🍁20

51 4 0
                                    

Hasa menggenggam tangan Vara seraya terus memandangi wajah wanita yang masih terlelap itu.

"Ra, udah mau tiga hari loh. Bangun dong..." tutur Hasa lembut.

"Gam" panggil Hasa.

"Apa?" Agam yang sedang mengecek keadaan Vara menoleh.

"Apa kita membuat kesalahan waktu operasi?"

Pertama kalinya dalam hidup Hasa semenjak menjadi dokter, baru kali ini pria itu merasa ragu dengan hasil kerjanya dalam menangani pasien. Karena biasanya pasien akan membutuhkan waktu kurang dari 24 jam untuk sadar pasca operasi. Apalagi ini bukan termasuk operasi besar. Tapi ini bahkan sudah hampir 3 hari, namun Vara belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk sadar.

"Kau terdengar seperti sedang mengejekku"

"Bukan seperti itu. Hanya saja---

"Vara pasti bangun" kata Agam tegas. "Mungkin fisiknya masih lemah sehingga dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya"

Setelah mengatakan itu, Agam keluar dari ruangan.

Cepat bangun ya, Var... jujur aja, aku juga takut. Batin Agam, dengan cepat mengusap setetes air mata yang berhasil lolos di pipinya, lalu bergegas kembali ke ruangannya.

Sebenarnya Agam juga khawatir, namun dia harus menyembunyikannya dengan tetap bersikap tegas. Apalagi dia adalah dokter utama yang menangani operasi Vara, jadi Agam harus percaya dengan hasil kerjanya. Meski dalam hati juga merasa harap-harap cemas.

Sementara itu, Hasa yang sedang menjaga Vara harus segera beranjak karena mendapat kabar ada pasien kecelakaan beruntun dilarikan ke UGD, jadi dia harus segera ke sana dan menitipkan Vara kepada Meera yang kebetulan baru tiba.

"Oi, Var... bangun lah wei" tutur Meera dengan nada lembut. "Betah banget nginep di RS..."

"Udah dua malam loh, Var aku makan mie instant karena nggak ada yang masakin. Kalau makan di luar males, Var kalau sendiri. Nggak ada yang nemenin, nggak ada yang bisa diajak gosip. Bangun ya~ aku udah kangen nih..."

•🍁🍁🍁•

Hasa berlari seperti orang kesetanan menuju lantai dua saat mendengar ucapan perawat yang mengatakan emergency dari tempat Vara dirawat.

"Ada apa?" Tanya Hasa kepada Agam yang ternyata sudah sampai lebih dulu, juga ada Meera yang tadi menekan tombol emergency.

Agam menoleh ke belakang, pria itu tak menjawab dan hanya menggeser kakinya seakan menyuruh Hasa untuk melihat sendiri. Sedangkan Meera, wanita itu memilih keluar ruangan dulu, membiarkan dua dokter itu menangani Vara.

Jantung Hasa berdegup kencang, kedua matanya sudah berkaca-kaca begitu melihat dua manik cokelat terang yang kini terlihat sayu itu menoleh ke arahnya sembari tersenyum hangat.

"Vara..." Hasa menggenggam tangan Vara, mengusap lembut pipi wanita itu. "Terimakasih sudah kembali"

Sekuat tenaga Hasa menahan diri untuk tidak menangis.

Vara hanya mengedipkan kedua matanya dengan pelan dengan senyuman masih terukir di bibir pucatnya. Jujur saja, dia masih merasa lemas.

"Gimana? Masih pusing? Atau ada keluhan lain?" Tanya Hasa dengan nada lembut.

"Iya. Kepalaku pusing, dadaku juga terasa perih" jawabnya dengan nada lemah.

"Mungkin efek anestesinya sudah hilang, jadi perih di lukanya muncul" jelas Agam lalu mengambil alih untuk mengecek keadaan Vara. "Aku akan memberikan analgesik untuk meredakan nyerinya"

Setia[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang