**
Kenan meremat surainya kencang saat suara lirih Hazki mendadak terputar bak kaset rusak di kepalanya. Kenan ingkar janji. Dulu, ia yang paling yakin berkata akan selalu menemani Hazki sampai kapanpun. Nyatanya, hari ini, semua itu hanya menjadi omong kosong belaka.
"Abang, Aci capek.."
"Maaf, sayang. Maaf.."
Kedua telapak tangannya menutupi mukanya sendiri yang kini basah akan air mata. Kenan menyandarkan bahunya ke tembok belakang, menikmati dinginnya duduk di atas lantai koridor di depan IGD.
"Abang!" Dari jauh, Vanya berlari bersama Jio ke arahnya. Kenan menatap mereka datar, semuanya hancur karena mereka. Kenan bangkit, ia mencengkeram kerah baju ayahnya. Menatap pria itu tajam.
"ACI DI TUSUK! ASAL PAPA TAU, KAEL BAHKAN GAK KENAPA-NAPA! hiks Papa, Adek-- Adek luka.. kenapa Papa gak bawa Adek pulang juga?" Kenan jatuh, berlutut di hadapan ayahnya yang kini hanya mampu menatap kosong ke depan. Vanya terduduk lemas, tak menyangka semua akan menjadi sekacau ini.
"Kenan gak bisa tanpa Aci, Pa! Kenan gak bisa.. hiks Papa, Kenan takut.." Dengan masih berlutut, Kenan meracau tidak jelas. Jio masih diam, ia membangunkan Anak sulungnya dari posisi berlutut. Jio menatap Kenan sendu, matanya sudah berembun. lelaki itu segera merengkuh Kenan yang tampak hancur.
"Ma-maafin Papa.." lirihnya sangat pelan. Jio membawa Kenan untuk duduk di kursi tunggu, bersama Vanya yang masih terlarut dalam pikirannya. Wanita itu menangis dalam diam.
sunyinya Koridor di pecahkan oleh gema suara dari tangis pilu Kenan. Pemuda itu hancur, tidak tahu harus bersandar pada siapa. Jio pun tampak linglung, tak jauh beda dengan Vanya yang kini hanya diam mematung.
ceklek..
Seorang dokter keluar dari ruangan, sorot matanya layu dan penuh kekecewaan. Kenan menatapnya penuh harap, kendati jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, Kenan tetap setia menunggu kata yang keluar dari belah bibir sang dokter.
"Maaf.."
Kenan menggeleng kuat, raut wajahnya seolah menolak keras.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. tetapi, kondisi tubuh pasien yang lemah memperburuk keadaan. dengan berat hati, kami nyatakan, Pasien telah tiada. Saya turut berduka--
Kenan bangkit, dengan terburu berlari menerobos ke dalam ruangan. melihat beberapa perawat lain yang tadi ikut mengoperasi Hazki tengah menatapnya sedih. Kenan mendekati tubuh Hazki yang sudah tertutupi oleh kain putih secara keseluruhan. Kakinya melemas, namun, Kenan tetap mengusahakan badannya untuk tetap berdiri tegap. Perlahan, Kenan menyibak kain yang menutupi wajah pucat pasi sang adik.
"Kenapa tinggalin Abang?" Kenan melirih. ia mengusap kening Hazki, kebiasaan yang sering di lakukannya hampir setiap malam-- dulu, untuk menidurkan Hazki. Sekarang, anak itu sudah tertidur. Tetapi, Kenan tetap melakukannya.
"Adek.. mau tidur? hm? Adek mau bobo? capek, ya? maaf, sayang. Maaf. Abang telat. Abang jahat sama Adek selama ini." Kenan menyatukan kening mereka berdua, sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak menetes ke jasad Hazki.
"Abang ikhlas, sayang. Adek bahagia di sana, ya? bobo yang nyenyak, Bungsunya Abang."
Kecupan lama Kenan sematkan di kening Hazki, merasakan betapa dinginnya kulit sang adik yang padahal biasanya terasa hangat. Kali ini, hal itu tidak lagi sama.
**
Farel menyandarkan keningnya ke nisan sang adik. merasa matanya kembali berair. Farel terkekeh hambar. Ia meremat erat buku yasin yang ada di genggamannya. Menatap Devan yang keadaannya sama seperti dirinya sekarang-- seperti orang yang kehilangan arah.
"Bang," Devan mengusap bahu Kenan pelan. Meski tidak mampu mengembalikan fokus pemuda itu. Kenan justru kembali menangis, memandangi nisan Hazki dengan tatapan tidak rela.
"Mata lo bengkak," ujar Devan lirih. Kenan acuh, ia tetap mengelus nisan Hazki dengan teratur. Seolah tengah mengusap surai Adiknya seperti dulu. lagi, itu hanyalah sebuah angan-angan belaka.
"Adek.." Jio yang berjongkok di sebelah Farel bergumam pelan. Pria itu belum menangis semenjak Hazki di nyatakan meninggal oleh dokter. Bahkan saat terakhir kali di suruh mencium kening anak bungsunya, Jio tidak menangis.
"Maaf, Papa gak nangis. kepergian kamu terlalu tiba-tiba, sayang. Papa.. belum bisa terima." Jio menunduk, membiarkan angin membelai sebagian wajahnya dengan lembut. Entah dimana anak tiri dan istri barunya sekarang, Jio tidak terlalu perduli.
"Mendung. Pulang, ya, kak, bang? besok kita kesini lagi." Jio bangkit, menatap ke tiga anaknya yang masih sama-sama berusaha menguatkan diri. Setelah Farel dan Devan bangun, Kenan tidak juga kunjung berdiri. Jio mengusap surai Kenan, menghela napasnya frustasi.
"Abang.."
"Pulang duluan aja. Abang masih mau disini." Kenan berujar singkat. Tanpa nada, dan tanpa emosi.
"Oke. Papa pulang duluan, ya, sayang?" Kenan mengangguk pelan. Jio dan kedua putranya pun lantas keluar dari area pemakaman. meninggalkan Kenan sendiri bersama hening dan dinginnya suasana TPU. Kenan kembali menangis, terisak kecil sambil terus mengusap nisan Hazki.
"Kalau capek, tidur sama Abang. kenapa malah tidur disini? Abang kangen nanti, sayang. Abang gak rela Adek pergi secepet ini.." Kenan bahkan tidak sadar, sedari tadi terus memanggil Hazki dengan sebutan 'Adek'. Panggilan yang tidak lagi pernah ia sematkan untuk Hazki semenjak Kael hadir di keluarga mereka.
"Sebentar lagi mau hujan. Abang disini.. buat lindungin Adek dari hujan." Kenan tersenyum tipis, air matanya terus bercucuran tanpa mau berhenti barang hanya sebentar saja.
"Kamu akan selamanya jadi adik bungsu Abang, Asyavino Hazki. Gak akan ada yang pernah gantiin Adek, siapapun itu. Abang janji."
Selesai ucapannya mengudara, Hujan dengan lebatnya turun membasahi tanah pemakaman. Kenan segera mendekap nisan Hazki erat, memejamkan mata sambil terisak kencang di sana.
"Abang sayang kamu, lebih dari Abang sayang ke diri Abang sendiri. Anak kuat Abang, anak hebatnya Abang, anak baiknya Abang, terimakasih sudah bertahan sampai disini, Tanpa pulang sebelum di jemput.."
**
"Hei, anak kecil. kamu berhasil. Kamu pulang karena di jemput oleh-Nya. kamu tidak menyerah di tengah jalan. kamu.. hebat."
Asyavino Hazki
[ end; 17.03 ]••
Hazki bobo dulu, ya.
Terimakasih sudah mau baca Aci, sampai kapanpun, Aci sayang kalian.
🖤🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZKI ; Danendra's Little Angel [✓]
Teen FictionAsyavino Hazki Danendra, Putra bungsu dari seorang pengusaha kaya raya, Jionathan Danendra. yang perlahan kehadirannya terlupakan, dengan kata lain, tergantikan oleh bungsu Danendra yang baru-- Mikael Kenzio Danendra. ** "Papa, Aci mau itu.." "iya...