🌷1. Persimpangan🌷

9.7K 1.7K 273
                                    

Beberapa cinta memang disiapkan untuk menciptakan luka.
Sialnya cintaku jenis yang sama.

- Ra-

*****

Pemuda itu menuntup bukunya. Suara tangis kecil itu lirih, menyayat. Berasal dari rumah sebelah. Tembok mereka yang menyatu membuat Arash bisa mendengarnya. Setiap malam, suara tangis itu terdengar.

Arash tahu tangis itu berasal dari siapa.

Gadis kecil berpakaian lusuh yang baru tiba di sana beberapa hari yang lalu. Orang tua gadis kecil itu baru meninggal dalam tabrakan hebat seminggu yang lalu. Hingga gadis kecil itu terpaksa tinggal bersama pamannya.

Namun, Arash tahu betapa bangsat paman gadis itu. Menggilai alkohol dan kerap main tangan. Istrinya adalah samsak pria itu. Dan Arash meyakini gadis kecil mengalami hal yang sama semenjak datang.

Harta peninggalan orang tua gadis itu yang tak seberapalah, yang membuat sang paman mau merawatnya. Harta yang kini hampir habis.

Semua itu diketahui Arash dari Omnya. Omnya yang bekerja di bengkel dekat pasar di mana paman gadis kecil itu bekerja serabutan.

Arash tak tahan. Dia memutuskan keluar. Tapi Omnya yang sudah duduk di sofa tua depan tivi langsung memberi larangan.

"Jangan ikut campur, Nak."

Arash benci panggilan nak itu. Membuatnya menyadari apa yang direnggut darinya. "Bagaimana jika dia disakiti? Kita harus diam saja sementara tahu di balik dinding ini ada anak kecil yang sedang sekarat?!"

"Bagaimana jika Pamannya menyakitimu?"

"Aku tidak takut!"

"Tapi Om yang takut." Omnya bangkit dan menepuk-nepuk bahu Arash. Tatapanya adalah gabungan rasa cinta dan permohonan ampun. "Pria di sebelah itu bajingan tengik. Jika kamu berani mencampuri urusannya, dia akan menghancurkanmu. Setelah semua yang terjadi, kehancuranmu adalah hal terakhir yang tak akan mampu Om tanggung."

"Lalu membiarkan gadis itu mati perlahan? Apakah sikap pengecut itu akan terus menempel?"

Arash tahu perkataanya menyakiti pria itu dan tak menyesalinya.

"Mungkin mati memang lebih baik untuknya. Dunia ini terlalu kejam untuk bunga kecil serapuh dirinya."

Arash membeku. Seluruh kekaguman yang dulu membuatnya memuja pria itu sirna.

Arash melihat Om-nya mengunci pintu lalu membawa kunci itu masuk ke dalam kamarnya. Arash mengepalkan tangan, berusaha agar tak mengamuk. Suara tivi di ruang tamu kecil itu bahkan tak mampu menyamarkan suara tangis sang gadis kecil.

*****

Alara duduk di ruang tamu dalam keheningan yang terasa membekukan. Wanita itu telah mendengar suara mobil memasuki pekarangan rumah bercampur suara rintik hujan yang mulai membasahi bumi di waktu seharusnya matahari bersinar.

Akhirnya Arash pulang.

Tatapan Alara masih tertuju ke  jam di dinding yang tertempel di atas pintu masuk. Jam yang letakknya ditentukan oleh Alara. Seperti semua letak benda di rumah itu.

Wanita itu memang selalu menunggu Arash. Di sana. Di sofa panjang yang berhadapan langsung dengan pintu. Namun, kali ini Alara tak ketiduran  karena terlalu lelah menunggu seperti biasa.

Semenjak semalam, Alara sengaja terus membuka mata, menghitung waktu. Cara yang ditempuh untuk menyadarkan dirinya bahwa penantian seperti ini tak bisa dilakukannya lagi. Bukan karena Alara tak mau, tapi agar Arash berhenti menganggap rumah mereka sebagai tempat hukuman.

Icy  FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang