🌷2. Meninggalkan Rumah🌷

9.7K 1.6K 245
                                    

*****

Semesta itu gelap, pekat.
Hingga aku menemukanmu.
Menjadi sebentuk mimpi yang merengkuhku.

-Ra-

*****

Gadis kecil itu kelaparan. Tubuhnya terasa begitu lemah. Bahkan air minum pun tak ada di rumah itu.

Pamannya telah pergi. Setelah memukuli istrinya semalam, pria itu tak pulang sampai pagi. Wanita yang harusnya dipanggil bibi oleh gadis kecil itu pun tak peduli jika dia belum makan sejak kemarin.

Wanita itu terlalu sibuk dengan luka-luka dan ketakutannya sendiri.

Gadis kecil itu tak berani membuka suara bahkan hanya untuk meminta segelas air minum. Dia takut dibentak dan dipukuli. Benar, bukan hanya sang paman yang sering memukulnya, tapi juga istri pamannya. Keputusasaan wanita itu nyatanya dilampiaskan pada sang gadis kecil.

Tubuhnya yang lemah dan kurus, dipenuhi banyak lebam dan bekas cubitan di balik bajunya yang lusuh karena jarang diganti. Semua baju indah yang dulu dibelikan orang tuanya, telah dijual sang paman untuk membeli minuman dan berjudi.

Hari itu masih sangat  pagi. Suasana terasa sepi karena bagi sebagian besar penghuni deretan rumah kontrakan kumuh pinggir kota itu adalah pekerja malam, dan pagi merupakan saat untuk  beristirahat. Waktu yang dimanfaatkan si gadis kecil itu untuk keluar dari rumah kontrakan kecil pamannya.

Dengan langkah tertatih sembari meremas perutnya yang terasa perih, gadis kecil itu berjalan ke arah rumah di samping. Rumah milik tetangga pamannya. Di depan rumah itu ada sebuah keran air dari pipa plastik yang telah berlumut. Gadis kecil itu berharap bisa meminta izin untuk minum.

Namun, karena tak melihat siapapun di sana, gadis kecil itu hanya berdiri diam. Orang tuanya mengajarkan agar tak mengambil sesuatu tanpa izin, sesulit apapun keadaan yang menimpanya.

Gadis itu menahan sakit karena tenggorokannya yang terasa terbakar, juga perutnya yang bertambah perih. Pengelihatannya mulai berkunang-kunang sekarang.

Hingga tiba-tiba pintu di hadapannya terbuka. Dan seorang pemuda dalam pakaian sekolah putih abu berdiri di hadapannya.

Gadis kecil itu menelan ludah. Menelan  ketakutannya pada orang asing. Dengan suara gemetar yang sangat lemas, bibir kecilnya berucap, "Pe-permisi, Kak. Saya ... boleh minta  minum?"

Namun, gadis itu tak pernah mendengar jawaban si pemuda, karena dia telah kehilangan kesadaran karena terlalu lemah.

*****

Kini Alara mengingat kenangan itu, seolah baru terjadi kemarin. Kali pertama dirinya bertemu Arash. Dalam penuh keputusasaan dan tak berdaya. Di bawah sinar mataharu yang terasa memenggang dan mengalami dehidrasi.

Alara mengingat semua itu mungkin karena Alara merasakan hal itu sekarang. Bukan karena matahari dan kehausan, karena jelas udara di kota itu selalu lebih dingin apalagi setelah hujan turun. Namun, karena dulu ia adalah gadis kecil yang hampir mati kelaparan dan baru menemukan sosok pelindung, maka kini ia menjelma wanita yang kehilangan arah dan kehilangan pelindung.

Semakin dewasa dirinya ternyata tak mengubah apapun. Sosok terluka dan ketakutan itu tetap bersarang dalam jiwa Alara. Arash adalah perisai yang melindunginya. Prisai beku yang tak pernah mampu tertembus apapun hingga Alara tetap merasa aman. Pedihnya, kini prisai itu melucuti diri dari Alara.

Arash selalu menjadi segalanya untuk Alara. Namun, sayangnya kali ini segalanya akan berubah. Alara harus meninggalkan dunia Arash. Ia seolah dipaksa kembali menjadi gadis kecil yang ketakutan ini.

Icy  FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang