"Abang, Aci capek."
Tubuh mungil Hazki di rengkuh erat, "Abang disini, sama Aci terus. Abang janji."
Kenan mengecup surai halus Hazki berulang kali. memberikan kehangatan seperti yang selalu Hazki idamkan. anak itu tersenyum dengan wajah sayunya. kemudian, perlahan matanya tertutup. Hazki yang masih bersandar di dada Kenan pun tanpa sadar tertidur lelap.
"Stay with me, sayang. Abang gakmau Aci pergi."
Ucap lirih Kenan hanya di sahuti oleh deru angin yang keras dari luar kamar.
**
Suara ketukan anak tangga terdengar di tengah dinginnya malam, Farel, Kakak ketiga Hazki turun dari kamarnya di lantai dua dengan membawa gelas beling yang sudah kosong. menuju ke dapur dan mengisi gelas itu dengan air di dispenser.
"Ngapain?"
suara berat Kenan mengagetkannya. Farel berdecak kesal. ia meletakkan gelasnya asal ke meja pantry. menatap tajam Kenan yang menurutnya mengganggu.
"lo buta?!" tanya nya sarkas.
"Kecilin suara lo. Kael sama Aci bisa bangun." Kenan memperingatkan.
Farel berdecih. siapa yang peduli dengan Hazki memangnya? kalau dengan Kael, tentu dia akan begitu perhatian. tapi, dengan Hazki, untuk apa? anak itu hanya beban di matanya.
"Cih. ngapain sih masih perduli sama dia?" Farel bertanya sinis.
"Karena dia adik kita. sadar, Rel. lo boleh sayangin Kael sesuka lo. tapi, inget, Aci juga masih butuh kasih sayang. mereka bahkan cuma beda beberapa bulan."
Farel tidak menggubrisnya, ia mengangkat gelas miliknya yang sudah terisi penuh dan berjalan kembali menaiki tangga. tanpa kata meninggalkan si sulung sendirian di dapur. Kenan hanya mampu menghela napas, sudah satu tahun belakangan, Hazki kehilangan kasih sayang dari semua orang, termasuk ayahnya sendiri.
**
Pagi di hari senin terasa begitu dingin. Hazki membuka matanya perlahan, menyiapkan diri sejenak dengan cara melamun sebelum memulai hari. ia bangkit dari tidurnya, mengambil seragam dan mulai membersihkan diri di kamar mandi. tak sampai sepuluh menit, Hazki keluar lagi. sudah lengkap memakai pakaian dan atributnya.
ceklek..
"Pagi, sayang."
suara halus Kenan menyapa pendengarannya. Hazki menolehkan kepala ke ambang pintu, lantas tersenyum manis membalas sapaan sang Abang.
"Pagi! temenin Aci ke bawah, ya, abang!" seruan Hazki di tanggapi kekehan gemas Kenan. pemuda itu mendekat, menggandeng lembut tangan kurus adik kecilnya.
"Abang, Aci boleh makan, kan, pagi ini?"
pertanyaan yang di luncurkan Hazki mendadak membuat Kenan seolah membisu. Pemuda itu segera mendudukkan Hazki di meja makan yang masih hanya terisi oleh Devan, Kakak kedua Hazki. Kenan berlutut di samping kursi Hazki, memegang tangan Adiknya erat.
"ada yang larang Hazki makan kemarin?" Kenan memberikan tatapan mengintimidasi, sontak Hazki diam. menunduk dalam dan tidak berani menjawab apapun.
"e-enggak. Aci salah ngomong.." ujarnya terbata-bata. Kenan menghela napas kasar. satu sifat Hazki yang dia tidak sukai, yaitu pandai berbohong.
"Lebay lo. gak makan satu hari gak bakal buat dia mati." cibir Devan kesal dari seberang. Kenan berdiri, menatap tajam adik pertamanya itu.
"Jaga ucapan kamu. abang gak pernah ngajarin kamu kasar kaya gitu, Dev." Devan memutar bola matanya malas, abangnya itu berlebihan sekali.
"Gue bicara fakta kali."
"Udah, abang. Aci salah ngomong doang tadi." tangan mungilnya menggenggam tangan besar Kenan, meminta Abangnya agar berhenti. dan Kenan menurut. bagaimanapun, Hazki tidak boleh sampai tahu pertengkaran mereka.
maka dari itu, tanpa kata lagi, Kenan duduk di samping Hazki. mengambilkan adiknya makanan dan mulai menyuapinya dengan sabar. sampai Kael turun dari tangga dengan Vanya— sang ibu tiri, Keadaan berubah memanas.
"Kael mau duduk disitu! Awas!" Kael menghentak-hentakkan kakinya marah. ia menunjuk Hazki yang hanya menampilkan wajah polos.
"Kenapa, Nak?" Vanya berkata panik.
"Kael mau di sampingnya Abang Ken.. Mau disitu, Mamaa.." rengek Kael hampir menangis. Vanya pura-pura memasang raut terpaksa dan tidak enak.
"Hazki, bisa geser, gak? Kaelnya minta di samping Kenan, nak. boleh, ya?" tawar Vanya memohon. Hazki yang dasarnya hanyalah anak polos berhati sebersih kertas hvs menurut. ia bangun, Namun, tangannya di tahan dengan cepat oleh Kenan.
"Kael di samping Mas aja, ya? Abang kan lagi suapin Kak Aci.." Kenan nampak memberi pengertian. namun, Kael justru semakin tantrum.
"Ada apa, sih?! Kamu cari masalah lagi, Hazki?!"
Suara berat sang papa mengagetkan Hazki. lantas, dengan buru-buru Hazki pindah. menjadi duduk di samping Devan yang sudah merengut tidak suka. Kenan memandang papanya tajam, apalagi saat Kael justru menduduki bekas kursi Hazki dengan senyuman senang.
"Papa apa-apaan?" Tantang Kenan berani. Jio balik menatapnya tajam juga. watak keduanya yang sama-sama keras kepala memperparah keadaan.
"saya bener, kan? dia tukang bikin masalah. apa yang apa-apaan, Kenan Rahardja?" Tanya Jio sarkas.
Kenan baru ingin berteriak membantah, namun, tepukan lembut di bahunya menyadarkan pemuda itu bahwa Kael dan Hazki masih ada disini sekarang.
"Ada Kael, Bang. jangan marah disini, Kael bakal takut," ujar Vanya lirih. ia tidak mengindahkan eksistensi Hazki yang juga sama ada di sana. Hazki juga takut, Hazki tidak suka bentakan.
"Terserah papa!" pada akhirnya, Kenan menyerahkan piring Hazki dan menyuruh anak itu makan sendiri. ia justru sekarang membantu menyuapi Kael yang meminta di suapi karena iri dengan Hazki.
Di kursinya, Hazki diam. kenapa dadanya sakit, ya? padahal asmanya sedang tidak kambuh. Hazki menyembunyikan fakta besar, bahwa kemarin sore saat Kenan belum pulang dari bekerjanya, Hazki tidak mendapatkan jatah makan malam. Jio melarangnya makan hanya karena ia meminjam mainan kepada Kael, tetapi anak itu justru menangis keras.
oh, tidak hanya itu. Hazki juga dapat satu pukulan di lengannya. yang sekarang membiru dan terasa sakit. Hazki tidak apa, kok. Hazki bersungguh-sungguh, dia tidak apa-apa.
**
Baso Aciku..
🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZKI ; Danendra's Little Angel [✓]
Novela JuvenilAsyavino Hazki Danendra, Putra bungsu dari seorang pengusaha kaya raya, Jionathan Danendra. yang perlahan kehadirannya terlupakan, dengan kata lain, tergantikan oleh bungsu Danendra yang baru-- Mikael Kenzio Danendra. ** "Papa, Aci mau itu.." "iya...