akan berusaha, Meera. Terimakasih..."

Akhirnya Meera melepas pelukannya, memandangi Vara yang di bawa menuju OR bersama beberapa perawat.

Saat Vara sudah masuk ke dalam OR, saat itu juga Meera terduduk di bangku yang ada di luar ruangan itu. Wanita itu menunduk, menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, lalu menangis sesenggukan.

"Operasi akan berjalan lancar. Hasa dan Agam, mereka adalah dokter yang hebat. Vara pasti bisa sembuh"

Mendengar ada suara lain, Meera mengangkat wajahnya, menoleh ke sebelah kanannya dan mendapati Jinan yang sudah duduk di sebelahnya, tersenyum hangat ke arahnya seraya mengulurkan sapu tangan.

Bukannya berhenti menangis, Meera malah semakin terisak. Selain sedih memikirkan keadaan Vara, sekarang ia juga merasa malu karena ketahuan menangis seperti anak kecil. Padahal dari tadi Meera sudah menahan diri waktu di depan Vara tadi. Dia tidak menyangka kalau Jinan juga ada di sini.

"Lah, kok tambah kenceng" Jinan jadi panik sendiri, lalu mengulurkan tangannya untuk menepuk pundak Meera yang kini duduk membelakanginya dengan tubuh bergetar.

"Meera... hei, dengerin aku. Vara bakal baik-baik aja, oke?" Kata Jinan mencoba menenangkan Meera, juga masih mengulurkan sapu tangan untuk wanita itu.

Meera hanya mengangguk, masih dengan menunduk, ia mengambil sapu tangan pemberian Jinan lalu menggunakannya untuk menyeka air matanya sekaligus hidungnya yang juga ikutan berair.

"Gimana? Udah lebih tenang?" Tanya Jinan tanpa menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi menepuk-nepuk pundak Meera agar wanita itu lebih tenang.

Lagi-lagi Meera hanya bisa mengangguk.

Jinan mengambil ponselnya yang bergetar dari dalam saku jas putihnya.

"Oke, siap. Saya segera ke sana"

"Meera, aku permisi dulu ya. Ada panggilan dari UGD"

Meera memutar tubuhnya, mendongak dan mendapati Jinan yang sudah beranjak. Lalu wanita itu perlahan menganggukkan kepala.

"Vara pasti bakal baik-baik aja. Kamu jangan khawatir. Oke?" Kata Jinan lalu menepuk pelan puncak kepala Meera sebelum pergi.

Meera mematung, wanita itu dapat merasakan wajahnya mendadak panas dan jantungnya berdebar lebih kencang.

"Tadi itu... apa-apaan sih?" Meera langsung melengos, meringis seraya memejamkan matanya erat, tiba-tiba merasa malu sendiri.

•🍁🍁🍁•

Operasinya berjalan lancar, Vara juga sudah dipindahkan ke ICU. Tapi Agam dan Hasa, selaku dokter yang menangani Vara dan juga perawat harus tetap berjaga untuk memastikan tanda-tanda vital Vara stabil hingga dia sadar kembali.

"Jangan lama-lama tidurnya ya, Ra... " kata Hasa seraya menggenggam tangan Vara. "Aku yakin kamu kuat"

Akhirnya pertahanan Hasa runtuh. Pria itu menangis sesenggukan.

Sudah dari semalam, Hasa merasa gelisah dan takut. Apalagi dia yang menjadi first assist yang membantu Agam dalam operasi tersebut karena hanya Hasa satu-satunya GS yang dimiliki RS. Dewantara. Selain itu, Hasa juga ingin menepati janji masa kecilnya pada Vara.

Setia[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang