"Ma, Sesekali ajak Aci ke sana bisa, gak, sih?"
Kenan membuka pembicaraan, matanya menyorot tajam memandangi jendela di hadapannya yang menyuguhkan view jalanan dari lantai dua.
"Mama sibuk, Ken. Ayolah ngertiin Mama."
Nada suara Zafira di seberang sana terdengar sengit. Kenan mengusap keningnya pusing, semenjak menikah dengan Geo si duda beranak satu, ibunya selalu saja bilang bahwa dirinya sibuk. Kenan di awal memakluminya karena anak tiri ibunya juga masih balita, namun, lama-kelamaan, kesabarannya habis.
"Mama selalu bilang sibuk! kapan, sih, mama gak sibuk? Aci masih butuh Mama!" Kenan menaikkan sedikit volume suaranya, membuat Zafira di seberang sana menghela napas kasar.
"Udahlah! Mama mau mandiin Leo dulu! mama matiin telponnya!"
Dan telepon di antara keduanya pun terputus. dengan gebrakan meja keras yang Kenan lakukan untuk melampiaskan kemarahannya.
**
Hazki berjongkok, mengamati dari jauh Farel dan Kael yang nampak tengah asik bermain di ruang tamu. bibirnya melengkung sedih, Hazki ingin bergabung. tapi, takut bila yang di dapat hanyalah penolakan.
perlahan, kaki mungil Hazki melangkah menuju ke arah mereka. suasana sore di mansion adalah waktu terbaik untuk berkumpul bersama keluarga memang.
Hazki berdiri kira-kira dua langkah dari tempat Farel dan Kael duduk. ia memilin jarinya takut, menunduk memandang ke lantai tanpa mau bersitatap mata dengan kakak ketiganya. sedangkan Kael yang mulai sadar akan keberadaan Kakak keempatnya pun acuh tak acuh.
"Kakak.. Aci mau ikut main.." ujar Hazki lirih. Farel mendengus kasar. ia menoleh ke arah adiknya dengan tatapan tajam.
"Ck. rese. mau ikut ya sini, gak usah sok memelas gitu!" Farel membalas sinis. Hazki memejamkan mata merasa Farel membentaknya. sekali lagi, Hazki takut di bentak. tetapi, karena sudah di perbolehkan tadi, Hazki pada akhirnya tetap duduk di samping Kael meski jaraknya agak jauh. dan mulai ikut bermain.
"Kenapa Kakak bolehin dia disini? ihh Adek gak mau deket-deket! dia jelek!" Kael meringsut mendekati Farel, memeluk lengan Kakaknya dari samping. Di tempatnya duduk, Hazki terdiam. matanya mengerjap polos memandang Kael yang memasang ekspresi jijik. apakah karena baju lusuhnya, Adiknya itu tidak suka?
"Adek kenapa..?" tanya Hazki lirih.
Farel segera menjauhkan adik bungsunya dari sana. menggendong Kael menuju kamarnya dengan niatan agar keduanya terpisah. Farel tidak mau Kael berujung menangis karena meladeni Hazki. menurut Farel, anak itu menyebalkan.
"Adek, gak boleh ngomong gitu." Peringat Farel tegas. Kael cemberut, matanya berkaca-kaca karena merasa kakaknya pilih kasih dan mulai membela si bocah jelek itu.
"Kakak belain dia?" Tanya Kael dengan suara bergetar. Farel menghela napas, menggeleng sambil meletakkan tubuh Kael ke ranjang besar di kamarnya.
"kata siapa? Kakak cuma gak mau Adek ngomong gitu. gak baik, loh. nanti Papa marah." Farel tersenyum, merapihkan surai Kael yang sedikit berantakan setelah bermain tadi. lalu ikut berbaring di samping sang adik.
"Papa gak akan marah sama Adek. Papa sayang sama Adek. Papa juga benci sama dia." Dengan lugunya Kael berujar. Farel mematung. itu benar. Papanya memang tidak lagi pernah ia lihat mempedulikan Hazki. dalam kesempatan apapun, Jio sekarang lebih mengutamakan Kael. di tambah, Ia dan Devan juga begitu.
"Yaudah. gak usah di pikirin, Adek capek, kan? sini peluk."
"Mau bobo?" Kael mengangguk. masuk ke pelukan kakaknya dan dengan senang hati membenamkan wajahnya di dada Farel. tertidur lelap tanpa memikirkan bagaimana kondisi Hazki di ruang tamu sekarang.
**
Hazki beranjak, Ia menuju ke belakang rumah untuk mengambil pakaian miliknya yang tergantung asal di jemuran bekas milik Vanya. wanita itu menyuruhnya untuk mengambil baju, melipat, dan menaruhnya sendiri ke lemari. karena Vanya tidak mau melakukannya.
Tangan kecil Hazki secara cekatan mengambil beberapa potong baju dan celana miliknya yang di jemur di jemuran berbeda dengan anggota keluarganya yang lain. Hazki melangkah masuk, berjalan cepat menuju kamar untuk melipat baju-baju itu dan menyimpannya ke lemari.
Biarlah kusut karena tidak di setrika, Hazki tidak bisa jika masalah satu itu. Hazki tidak pernah mencoba karena takut. berangkat ke sekolah saja dengan seragam yang lecek, dan Hazki lebih rela seperti itu di banding harus menyetrika bajunya.
Beberapa potong kain itu Hazki letakkan terlebih dahulu di kasur lantainya. baru kemudian Hazki duduk di sebelahnya dan mulai melipat satu persatu pakaian miliknya dengan telaten. Hazki bisa, jelas karena terpaksa. Hazki harus mandiri. lagipula itu tidak terlalu susah, sudah sepuluh bulan belakangan kira-kira Hazki seperti ini. ya, meski mencucinya masih di perbolehkan di mesin cuci, tetap saja Hazki kadang lelah.
Setelah selesai memasukkan tumpukan bajunya ke dalan lemari usang di kamar kecil itu, Hazki merebahkan dirinya ke atas kasur. hanya kasur tipis dengan satu bantal dan satu selimut.
Pasalnya, kamar Hazki sudah di jadikan sebagai milik Kael semenjak pertama Vanya pindah kesini. jadilah Hazki harus rela kamarnya dipindahkan kesini meski ukurannya tidak sebesar kamarnya yang dulu.
Hazki menghela napas, senyum di bibir pucatnya terbit. Hazki merasa sedikit sesak, tetapi sekuat mungkin ia menahannya. Hazki tidak mau beranjak, kepalanya berat. hingga, perlahan, mata bulat Hazki terpejam. di temani dengan hening, Tuhan izinkan sejenak Hazki untuk tertidur nyenyak sore itu.
**
Hazki bakalan jadi short story :)
thanks yang sudah vote🖤 love u, kaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZKI ; Danendra's Little Angel [✓]
Novela JuvenilAsyavino Hazki Danendra, Putra bungsu dari seorang pengusaha kaya raya, Jionathan Danendra. yang perlahan kehadirannya terlupakan, dengan kata lain, tergantikan oleh bungsu Danendra yang baru-- Mikael Kenzio Danendra. ** "Papa, Aci mau itu.." "iya...