🌷4. Di Balik Selimut🌷

6K 1.3K 296
                                    

Petang menjelang.

Bagai buku tua usang.

Aku membaca tiap halaman.

Menghitung seberapa banyak telah kehilangan.

-Ra-

*****

Pemuda itu belari, hampir tersandung karena berusaha menangkap tubuh kecil yang ambruk di tanah.

Namun, dia terlambat. Sosok itu telah terkulai tak sadarkan diri. Dengan panik sang pemuda menatap ke sekeliling, mencoba mencari seseorang yang bisa membantu. Namun, nihil. Setiap pintu dan jendela masih tertutup rapat. Suasana sangat senyap.

Sang pemuda lalu menggendong tubuh kurus yang terasa sangat ringan itu.

Arash terbiasa membantu di bengkel omnya. Dan alat-alat dari besi di sana berat.

Dia membawa gadis kecil itu ke rumah si paman yang pintunya terbuka.

Namun, yang dilihatnya di sana hanya kekacauan. Meski telah memanggil-manggil, tak ada suara yang menjawab. Dia yakin bibi gadis kecil itu sedang teler di salah satu kamar yang pintunya terkunci.

Pemuda itu akihirnya membawa si gadis kecil ke rumah omnya.

Dia membaringkan tubuh lemas itu di atas sofa tua.

Sang pemuda melakukan segala cara agar si gadis kecil itu sadar. Butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya gadis kecil itu membuka mata.

Sang pemuda langsung terduduk dengan lemas di lantai.

Gadis kecil itu tidak mati.

Dia berhasil menyelamatkannya.

Akhirnya, sang pemuda tak harus melihat satu nyawa lagi terenggut di hadapannya tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Mi ... num ...."

Sang pemuda bisa dikatakan melompat berdiri. Belari ke arah dapur. Mengambil segelas air minum dan makanan apapun yang ditemukannya di sana.

Secepat kilat dia kembali ke ruang tamu. Dia membantu gadis kecil itu minum dan menyuapinya.

Hati pemuda itu terasa pedih melihat bagaimana gadis itu melahap makanannya nyaris tanpa mengunyah. Gadis kecil itu benar-benar kelaparan.

Bajingan di samping rumahnya sangat keterlaluan.

"Terima kasih, Kak...."

Kak?

Panggilan yang langsung disukai Arash karena mengingatkannya pada sosok yang dulu memanggilnya dengsn kata yang sama.

"Namaku Arash. Siapa namamu?"

"Alara."

"Alara? Baiklah. Kamu boleh memanggiku kak."

Dan Arash akhirnya bisa tersenyum, saat melihat senyum lebar di bibir si gadis kecil.

"Dan tidak perlu berterima kasih. Jika kamu lapar dan haus, datanglah ke sini."

"Memang boleh?"

"Tentu saja."

"Tapi aku takut. Nanti Paman marah."

Arash berpikir dengan cepat.

"Kalau begitu, datang ke sininya saat Pamanmu tidak ada saja. Bagaimana?"

Gadis kecil itu mengangguk.

Icy  FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang